Aldi remaja yang masih menyimpan kepedihan atas meninggalnya sang bapak beberapa tahun lalu. Dirinya merasa bapaknya meninggal dengan cara yang janggal.
Kepingan memori saat bapaknya masih hidup menguatkan tekadnya, mengorek kepedihannya semakin dalam. Mimpi-mimpi aneh yang melibatkan bapaknya terus mengganggu pikirannya hingga dirinya memutuskan untuk mendalami hal ghaib untuk mencari tahu kebenarannya.
Dari mimpi itu dirinya yakin bahwa bapaknya telah dibunuh, ia bertekad mencari siapapun yang menjadi dalang pembunuhan bapaknya.
Apakah benar bapaknya dibunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.J Roby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tragedi Bioskop
Setelah selesai mandi, sarapan dan bersiap-siap. Kini Aldi sudah berdandan rapi menggunakan kaos hitam polos, celana jeans abu-abu. Tak terhitung sebanyak apa semprotan parfum yang telah digunakan. Kini Aldi menggunakan sandal jepit dan menunggu di atas motor matic milik kakaknya.
“Lama banget kak!”
“Namanya juga cewe, masih dandan” Balas Nara kesal.
Nara menelisik outfit adiknya dari ujung kepala ke ujung kaki.
“Mbok ya pake sepatu dek! Orang mau keluar ke kota” Omel Nara
Aldi hanya mendengkus kesal lalu menyalakan motor tanpa mempedulikan omelan kakaknya. Nara yang kesal langsung saja menjewer kuping kanan Aldi.
“Ganti sepatu cepet!”
“I-yaa, bawel banget”
Meskipun kesal Aldi tetap menuruti perintah kakaknya. Setelah keduanya berpamitan ke ibu, mereka lalu tancap gas.
Aldi sebenarnya bingung ia akan pergi kemana, kakaknya tak memberikan perintah yang jelas.
“Kemanasih kak ini?” Tanya Aldi sambil fokus menyetir
“APA?”
“Kemana?”
“APA?!”
“Wooo budeg”
Anehnya saat Aldi menyebut kakaknya budeg, Nara langsung mendengar itu dengan jelas. Toyoran Nara mendarat mulus ke helm Aldi.
Ternyata Nara mengarahkan Aldi untuk pergi ke bioskop. Di sana telah ditunggu oleh kedua teman Nara yakni Nila dan Risa.
Aldi memarkirkan motornya lalu berjalan dengan Nara menemui teman-temannya.
“Ini adikmu Ra?” Tanya Nila
“Iya tapi nakalnya naudzubillah” Balas Rara sambil melayangkan bombastis side eye ke Aldi
Aldi hanya tersenyum sok polos. Ia bingung kenapa dirinya diajak ke acara girls time seperti ini, namun dirinya tak berani menanyakan ke Nara. Takut dijewer lagi.
Nila terlihat menatap Aldi sampai ke ujung sepatu, terpukau melihat penampilannya yang simpel dan rapi. Aldi dan teman-teman Nara tidak terlihat berbeda jauh, dikarenakan selisih umur mereka rata-rata hanya dua tahun.
Mereka masuk ke dalam bioskop dan menonton film horror. Aldi duduk di tengah-tengah, sebelah kanannya ada Nara dan Risa sedangkan di kirinya ada Nila. Sepanjang film Aldi terlihat biasa saja, karena ia sering bertemu dengan setan yang asli dan wujudnya jauh lebih menyeramkan.Tapi tak jarang juga ia dibuat jantungan akibat jumpscare dalam film.
Akan tetapi beda dengan Nara dan Nila, keduanya terus saja histeris sepanjang pemutaran film. Aldi berada di situasi yang menguntungkan sekaligus merugikan. Dirinya diapit, kedua lengannya terus dipeluk oleh Nara dan Nila. Nila mendekap lengan kirinya dengan erat sambil sesekali membenamkan wajahnya ke pundak Aldi karena ketakutan. Sedangkan Nara sama, tapi sambil meremas remas bahu Aldi sampai adiknya meringis kesakitan.
Saat keluar dari bioskop, kaos hitam yang tadinya rapi kini terlihat sangat kusut di bagian kanannya saja hasil dari kerajinan tangan yang dibuat Nara selama di dalam bioskop. Aldi kini sadar, alasan mengapa dirinya diajak Nara untuk ke bioskop.
