Nareshpati Sadewa Adibrata akhirnya bertemu lagi dengan.gadis yang sudah menolaknya delapan tahun yang lalu, Nathalia Riana.
Nareshpati Sadewa Adibrata
"Sekarang kamu bukan prioritasku lagi, Nathal."
Nathalia.Riana
"Baguslah. Jangan pernah lupa dengan kata katamu."
Semoga suka♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membujuk Nathalia
"Kamu kenapa sampai terkilir begini?" tanya Nidya setelah semua orang meninggalkan kamar Nathalia. Kecuali dirinya, suaminya dan Adelia.
Matanya menatap pergelangan yang masih memerah.
"Sudah mendingan, kok, mam," sahut Nathalia dengan perasaan penuh beban.
"Tadi bengkak banget, mam," cerita Adelia.
"Jadi selain mahir berci uman, dia juga pintar pijat?" kekeh Fathan yang diikuti Nidya dan putrinya Adelia. Sedangkan Nathalia menyembunyikan rasa malunya dengan memanyunkan wajahnya.
DEG DEG DEG
Jantung Nathalia berdebar keras dan cepat.
"Kamu belum lihat bibirmu seperti apa, kan?" ucap maminya sambil menyodorkan cermin kecil yang ada di tempat bedaknya. Tawanya masih terdengar.
Nathalia dengan cepat mengambil cermin kecil itu dan menatap wajahnya di sana.
Dia ternganga. Betapa mengerikannya dia. Eyeshadow dan maskaranya luntur, menimbulkan bercak di bawah mata dan sekitar pipinya. Dan bibirnya. Natnalia memegangnya ngga percaya. Selain lipsticknya yang jadi berantakan, bibirnya juga agak bengkak.
Pantas saja semua orang tau kalo mereka habis berci uman.
Nathalia jadi mengingat momen ci uman mereka tadi.
Kenapa bibirnya yang bengkak? Bukannya harusnya bibir Naresh?
Nathalia benar benar malu saat mengingatnya. Gara gara sakit di kakinya dia jadi semengerikan ini.
Naresh benar benar, ya. Dia memanfaat kesempatan dalam kesempitan, umpat Nathalia dalam hati.
Sebentar, sebentar. Jadi Naresh melamarnya saat penampilannya sekacau balau ini?
Nathalia rasanya ingin segera pergi jauh jauh dari semua orang yang sudah melihat penampilannya yang memalukan ini.
Kenapa tadi ngga ada yang mengingatkannya tentang cermin. Nathalia terus saja menyesali kejelekan penampilannya.
"Papi dan mami bisa menerka nerka sepanas apa ci uman kalian," ledek maminya lagi dalam kekehannya yang tambah panjang durasinya.
Jangan dibahas lagi, mam, batin Nathalia berteriak malu. Dia benar benar malu. Papinya juga ngga henti hentinya tertawa.
"Aku aja kaget, mam. Baru aja aku tinggal bentar, udah kayak gitu kejadiannya. Gimana kalo aku tinggal lebih lama." Adelia makin tergelak setelah melemparkan racunnya.
Nathalia melototkan matanya pada kembarannya.
Tega banget
"Sebentar?" Papinya menanggapi dengan nada bertanya setengah meledek.
"Ngga nyampe lima belas menit," jawab Adelia sangat yakin.
Nathalia makin menciut nyalinya.
"Kalo satu jam, ngga tau, ya, apa yang akan terjadi." Maminya meledek lagi.
"Bakal langsung Papi nikahin. Penghulunya juga belum pulang," timpal papinya dengan tawa makin berderai. Adelia juga tergelak. Bodoh amat dengan kemarahan Nathalia nanti.
Makanya jangan suka denial, Nathal. Kalo memang suka, ya, udah diterima. Mau nunggu berapa tahun lagi? Sampai ubanan?
"Papi, aku ngga mau nikah sama dia," rajuk Nathalia setelah tadi membiarkan dia dibully keluarganya. Sekarang dia harus tegas.
"Nikah ngga mau tapi ci um mau," ejek Adelia gemas.
Kenapa, sih, kamu keras kepala banget.
"Nggaklah. Tadi itu.... emmm.... Aku khilaf," ucapnya dengan pipi merona.
"Kalo khilaf ngga sampai bengkak begitu, sayang," tawa Nidya-maminya berderai.
Pipi Nathalia tambah memanas.
"Papi mau mastiin. Jadi dia cinta pertama kamu?" Fathan menatap putrinya serius.
