NovelToon NovelToon
PERNIKAHAN DENDAM

PERNIKAHAN DENDAM

Status: tamat
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Dendam Kesumat / Balas Dendam / Tamat
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Menjelang pernikahan, Helena dan Firdaus ditimpa tragedi. Firdaus tewas saat perampokan, sementara Helena diculik dan menyimpan rahasia tentang sosok misterius yang ia kenal di lokasi kejadian. Kematian Firdaus menyalakan dendam Karan, sang kakak, yang menuduh Helena terlibat. Demi menuntut balas, Karan menikahi Helena tanpa tahu bahwa bisikan terakhir penculik menyimpan kunci kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Langit sore mulai berwarna jingga.

Angin berhembus lembut, membawa aroma tanah basah dan wangi bunga melati dari taman pemakaman.

Helena berdiri di sisi kanan, mengenakan mantel abu-abu panjang dan syal tipis yang menutupi luka di lengannya.

Karan berjalan pelan di sampingnya, wajahnya tenang tapi sorot matanya penuh pertanyaan.

Di depan mereka, terhampar sebuah batu nisan putih dengan tulisan yang sudah mulai pudar:

“Helena K. Wardhana — 1992–2017”

Anak yang baik, teman yang setia, dan cinta yang tak pernah padam.

Helena berhenti beberapa langkah dari nisan itu.

Ia menatap nama di batu itu lama sekali.

Karan diam di belakangnya, kedua tangannya di saku mantel.

“Ini… makamnya?” tanya Karan pelan, suaranya bergetar.

Helena mengangguk, menatap nisan itu dengan mata sayu.

“Ya, Mas. Ini makam Helena yang asli. Teman kecilmu.”

Karan menelan ludah, langkahnya goyah saat mendekat.

Ia berlutut di depan nisan itu, jarinya menyentuh huruf-huruf di batu yang dingin.

“Jadi… selama ini aku salah,” bisiknya lirih.

“Orang yang bersamaku… bukan Helena yang aku kenal dulu.”

Helena menunduk, tangannya menggenggam erat bunga lili putih yang ia bawa sejak tadi.

Ia meletakkannya pelan di atas batu nisan, lalu menatap Karan dengan mata berkaca.

“Maafkan aku, Mas. Aku tidak pernah bermaksud menipu. Saat aku menyelamatkan Helena waktu penculikan itu, dia sudah tidak sadar. Aku bawa dia keluar dari mobil itu, tapi…”

Helena berhenti sejenak, suaranya bergetar.

“…aku tidak bisa menyelamatkannya.”

Karan memejamkan matanya, bahunya sedikit bergetar.

Hening panjang menyelimuti mereka berdua.

“Setelah kejadian itu, tim kami memintaku mengambil identitasnya untuk menutup kasus. Aku tidak bisa menolak perintah. Tapi aku tidak pernah menyangka jika aku akan bertemu denganmu.”

Karan menoleh perlahan ke arahnya, tatapannya campuran antara duka dan bingung.

“Jadi kamu menggantikannya, bukan karena tugas semata.”

Helena menggeleng pelan, air matanya jatuh.

“Awalnya iya. Tapi setelah aku mengenalmu, melihat caramu mencintai, melindungi, dan bahkan menderita karena kehilangan Helena…”

Ia menatap mata Karan langsung, suaranya bergetar.

“Aku sadar aku jatuh cinta padamu. Bukan sebagai penyamar. Tapi sebagai diriku sendiri.”

Karan terdiam lama, menatap batu nisan di depannya.

Angin sore berhembus pelan, membuat daun-daun kering beterbangan di sekitar mereka.

Akhirnya, ia berdiri, melangkah mendekat ke Helena, lalu memegang bahunya dengan lembut.

“Kalau begitu, mulai hari ini, aku tidak ingin memanggilmu ‘Helena’ karena masa lalu.”

Helena menatapnya dengan bingung, air matanya masih menetes.

“Lalu… karena apa?”

Karan tersenyum tipis, meski matanya tetap basah.

“Karena sekarang, nama itu bukan milik masa laluku.”

Ia menyentuh pipi Helena lembut.

“Nama itu milikmu wanita yang menyelamatkan hidupku, dan yang kupilih untuk bersamaku.”

Helena terisak pelan, lalu menunduk dan memeluk Karan erat.

“Terima kasih, Mas, Aku tidak tahu apakah aku pantas menerima itu.”

Karan membalas pelukannya, membiarkan dirinya larut dalam kehangatan yang tenang di tengah dinginnya angin sore.

Di belakang mereka, matahari perlahan tenggelam, meninggalkan warna keemasan di langit.