“Lanjut yuk” Seru Risa
“Kemana lagi kak?” Balas Aldi yang sudah lemah, letih lesu
“Makan dong” Balas Nila semangat
“Gas”
Mendengar kata makan, semangat Aldi kembali memuncak layaknya pejuang kemerdekaan.
Mereka mampir ke mie yang sedang viral. Mereka duduk berempat Aldi bersebelahan dengan Nara dan berhadapan persis dengan Nila.
Sorot mata Nila tak henti-hentinya memandang Aldi. Nara sebenarnya menyadari itu, tapi ia biarkan saja karena ia tahu Nila tak mungkin mengincar adiknya.
“Pandang aja teros sampe copot itu mata!” Ujar Risa sarkas
Nila yang mendengar langsung salah tingkah, reflek membuka ponselnya. Pandangan Aldi sendiri sedang terfokus kepada bapak-bapak yang sedang makan dengan anak istrinya. Tapi ada sesuatu yang aneh, ia melihat leher bapak itu sedang ditempeli oleh sesosok bocah dengan tubuh hitam hanya menggunakan kolor saja. Tangannya kecil tapi dipenuhi dengan kuku-kuku tajam melingkar di leher bapak tersebut. Wajahnya keriput seperti kakek-kakek dengan dua taring menjulang ke atas mirip babi hutan.
“Pasti ketempelan bapak ini” batinnya
Aldi menikmati mienya seraya sesekali mencuri pandang ke bapak tersebut. Ia dilema apakah sebaiknya menolong bapak tersebut atau tidak. Karena jika ia menolongnya takut dikira sebagai orang aneh, belum lagi kalau kakaknya mengetahui adiknya bisa melihat hal ghaib. Pasti heboh.
“Mau cobain ndak dek?” Ucap Nara sambil menyodorkan mienya
Tanpa babibu langsung Aldi mencomot mie milik kakaknya tapi dengan cepat tangannya langsung ditepis oleh Nara.
“Cepet banget tangannya” Ucap Nara setia dengan lirikan mautnya.
Aldi hanya mendengus kesal. Tapi Nara lalu menyuapi adiknya dan diterima mulus oleh Aldi. Nara sendiri sebenarnya kasihan kepada adiknya karena selalu ia omeli, Nara menganggap ini sedikit permintaan maaf ke adiknya walaupun nanti ia pasti akan ngomel lagi.
Nila yang melihat adegan tersebut hanya bisa melongo tak percaya, tapi ia tak terlalu terpengaruh karena ia tahu Nara adalah kakak kandung Aldi, selain itu ia hanya sebatas kagum ke Aldi.
“Haaaaa! Pedes banget kak” Ucap Aldi seraya pipinya memerah
“Ini level 6 dek” Tukas Nara tanpa rasa bersalah.
Aldi langsung menenggak habis minumannya, ia sendiri suka makanan pedas, tapi level pedas milik kakaknya sudah di luar nalar. Tapi tak lama Aldi melihat bapak itu pergi ke kamar mandi. Langsung ia tak menunggu lama menyusul ke dalam kamar mandi.
Dalam kamar mandi tersedia dua bilik toilet dan satu wastafel. Ia mencuci mukanya sambil menunggu bapak itu keluar dari toilet.
“Lehernya sakit ya pak?” Tanya Aldi saat si bapak baru keluar.
“Iya mas kok tau? Salah bantal kayaknya” Balas sang bapak sambil memegangi lehernya.
Aldi mempraktekkan sedikit peregangan leher kepada si bapak sembari tangannya mendekati bocah hitam legam itu. Tanpa si bapak sadari Aldi telah mencengkram kuat kepala makhluk itu melepaskannya dari leher si bapak.
Sang bapak berterimakasih ke Aldi atas saran yang diberikan. Memang dirasakan betul lehernya lebih ringan rasannya. Aldi langsung melenggang masuk ke dalam toilet.
Aldi membuka penutup kloset lalu memasukkan badan bocah hitam itu ke dalam kloset, Aldi menekannya kuat-kuat sampai makhluk itu tak bisa melawan dan sedikit gepeng. Lalu Aldi menutup kloset dengan sedikit kasar lalu menekan tombol flush.
“Rasain!”
