Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10.Pertemuan.
Bel masuk berbunyi nyaring, tanda pelajaran pertama akan segera dimulai. Siswa-siswa mulai berhamburan ke dalam kelas, kursi-kursi berderit, suara tawa dan obrolan bercampur dengan aroma kapur dan debu buku pelajaran.
Clara duduk di bangku sebelah jendela, tempat favoritnya dulu dan tentu saja, tempat yang selalu ia duduki bersama Ria. Cahaya matahari menerobos tirai, menimpa wajahnya yang masih tampak agak linglung. Ia masih berusaha menyesuaikan diri dengan kenyataan aneh ini,bagaimana mungkin ia kembali ke masa SMA? Semuanya terasa nyata, dari dinginnya meja kayu sampai suara gaduh teman-temannya yang bercanda.
Ria menjulurkan lehernya sedikit, menatap Clara dengan senyum nakal.
“Kamu kenapa sih, Clar? Dari tadi kayak bengong terus. Jangan-jangan kamu masih kepikiran soal kemarin rencana menembak Arman?”
Sontak saja Clara menggeleng, tersenyum samar. “Enggak…,untuk apa aku memikirkan kejadian kemarin.untung saja aku tidak jadi ungkapkan atau aku akan menyesal seumur hidupku. Aku cuma ngerasa aneh aja. Kayak mimpi bisa duduk di sini lagi, sama kamu rasanya seperti mimpi.”
Ria terkekeh. “Duh, Clara… jangan aneh-aneh deh.Oh ya, kenapa kemarin kamu kabur padahal sudah kita persiapkan acara penembakan Arman?.”
“Aku pulang. ”jawabnya santai.
“Pulang?, kau gila?. kita sudah menyiapkan acara penembakan itu dua hari agar special tapi kamu malah pulang. ”
“Maaf ya!, aku minta maaf. jika tidak pulang mama ku akan meninggal karena serangan jantung. ”
“Ya ampun tante Luna!, sekarang bagaimana kondisi tante?. ”
“Mama baik-baik saja sekarang. ”
“Untung saja kamu tidak jadi nembak Arman, pasti bakal malu ditolak oleh nya”
“Ditolak!, kenapa apa? ”
Pembicaraan mereka terhenti ketika pintu kelas tiba-tiba terbuka.
Suara langkah sepatu yang familiar terdengar mantap, agak tergesa, tapi percaya diri. Seorang pemuda tinggi dengan seragam sedikit kusut masuk bersama beberapa temannya. Senyumnya menawan, tapi tidak dibuat-buat.
Arman.
Clara menahan napas tanpa sadar. Detak jantungnya berdegup lebih cepat bukan karena perasaan cinta tapi sesuatu yang lain yang sulit untuk diungkapkan, seolah tubuhnya mengingat sesuatu yang pikirannya belum bisa cerna sepenuhnya.
Arman, kenapa aku lupa kalau aku sekelas dengan dirinya?, pikir Clara dengan tatapan tajam karena kesal mengingat masa depan dengan nya.
Namun kini, di hadapannya, Arman masih remaja. Masih versi polos dan cerah dari dirinya yang dewasa yang dengan tas selempang kain, rambut sedikit berantakan, dan tawa yang belum ternodai beban dunia kerja.
Begitu mata mereka bertemu, waktu seakan berhenti.
Arman sempat terdiam sesaat di ambang pintu. Ia menatap Clara dengan ekspresi bingung dan gugup, dilihat oleh Clara istri nya dimasa depan.
Arman.., bersikap biasa saja. jangan terpojok seperti itu oleh Clara. sekarang kamu itu pacarnya Loly dan kalian bukan selingkuhan karena kamu tidak punya hubungan dengan Clara. Suara hati Arman.
Lalu..
“Arman! Buruan duduk, bro, nanti Bu Mira keburu masuk!” teriak salah satu temannya, memecah momen itu.
Arman tersadar, tersenyum tipis ke arah Clara senyum yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta berkali-kali,lalu berjalan ke bangkunya di baris tengah bersama teman-temannya.
Ria, yang duduk di sebelah Clara, langsung berbisik dengan nada menggoda.
“Lihat!, Arman tersenyum dengan mu. menjijikkan sudah punya cewek, lempar senyum pada cewek lain”
“Cewek? siapa? ”
“Loly kakak kelas kita yang idaman anak pria disekolah”
Clara nyaris tersedak napasnya sendiri, karena terkejut mendapatkan berita dari Ria. “Kapan mereka jadian?”
“Kemarin, saat kamu tidak jadi menembak Arman. Dia malah nembak kakak Loly didepan kelasnya”
Clara terdiam pikirannya menjadi curiga karena dulu Arman pria penakut,Arman nembak Loly? seingatku Arman tipe pria penakut dan tidak berani mengungkapkan perasaan nya. atau dia sama dengan ku dari masa depan?.
Namun sebelum ia sempat menenangkan dirinya, suara tawa keras terdengar dari arah meja Arman. Teman-temannya tampak sedang menggoda pria itu dengan antusias.
