NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: tamat
Genre:Dunia Lain / Tamat
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~Jejak Di Ashenpeak~

Udara di pegunungan Ashenpeak semakin tipis. Nafas Edrick membentuk uap setiap kali ia menarik udara dingin yang menusuk paru-parunya. Setelah pertempuran melawan Penjaga Bayangan, rombongan itu berjalan lebih waspada.

Darius menoleh ke belakang, memastikan jejak mereka dihapus dengan ranting cemara. “Kita tidak tahu berapa banyak dari mereka yang tersisa,” katanya rendah. “Jika mereka punya markas, mereka pasti tahu kita menuju puncak.”

Selene, yang memimpin di depan, berhenti sejenak untuk memeriksa tanah. Ia berjongkok, jarinya menyentuh bekas tapak sepatu. “Ada orang lain di jalur ini. Bekasnya baru, mungkin hanya beberapa jam yang lalu. Mereka tidak terlalu berusaha menyembunyikan jejak.”

Mira memperhatikan arah tapak itu. “Mereka lebih dulu dari kita. Bisa saja ini pemberontak yang Vornek sebutkan.”

Edrick mengangguk. “Kita percepat langkah. Aku tak mau orang lain menyentuh rahasia pedang ini sebelum kita.”

Mereka bergerak lagi, kali ini lebih cepat. Jalur sempit di tepi jurang memaksa mereka bergerak satu baris. Angin berdesir kencang, membawa suara-suara aneh dari lembah.

Beberapa jam kemudian, mereka menemukan reruntuhan tua. Pilar-pilar batu menjulang dari tanah seperti jari-jari patah, ditutupi lumut dan salju. Di tengah reruntuhan ada sebuah altar batu dengan ukiran tua yang hampir pudar.

Selene berjalan memutari altar. “Ini bukan buatan Averland modern. Ukirannya… sepertinya dari Zaman Api Bintang.”

Darius menarik pedangnya dan mengelilingi area itu, matanya waspada. “Kalau legenda Blade of Ashenlight dimulai dari sini, masuk akal jika ini dijaga ketat.”

Edrick menyentuh altar itu. Saat jarinya menyentuh ukiran, hawa dingin merayap ke kulitnya. Ia menarik tangannya. “Ada sesuatu di sini. Seperti energi lama yang tertinggal.”

Mira mengeluarkan gulungan peta dan membandingkan bentuk pilar dengan tanda-tanda yang pernah ia baca. “Aku ingat sesuatu… Vornek menyebut Ashenpeak menyimpan ‘gerbang’. Tapi dia tak pernah bilang gerbang ke mana.”

Suara langkah-langkah kaki memutuskan percakapan mereka. Dari balik pilar, empat sosok muncul—mereka bukan Penjaga Bayangan. Seragam mereka compang-camping, tetapi simbol pemberontak terlihat jelas di dada mereka.

Pemimpin mereka, seorang pria bertubuh besar dengan bekas luka di wajahnya, menyeringai. “Jadi rumor itu benar. Sang pemegang Ashenlight datang sendiri.”

Darius mengangkat pedangnya. “Kami tidak ingin pertumpahan darah. Mundur sekarang.”

Pria itu tertawa. “Dan membiarkan kalian mengambil apa pun yang ada di sini? Tidak mungkin.”

Sebelum Darius bisa menjawab, dua anak buah pria itu maju dengan pedang terhunus. Selene bergerak lebih cepat, melepas anak panah yang mengenai bahu salah satu musuh. Mira melemparkan kantong debu silau ke arah yang lain, membuat mereka terhuyung.

Edrick menebas lawan yang maju, menghindari serangan balasan, lalu menghantam punggung musuh dengan gagang pedang. Pria bertubuh besar itu melompat ke arahnya dengan kapak besar, dan Edrick hanya sempat menangkis di detik terakhir. Dentuman logam beradu menggema di udara dingin.

Pertarungan berlangsung cepat dan brutal. Darius mengunci pedang lawannya, memutarnya, lalu menebas ke samping. Selene menembakkan panah ke arah kaki musuh lain, menjatuhkannya ke tanah.

Pria bertubuh besar itu terdesak. Edrick menangkis lagi, lalu memutar Ashenlight, memotong sabuk kapak lawan. Kapak itu jatuh ke tanah. Pria itu mengangkat tangannya sebagai tanda menyerah.

“Cukup,” desisnya. “Kalian menang. Tapi kalian juga tidak akan keluar dari Ashenpeak hidup-hidup.”

Edrick menatapnya tajam. “Siapa yang memimpin kalian?”

Pria itu menunduk sebentar. “Kami bukan pemimpin. Kami hanya pion. Tapi seseorang… seseorang dari luar Averland membiayai perang ini. Mereka ingin pedang itu.”

Mira maju selangkah. “Dari luar Averland? Siapa?”

Pria itu tidak menjawab. Sebuah suara siulan pendek terdengar, dan tiba-tiba panah melesat dari balik kabut, mengenai dadanya. Ia jatuh tanpa sempat berkata apa pun lagi.

Selene merunduk, mencari arah serangan. “Penembak jitu! Semua berlindung!”

Mereka berlindung di balik pilar-pilar runtuh. Panah lain melesat, hampir mengenai Darius.

Edrick memandang sekeliling. “Mereka mencoba mencegah kita tahu terlalu banyak. Kita harus bergerak sekarang.”

Mira menunjuk sebuah lorong setengah runtuh di balik altar. “Ke sana! Jalur itu mengarah ke bagian dalam gunung.”

Mereka bergerak cepat, meninggalkan tubuh musuh-musuh mereka. Saat memasuki lorong batu, suara siulan panah terakhir terdengar, mengenai pilar tepat di belakang Edrick.

Di dalam lorong, kegelapan menyelimuti mereka. Hanya obor kecil Mira yang memberi cahaya. Jalur sempit ini terasa seperti perut gunung itu sendiri. Dinding-dindingnya dipenuhi ukiran-ukiran kuno yang samar, menggambarkan sosok-sosok manusia mengangkat pedang ke arah langit.

Selene memandang ukiran itu. “Lihat… itu pedang yang sama. Ashenlight sudah ada sejak awal kerajaan.”

Darius menyentuh salah satu ukiran. “Dan lihat bagian ini—mereka menentang seseorang. Sepertinya ada pengkhianatan besar di masa lalu.”

Edrick berjalan di depan, pikirannya dipenuhi pertanyaan. Siapa sebenarnya yang membiayai perang ini? Dan apa yang sebenarnya disembunyikan Ashenpeak?

Mereka terus menyusuri lorong sampai terdengar suara gemuruh samar—seperti air terjun.

Mira berhenti. “Ada sesuatu di depan.”

Saat mereka berbelok di tikungan, lorong itu terbuka ke ruang luas di dalam gunung. Di tengah ruangan itu berdiri sebuah gerbang batu raksasa, diukir dengan simbol bintang. Air mengalir dari celah-celah dinding, membentuk sungai kecil yang mengitari gerbang.

Edrick melangkah maju, menatap gerbang itu. “Inikah yang dimaksud Vornek?”

Selene menghela napas. “Jika benar, ini bukan sekadar legenda.”

Darius menatap Ashenlight yang tergantung di pinggang Edrick. “Kurasa hanya pedang itu yang bisa membuka gerbang ini.”

Edrick menggenggam gagangnya. “Kalau begitu… mari kita cari tahu.”

1
Siti Khalimah
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!