Misteri kematian Revano yang tidak pernah meninggalkan jejak, membuat gadis penderita ASPD tertantang menguak kebenaran yang selama bertahun-tahun ditutupi sebagai kasus bunuh diri.
Samudra High School dan pertemuannya bersama Khalil, menyeret pria itu pada isi pikiran yang rumit. Perjalanan melawan ego, pergolakan batin, pertaruhan nyawa. Pada ruang gelap kebenaran, apakah penyamarannya akan terungkap sebelum misinya selesai?
Siapa dalang dibalik kematian Revano, pantaskah seseorang mencurigai satu sama lain atas tuduhan tidak berdasar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duapuluh Sembilan
Aletha terdiam, sambil menatap langkah Khalil yang kian mendekat. Senyum yang bercampur keringkat membasahi pelipisnya terarah pada Aletha. Seakan mengisyaratkan bahwa dia sudah selesai latihan dan juga sudah selesai dimarahi habis-habisan.
“Jauh-jauh ih bau” gestur tubuh yang mendukung dengan kedua jarinya menjeput hidung. Roona kali ini jadi fokus yang paling menonjol disini, bahkan beberapa dari murid yang tersisa menatap ke arah mereka.
“Emang ekskul tari sekarang?”
“Gue ekskul futsal putri, lo buta?!” Roona menekan nada bicaranya sambil menunjukkan jersey futsal yang masih melekat ditubuhnya. Sementara Venus hanya tertawa ditengah drama yang sesekali Khalil dan sahabatnya ciptakan.
“Ya udah, ngapain masih disini”
“Lo ngusir kita?”
“Lo aja sih, soalnya gue masih ada urusan sama Venus”
Roona menggeram, justru membuat Khalil tertawa geli. Sementara Aletha lebih dulu meninggalkan keributan yang bisa jadi, akan terjadi setelah ini. Venus hanya berusaha agar Maroona tidak mengejar Khalil yang mengikuti Aletha.
“Gue nemu data anak PMR tahun itu dan beberapa list pemain sport yang sempet cidera, gue tahu sih ini nggak penting, tapi bisa jadi lo butuh” pria itu memberikan beberapa lembar yang terlipat di saku celananya. Menampilkan setiap nama anggota dan pasien yang sempat di cidera di beberapa perlombaan sport sekolah maupun diluar sekolah.
“Revano Putra Sach ada disalah satunya, kakak lo pernah fraktur klavikula”
“Patah tulang antara bahu dan lengan, bisa jadi akibat jatuh dengan posisi tangan menumpu atau benturan langsung di area bahu”
Khalil mengangguk, Aletha tahu banyak hal. Seperti satu dunia memang dia kuasai di kapasitas otaknya yang besar itu.
“Ini bisa jadi kenapa kakak lo temenan sama Sean, menurut gue selain pinter akademik dia juga pinter banget soal bahasa dokter,”
“Kakak gue nggak pernah bilang dia patah tulang”
“Itu yang gue maksud, dia dateng ke Sean buat periksa itu karena dia nggak mau keluarganya cemas, mungkin?”
Selain luka tusukan di dada sebelah kiri, dokter forensik juga menemukan patah tulang ringan yang terdapat di tulang selangka. Yang masih belum bisa diidentifikasi sebagai salah satu luka timbul saat kejadian.
“Kita harus ketemu Sean, dia kuncinya”
“Gue lagi usahain, lo masih bisa sabar?”
Aletha menatap manik Khalil, “nomor telepon”
“Nggak aktif”
Aletha melanjutkan langkah, tentu dengan Khalil yang masih setia dengan kebiasaan gadis itu. Mengarahkannya pada lorong yang sempat jadi bukti bisu perdebatan mereka kala itu.
“Cari kunci”
“Kunci apa?”
Aletha mengarah ke gudang lebih tepatnya ruang kecil disebelah gudang. Yang sebagai tempat penyimpanan kunci setiap ruangan disekolah ini. Tatapan Khalil lebih menaruh kecurigaan saat justru anak yang terbilang baru menetas minggu lalu, bahkan tahu dimana letak tempat penyimpanan kunci. Bahkan bisa Khalil katakan hanya orang-orang tertentu saja yang tahu atau bisa dibilang berani datang kesini.
“Ruang Laboratorium”
Khalil masih diam.
“Khal kita nggak punya banyak waktu, lo masih mau gue disini sampe waktu yang nggak bisa kita tentuin karena kita nggak segera menyelesaikan ini?”
Kedua pasang mata mereka bertemu. Hanya ada kecemasan saat kekosongan yang selama ini dia tunjukkan, namun begitu cepat berubah. Saat sadar ekspresi yang tidak seharusnya dia sembunyikan malah tampil. Aletha menghela napas, memegang knop pintu untuk membukanya.
“Semua kode yang ada cuman Pak Gunawan yang tahu”
Gunawan, dia sempat melupakan nama itu. Orang yang beberapa hari terakhir sempat gelisah karena cctv yang dia pasang di kamar mandi siswi tiba-tiba menghilang. Gadis itu menghela napas, menatap setiap kode yang ada di kunci itu terlihat lebih mudah dari yang dia kira.