“Eh, Man, ceritain dong! Katanya lo udah deket banget sama Loly, tuh!” seru salah satu dari mereka.
“Wah, serius? Si kakak kelas paling hits itu?” sahut yang lain, tertawa. “Cewek paling cantik di sekolah, anak orang kaya, pacaran sama lo? Gimana caranya, bro?”
Ucapan mereka terdengar jelas ditelinga Clara, dan semua temannya juga penasaran dengan hubungan mereka.
Ia ingat jelas. Loly, kakak kelas mereka yang cantik dan terkenal, dulu memang sempat jadi pembicaraan satu sekolah karena jatuh hati pada Arman. Dan itu… adalah awal dari banyak hal yang kemudian menyakitinya di masa depan.
Arman tersenyum malu, menggaruk tengkuknya. “Ah, kalian ini…aku hanya mengatakan suka dengan nya saja dan kami langsung jadian sama gue.”
“Tapi kan lo udah ngajak dia nonton waktu festival sekolah minggu lalu, iya kan?”
“Dan katanya dia nolak semua cowok yang ngajak dia sebelum lo. Jadi jangan pura-pura polos deh, Man!”
Suara tawa meledak. Beberapa teman menepuk-nepuk bahu Arman dengan bangga.
Clara menunduk. Jantungnya terasa berat. Ia tahu percakapan ini dulu sempat ia dengar juga, waktu benar-benar SMA dan saat itu ia hanya teman sekelas yang diam-diam menyukai Arman. Tapi sekarang, setelah tahu bagaimana hidup mereka berdua nanti berakhir… rasanya jauh lebih rumit.
Ria mencoleknya pelan. “Clara, ada apa kamu sedih karena Arman jadian dengan Loly?”
Clara tersenyum tipis, berusaha menutupi kekecewaan. “Enggak,perasaan ku dengan Arman gak sedalam yang kamu pikirkan.Aku senang jika Arman bersama dengan wanita yang ia sukai.”
Tapi Ria tidak percaya suara hatinya meragukan jawaban Clara, aku tahu teman hatimu pasti sakit, kasihan sekali sahabatku ini!.
Dari kejauhan, Arman sempat menoleh lagi ke arah Clara. Pandangannya lembut, seolah ingin memastikan bahwa gadis di pojok jendela itu baik-baik saja.
Namun sebelum ia sempat berkata apa pun, bel tanda guru masuk berbunyi nyaring. Semua siswa segera duduk tegak.
Clara menatap papan tulis di depan, tapi pikirannya melayang jauh.
Di dalam hatinya, ia berbisik lirih,
Jika benar kita berdua kembali kemasa lalu, dan Arman sudah membuat pilihannya. itu bagus, dimasa depan nanti kita tidak akan memiliki ikatan apapun.
Papan tulis mulai penuh coretan rumus matematika dari tangan lincah Bu Mira. Suara kapur yang bergesekan dengan papan menjadi latar monoton di antara desah napas para siswa yang berusaha menyalin cepat.
Clara menunduk sedikit, matanya fokus pada buku catatan di depan. Tulisan tangannya kini lebih rapi dari sebelumnya setiap huruf tampak seperti janji pada dirinya sendiri. Ia tidak mau lagi menjadi Clara yang dulu. Gadis yang menatap Arman di ujung kelas sambil mengabaikan masa depannya.
Sekarang, ia menatap rumus di papan seolah itu adalah tantangan yang ingin ia taklukkan.
“Clara,” bisik Ria di sebelahnya sambil memiringkan buku, “bu guru ngomongin persamaan kuadrat, tapi aku malah pusing liat Arman senyum-senyum ke Loly di luar jendela.”
Clara menoleh sekilas. Benar saja, dari jendela, tampak Loly berdiri di halaman bersama beberapa teman kakak kelasnya. Arman yang duduk dua baris di depan menatap ke arah luar dengan senyum kecil.
Clara menarik napas dalam-dalam. Ia tidak lagi merasakan perih seperti dulu. Hanya ada rasa ringan, semacam kelegaan karena akhirnya ia tahu apa yang perlu diperjuangkan.
“Ria, fokus deh. Kalau kamu terus liatin Arman, nanti gak ngerti pelajaran,” ucap Clara pelan.
Ria melongo. “Eh? Kamu sejak kapan jadi rajin begini?”
Clara hanya tersenyum. “Sejak sadar kalau masa depan gak dibangun pakai perasaan doang.”
Bu Mira sempat menoleh, menatap dua siswi itu. “Clara, Ria, fokus ya. Ini akan keluar di ujian akhir nanti.”
“Siap, Bu,” jawab Clara mantap.
Beberapa teman sekelas menatap heran,biasanya Clara paling malas mencatat. Tapi hari ini, dia berbeda. Ada aura tenang tapi tegas di wajahnya.
Arman sempat menoleh ke belakang. Pandangannya tertahan di wajah Clara yang sedang menulis serius, alisnya sedikit berkerut. Entah kenapa, ada sesuatu yang berubah. Ia seperti melihat versi Clara yang lebih dewasa, lebih tenang… dan lebih jauh dari jangkauannya.
penasaran bangetttttttt🤭