Aldi tersenyum puas lalu kembali berkumpul bersama Nara.
***
Aldi tak langsung pulang melainkan mengantarkan Nara untuk belanja kebutuhan di supermarket. Hingga ia pulang malam hari.
“Woaaa astaghfirullah!”
Saat Aldi membuka pintu kamarnya, terlihat Suro sudah berdiri di atas kasurnya. Membuatnya kaget terjengkang. Memang ia sudah tak takut melihat berbagai bentuk makhluk astral termasuk Suro, tapi jika ia dikagetkan beda lagi ceritanya.
“Asu” Aldi mendengus kesal tapi dengan suara yang kecil.
Ia menutup pintu kamarnya perlahan lalu mengganti baju, sementara Suro berdiri diam memandangi Aldi yang sedang ganti baju.
“Al kamu merasa aneh dengan rumah itu?” Tanya Suro
“Rumah yang mana?”
“Yang kamu lihat kemarin”
Jika berbicara dengan Suro Aldi selalu menggunakan bahasa baku mengikuti gaya bahasa Suro, maklum dia sudah ada sejak zaman kolonial.
Aldi sendiri sebenarnya ingin mencoba mengeksplore rumah itu, tapi ia sedang mencari siapa sang empunya rumah, ia tak ingin saat sudah masuk malah dipergoki oleh warga. Takut dianggap mau aneh-aneh.
“Kamu hanya perlu memancingnya keluar, tidak perlu sampai masuk ke dalam rumah” Ujar Suro
Aldi sedikit bertanya-tanya.
“Gimana cara mancingnya keluar?”
Suro menceritakan saat Aldi baru pulang dari pos ronda ketiga bapak-bapak kocak tersebut dihantui oleh sang penghuni rumah. Suro juga menjelaskan bahwa jangan sampai tertipu oleh cover sang kuntilanak.
“Penghuni rumah itu cuma satu makhluk aja?”
“Benar, tapi tidak akan semudah itu menaklukkannya”
Aldi mengangguk paham dengan ucapan Suro, ia tidak boleh meremehkan makhluk apapun yang ia hadapi. Ia juga berpikir jika ia bisa menaklukkan makhluk itu maka bapak-bapak tak perlu takut lagi untuk meronda.
Keesokan paginya Aldi disuruh ibunya mengantarkan sayur ke rumah bu Tutik yang merupakan istri pak Jumali. Rumahnya tak jauh dari rumah Aldi.
“Assalamualaikum Pak Jum”
“Waalaikumsalam” Ucap suara dari dalam rumah
Pintu dibukakan oleh bu Tutik. Ia melihat Pak Jumali duduk di kursi menyelimuti dirinya dengan sarung lengkap dengan dua koyo yang ditempelkan di pelipisnya.
“Kenapa pak?”
“Meriang Al” Balas Pak Jumali seraya menyeruput wedang jahe.
“Bapak meriang Al katanya habis liat hantu di pos ronda kemarin” Ucap bu Tutik dari dapur.
“Beneran pak liat hantu di pos ronda?” Aldi bertanya dengan sedikit nada terkejut walaupun ia sudah diberi tahu Suro.
“Iya le, kemarin pas kamu pamitan itu ndak lama bapak liat kuntilanak di belakang pos ronda” Balas Pak Jumali seraya bergidik ngeri.
Pak Jumali menceritakan detail kejadian tanpa ditutupi sedikitpun termasuk sarung pak Yon yang tersangkut paku hingga membuatnya terjungkal. Tak lupa pak Jumali juga mendeskripsikan bagaimana bentuk kuntilanak yang ia temui.
Aldi hanya mengangguk tanpa berani tertawa karena tidak enak melihat kondisi pak Jumali yang sedang meriang.
“Emangnaya siapa yang punya rumah itu pak?”
“Itu rumahnya milik almarhum pak Samsul. Daridulu udah dijual sampe sekarang anaknya yang jual ndak pernah laku. Katanya tiap orang yang mau beli pas lihat-lihat kondisi rumah selalu ngelihat kuntilanak di jendela lantai dua”.
Merasa cukup mendapatkan informasi kini Aldi berpamitan pulang.
Kritik, saran dan masukan dari para readers sekalian sangat berarti bagi author, mengingat ini adalah karya pertama dari author. Happy reading😁