Naora, seorang wanita yang dijadikan taruhan oleh suaminya yang sering menyiksanya selama dua tahun pernikahan. Ia dengan tega menyerahkan Naora pada lawannya yang seorang penguasa.
Damian, seorang Bos mafia yang kejam seketika menaruh rasa iba pada Naora saat melihat luka-luka di tubuh Naora.
Sikap Damian yang dingin dan menakutkan tidak ada ampun pada lawannya tapi tidak sedikitpun membuat Naora merasa takut. Hatinya sudah mati rasa. Ia tidak bisa merasakan sakit dan bahagia. Ia menjalani hidup hanya karena belum mati saja.
Namun tanpa diduga, hal itu malah membuat Damian tertarik dan ingin melepaskan Naora dari jerat masa lalunya yang menyakitkan.
Akankah Damian bisa melakukannya dan terjebak dalam rasa penasarannya ?
Minta dukungan yang banyak ya teman-teman 🫶 Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarapan Bersama
Aldric tiba di depan gerbang mansion Damian. Namun para penjaga tidak mau membukakan nya sebelum ada izin dari Damian atau Lukas.
"Cepat beritahu Damian, bahwa aku ingin menemui nya". Teriak Aldric tidak sabar.
Di benaknya, sudah terlintas apa yang ingin dilakukannya saat nanti bertemu dengan Naora. Ia ingin memeluk wanita itu. Meminta maaf atas segala kesalahannya selama ini dan bila perlu Aldric akan berlutut memohon ampun.
Ia yakin Naora akan menerimanya. Naora pasti masih mencintainya. Mengingat bagaimana kesabaran Naora menghadapi nya selama dua tahun ini membuat Aldric merasa begitu dicintai dan dihargai.
Seorang penjaga pergi ke kamar Lukas dan memberitahu tentang kedatangan Aldric. Tidak ada seorangpun berani mengganggu Damian atau kepala mereka terlepas dari tubuh.
"Untuk apa dia kemari pagi-pagi sekali ? Bukannya urusannya sudah selesai". Gumam Lukas sambil berjalan terburu-buru. Ia baru saja akan mandi saat mendengar ketukan di pintunya.
"Ada apa lagi kau kemari, Tuan ? Bukankah urusan diantara kalian sudah selesai ?" Tanya Lukas dari balik gerbang.
"Aku ingin bertemu dengan Damian. Bukan denganmu. Cepat beritahu dia". Teriak Aldric sangat arogan.
Lukas melipat bibirnya ingin tertawa. Memangnya siapa Aldric sampai Damian mau untuk bertemu dengannya. Apalagi pagi-pagi begini.
"Maaf, Tuan Aldric. Tuan Damian biasa keluar dari kamar pukul 8 pagi. Kalau kau mau silahkan menunggu di mobil". Kata Lukas. Kemudian pergi meninggalkan Aldric yang berteriak lagi.
Sebenarnya Damian melihat kedatangan Aldric dari balkon kamarnya. Tapi ia enggan menemuinya. Sudah bisa ia tebak hal apa yang membuat Aldric rela datang sepagi ini.
"Apa penyesalan datang begitu cepat ?" Cibirnya. Ia melanjutkan aktivitasnya membentuk otot-otot di tubuhnya. Keringat sudah bercucuran, menambah kesan yang wow.
Setelah mengeringkan keringatnya, Damian turun kebawah dengan bertelanjang dada. Tidak ada pelayan yang berlalu lalang. Mansion sudah dalam keadaan bersih dan sarapan sudah tersedia di meja makan.
Setiap harinya, pelayan hanya akan menyajikan dua cangkir kopi dan roti bakar untuk Damian dan Lukas. Tapi malam tadi Lukas memberi perintah pada kepala pelayan untuk menyiapkan aneka hidangan.
Damian pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Ia melihat Lukas yang duduk di kursi meja makan sambil berkutat dengan laptop dan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya.
"Kau sangat serius sekali, Luk". Ujar Damian.
"Oh selamat pagi, Tuan". Sapa Lukas dan dijawab anggukan kepala oleh Damian.
"Apa orang yang berteriak di depan gerbang sudah pergi ?" Tanya Damian ikut duduk di depan Lukas.
Lukas membetulkan letak kacamatanya. "Belum, Tuan. Sepertinya Tuan Aldric betul-betul ingin bertemu denganmu".
Damian manggut-manggut, ia membenarkan apa yang Lukas katakan. "Biarkan saja. Kalau dia lelah biar dia pergi".
"Aku akan bersiap, kau panggil dia untuk sarapan bersama". Kata Damian meninggalkan meja makan setelah menghabiskan sisa air di gelasnya.
Lukas mengerti siapa yang dimaksud dengan 'dia'. Siapa lagi jika bukan penghuni baru mansion ini.
Damian sangat tidak suka dengan kebisingan kecuali pertempuran. Ia melarang siapapun masuk ke dalam mansion walaupun sepenting apa urusan mereka.
Damian membangun rumah sendiri untuk para pelayan di belakang mansion megahnya ini. Ia tidak mau ada yang berkeliaran dan mengganggu pandangannya.
Ia hanya akan menerima tamu jika itu penting dan menguntungkan untuknya. Dan Naora adalah tamu yang masih belum ia ketahui apa keuntungan yang bisa ia peroleh.