Bunga-bunga di atas makam bergoyang lembut, seolah mengucap selamat tinggal bukan hanya untuk Helena yang telah tiada, tapi juga untuk masa lalu yang akhirnya mereka kubur bersama.

Kemudian Karan mengajak istrinya untuk pulang ke rumah.

Mobil hitam Karan berhenti perlahan di depan halaman rumah.

Cahaya lampu teras menyala lembut, menyoroti taman kecil yang tampak damai setelah hari yang panjang.

Helena membuka pintu mobil terlebih dahulu, angin malam menyentuh wajahnya.

Ia menatap langit sebentar bintang-bintang bertaburan di atas sana, seolah memberi tanda bahwa semuanya mulai berubah ke arah yang lebih tenang.

Karan menutup pintu mobil di belakangnya, menatap Helena sekilas dengan senyum hangat.

“Akhirnya sampai rumah.”

Helena mengangguk pelan, senyum kecil muncul di wajahnya yang lelah.

“Tempat yang paling aku rindukan.”

Begitu mereka melangkah masuk, suara langkah tergesa menyambut dari arah ruang tamu.

“Pak Karan! Nyonya Helena!”

Suara Bi Fia terdengar parau namun bahagia. Perempuan tua itu segera mendekat, matanya berkaca-kaca.

“Ya Tuhan, kalian sudah pulang. Saya hampir tidak bisa tidur, memikirkan keadaan Nyonya,” ucapnya sambil memegang tangan Helena.

“Saya baik-baik saja, Bi. Terima kasih sudah menjaga rumah.”

Dari arah dapur, Dion muncul dengan wajah lega tapi tetap siaga seperti biasanya.

“Selamat datang kembali, Tuan, Nyonya.”

Ia menunduk sedikit, lalu menatap Karan dengan pandangan profesional.

“Semua sistem keamanan sudah saya periksa ulang. Rumah ini aman.”

“Bagus. Terima kasih, Dion. Sekarang istirahatlah sebentar. Kita makan malam bersama.”

Dion tampak kaget sejenak, tapi kemudian mengangguk.

“Baik, Tuan.”

Beberapa menit kemudian, ruang makan besar dipenuhi aroma makanan hangat.

Bi Fia menata piring dan mangkuk di atas meja panjang.

Ada sup ayam bening, tumisan sayur, dan roti panggang buatan sendiri.

Helena duduk di sisi kanan Karan. Wajahnya tampak lebih tenang, meski masih ada gurat luka di lengannya yang terbalut perban.

Dion duduk agak di ujung meja, canggung tapi jelas tersentuh dengan suasana yang hangat itu.

“Sudah lama sekali aku tidak merasakan makan malam seperti ini,” ucap Karan sambil menatap sekeliling, nada suaranya lembut.

“Ya, rasanya seperti pulang ke kehidupan yang dulu kita impikan.”

“Amin, Nyonya. Semoga kedamaian ini bertahan lama.”

Dion menambahkan dengan nada serius tapi tulus,

“Dan semoga tidak ada lagi serangan seperti kemarin.”

Karan mengangguk, menatap semua orang di meja.

“Kalian berdua sudah seperti keluarga bagi kami. Terima kasih karena tetap bersama kami, bahkan di saat-saat paling berbahaya.”

Bi Fia menunduk malu, Dion hanya mengangguk dengan mata yang sedikit berkaca.

Helena menatap Karan lama.

“Mas…” panggilnya pelan.

“Ya, Sayang?”

“Terima kasih, karena masih mau makan bersama perempuan yang ternyata bukan Helena yang kamu kenal dulu.”

Karan menggenggam tangannya di atas meja, menatapnya dalam-dalam.

“Yang duduk di depanku sekarang adalah perempuan yang menyelamatkan hidupku, melindungiku, dan membuatku percaya bahwa cinta tidak selalu harus dimulai dari masa lalu.”

Helena terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil dengan mata berkaca.

Bi Fia cepat-cepat mengusap air matanya dari jauh.

“Aduh, romantis sekali, Tuan dan Nyonya ini,” gumamnya.

Semua tertawa kecil. Suasana menjadi ringan, hangat, seperti rumah yang kembali bernyawa setelah sekian lama dipenuhi duka dan rahasia.

Karan mengangkat gelas airnya.

“Untuk awal baru,” katanya tegas.

Helena mengangkat gelasnya, diikuti Bi Fia dan Dion.

“Untuk awal baru,” ulang mereka serempak.

Di luar, angin malam berembus lembut, membawa kehangatan dari ruang makan itu menembus tirai jendela.

Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, rumah besar itu benar-benar terasa hidup bukan dengan ketakutan, tapi dengan harapan baru.

1
Freya
semangat berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!