Delapan tahun bukan waktu sebentar, batinnya
"Cinta pertama Naresh juga, pi." Adelia tetap tertawa walaupun mata Nathalia semakin melotot padanya.
Fathan dan Nidya juga tertawa.
"Papi cukup kenal papanya Naresh. Papi yakin, dia akan senang hati menjadi mertua kamu."
"Tapi aku ngga mau nikah sama dia, pi."
"Kenapa?" tanya maminya masih dengan sisa tawa di bibirnya.
"Ngga mau aja, mam," tolak Nathalia tetap ngeyel.
Nidya menatap suaminya. Hanya suaminya yang bisa meyakinkan Nathalia. Sementara Adelia hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya.
Kamu mau denial sampai kapan, Nathal......
Fathan berdehem, kemidian mengusap kepala Nathalia lembut.
"Papi ngga bisa membiarkan laki laki sembarangan memci um kamu. Kamu itu putri papi, Nathal. Sama dengan Adelia, kalian sangat berharga buat papi dan mami."
Mata Nathalia mengerjap. Kekerasan hatinya langsung lumer.
"Papi langsung percaya waktu lihat Naresh. Dia berani mengakui apa yang sudah dia lakukan sama kamu."
"Mami juga. Jarang ada laki laki seperti itu. Seperti papi." Senyum Nidya melebar saat memuji suaminya. Fathan jadi tertawa perlahan
"Tuh, dengarkan. Papi dan mami yakin aja, kalo Naresh laki laki yang tepat buat kamu," ucap papinya lembut
Nathalia makin ngga bisa membantah lagi.
"Lagian, Nathal. Delapan tahun kalian berpisah. Dia masih seperhatian itu ke kamu," tambah Adelia.
Mau menggendong kamu di depan calon istrinya, loh. Demi apa coba kalo bukan demi cinta, lanjut Adelia dalam hati.
"Woow.... Delapan tahun itu waktu yang lama, sayang," ucap maminya lembut.
Nathal makin ngga bisa berkata apa apa lagi. Sulit untuk dia jelaskan, kalo Naresh yang sekarang tidak seperti yang dulu dia kenal.
*
*
*
Abian menghadang jalamnya Naresh. Yang lainnya hanya diam memperhatikan.
"Naresh, aku harap kamu serius dengan kata katamu tadi."
Naresh balas menatap Abiyan
"Aku serius."
"Jadi kamu bakal mutusin Racel?" Baim juga ikut bicara
"Aku sama Racel baru mau dijodohkan. Aku belum bilang iya sama papa."
Hening sejenak.
"Aku ngga yakin seserius apa kamu dengan Nathal. Delapan tahun kalian hilang kontak. Untuk kamu tau, selama ini Nathal sama sekali belum punya pacar. Kalo aku ngga usil dulu mungkin kalian udah jadian. Ngga buang buang waktu selama delapan tahun," ungkap.Abiyan panjang lebar. Ada nada penyesalan di sana.
Ayra melongo.
Ternyata anak ini bisa serius juga.
Luna juga ngga nyangka mendengar kalimat kalimat serius itu bisa terucap dari mulut seorang Abiyan.
"Ini bener Abiyan yang kita kenal?" bisik Milan ragu.
"Iya, kali." Nevia juga masih menatap sepupu tengilnya ngga percaya.
Naresh ngga menyahut tapi hatinya mengembang.
Benarkah?
"Aku ngga ngancam kamu, Resh. Tapi kalo kamu punya niat maen maen dengan Nathal, aku akan maju menggebuk kamu."
Naresh tersenyum miring.
Ayra melongo lagi, makin ngga percaya kalo ucapan seberat itu bisa keluar dari mulut Abiyan.
"Gentle juga sepupu kita," bisik Luna pada Ayra.
"Ngga nyangka, ya," balas Ayra. Kemudian keduanya terkikik pelan.
"Jadi aku bakal ngadepin Abiyan, ya, kalo ngasih tau udah nembak kamu?" tanya Milan pada Nevia.
"Iya, kayaknya." Nevia menahan tawanya.
"Oke," jawab Naresh tenang.
"Aku juga. Kamu tau, kan, kalo kita rame banget," sambung Baim.
"Bakal dikeroyok, nih?" canda Naresh.
"Begitulah," jawab Abiyan ringan.
"Deal," tukas Naresh masih dengan gaya santainya.
Nevia melirik Milan.
"Itu berlaku juga buat kamu."
Milan tertawa pelan
"Oke, oke."
abiyan jgn sampai jatuh cinta sm ratna