Lukas mengetuk pintu kamar Naora dan tidak berapa lama Naora membukanya.
"Kau sudah membersihkan dirimu, Nona ?" Tanya Lukas pada Naora yang hanya menampakkan sebagian kepalanya saja.
"Sudah. Maaf, apa ada gaun lain yang bisa digunakan ?" Tanya Naora.
Lukas mengerutkan keningnya. Seingatnya kemarin gaun yang dibelinya bagus dan tidak ada masalah.
"Kau tidak menyukai modelnya atau ukurannya tidak sesuai ?" Tanya Lukas.
"Oh, tidak. Aku menyukainya. Maaf harusnya aku tidak banyak meminta". Kata Naora kemudian menampakkan tubuhnya yang terbalut dress putih bermotif bunga kecil-kecil dengan tali spaghetti di bahunya yang sangat pas di tubuhnya.
Biasanya Naora merasa nyaman saja mengenakan pakaian seperti ini di mansion Aldric karena ia bisa menyamarkan bekas luka ditubuhnya dengan foundation yang sangat tebal. Tapi disini tidak ada perlengkapan make up. Jadi ia harus membiarkan bekas lukanya terekspos.
Lukas terdiam sesaat ketika matanya tertuju pada dada dan pundak Naora yang terdapat luka. Seperti luka cambuk dan melepuh. Ia sangat mengenal bentuk luka itu sebab sudah keahliannya dan Damian menciptakan luka semacam itu ditubuh lawan.
Lukas ingin bertanya sesuatu, tapi sepertinya bukan ranahnya. Jadi ia hanya diam dan mengajak Naora ke ruang makan.
Rupanya disana sudah ada Aldric yang sudah menghabiskan separuh kopinya.
"Kalian berbincang cukup lama. Apa sudah mulai akrab ?" Sindir Damian yang kesal sebab menunggu terlalu lama.
"Maaf, Tuan". Balas Lukas. Ia kemudian duduk kembali di kursinya.
"Kenapa kau hanya berdiri ? Tidak ingin sarapan ?" Tanya Damian pada Naora yang masih diam diujung meja.
Naora melempar pandangannya pada Damian. Auranya begitu menakutkan. Pantas saja ia begitu disegani. Batin Naora.
Naora duduk dikursi yang paling dekat dengannya. Itu berarti sangat jauh dari tempat Damian dan Lukas.
Damian tertawa sumbang melihat itu. "Apa kau takut aku akan memakan mu ?"
"Nona, duduklah disamping Tuan Damian". Kata Lukas sambil menunjuk kursi yang berhadapan dengannya.
Naora tidak menjawab. Ia segera melangkahkan kakinya yang polos itu ke kursi yang ditunjuk oleh Lukas.
Damian memperhatikan penampilan Naora. Wajahnya putih dan cantik tanpa riasan. Rambutnya juga tidak disisir tapi menciptakan gelombang yang indah.
Kaki jenjangnya yang tidak mengenakan apapun sangat indah meskipun terlihat beberapa bekas luka di kulitnya yang putih.
Gaun santai yang begitu pas ditubuhnya. Tapi yang membuat matanya sakit adalah adanya bekas luka dibagian atas tubuhnya.
Naora merasa tidak nyaman saat Damian memperhatikannya. Tapi tetap ia mendudukkan dirinya agar tidak mendapat masalah.
"Makanlah". Kata Damian dengan suara dingin.
Melihat luka di tubuh Naora entah mengapa membuat moodnya seketika memburuk.
Ia tidak mengenal Naora. Tidak juga tertarik padanya. Tapi luka-luka itu seakan mengingatkannya pada sesuatu kelam yang ingin ia lupakan.
"Kau tau apa tugasmu dirumah ini ?" Tanya Damian sambil menyuapkan sepotong roti kedalam mulutnya.
Naora melihat kearah Damian dan menggeleng. Bibirnya yang pucat berkata dengan halus di pendengaran Damian.
"Tidak, Tuan".
Damian mengedipkan beberapa matanya untuk mengurai sesuatu yang terasa asing dihatinya.
Lukas yang melihat sikap aneh Damian hanya bisa menertawakan atasannya itu dalam hati.
"Jangan menertawai ku. Atau ku potong telingamu". Kata Damian menatap sengit Lukas. Lukas hanya bisa menundukkan pandangannya dan melanjutkan sarapannya.
Naora bingung harus mengambil makanan apa. Ia takut dianggap lancang. Jadi ia hanya meminum susu yang tersedia tepat dihadapannya.
"Kau tidak suka semua makanan ini ?" Tanya Damian heran. Sebab tidak ada satupun makanan yang disentuh oleh Naora.
"Tidak, Tuan. Aku suka semuanya". Balas Naora.
"Kalau begitu makan semuanya". Damian memasukkan sepotong sandwich daging kedalam piring Naora. Kemudian mendekatkan mangkuk salad.
Naora memakan makanan itu dengan susah payah. Karena ia merasa diperhatikan dengan tatapan dingin sejak tadi.
..
Makasih banyak dukungan nya 🙏 Nih othor tambah 1 bab lagi🥰
sakit parah dianya yah