Kembar, Cinta Dan Pilihan

Pagi kembali menyapa. Anna duduk diam di atas sofa di dalam kamar utama. Gadis itu menatap lekat laki-laki yang masih terlelap di atas ranjang yang entah mengapa ia pun terlelap di sana. Apakah laki-laki ini yang memindahkan tubuhnya? Mustahil! Ataukah penyakitnya yang selalu berjalan saat tidur kembali kambuh? Matilah dia. Beruntung, pagi ini ia yang lebih dulu terjaga. Entah apa yang akan dilakukan Rendra padanya, jika laki-laki ini mendapati tubuh besar nya itu sedang di peluk oleh Anna.

Anna merinding membayangkan amukan Rendra. Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri sambil terus menatap Rendra yang masih saja tenang dalam tidurnya. Anna melangkah mendekati ranjang. Sebelum ke kamar mandi untuk membersihkan diri, ia ingin kembali memastikan jika Rendra benar-benar masih terlelap.

“Apa yang sedang kamu lihat? Awas nanti ngiler kamu karena melihat wajah tampan ku saat bangun tidur.” Suara Rendra yang begitu tiba-tiba, membuat Anna terkejut hingga hampir terjatuh ke lantai, untung saja laki-laki itu segera menarik tubuh nya dan terjatuh di atas ranjang.

“Apa yang kamu lakukan?” Anna memukul tubuh Rendra yang kini sudah berada di bawah tubuhnya.

“Aku menyelamatkan kamu, gadis bodoh!” Rendra mendorong tubuh Anna, hingga terguling ke sisi lain ranjang. “Pergi mandi sana. Sebentar lagi aku akan antar kamu dan Mami ketemu Papa kamu.” Rendra meraih ponsel nya dari atas nakas, dan memeriksa beberapa pesan dari Melisa karena semalam ia terus mengabaikan panggilan dari kekasihnya itu.

“Kenapa ketemu Papa?” Tanya Anna.

Rendra mengalihkan tatapan-nya dari layar ponsel. Keningnya berkerut. Ia menatap heran gadis yang kini juga tengah menatap penuh tanya ke arahnya. Mustahil jika Ananta melupakan kebiasaan ini. Setiap kali Mami kembali dari Paris, gadis ini yang akan memohon, meminta untuk ditemani pulang ke rumah orang tua nya agar tidak kehilangan muka di depan ibu tirinya. Lalu, kenapa ia malah bertanya? Ananta yang kembali dari luar kota, benar-benar berbeda dari Ananta yang ia kenal sejak mereka masih kecil.

“Maksud aku. Ngapain ketemu mereka. Buang-buang waktu aja.” Anna beranjak dari ranjang, dan bersiap masuk ke dalam kamar mandi. Benar-benar sial, ia tidak sempat menanyakan hal-hal yang menyangkut kedua orang tua Ananta.

“Kamu tahu kan, Papa kamu dan Mami itu sahabat sejak mereka masih bayi. Jadi, kita berdua hanya bisa tunduk sama semua perintah.” Jawab Rendra. “Tenang aja, ada aku dan Mami. Kamu enggak perlu khawatir tentang apa pun. Cukup bawa tubuh kamu aja.” Meskipun masih merasa ada yang ganjal, Rendra tidak lagi memikirkannya. Ia kembali mengalihkan tatapannya, dan mulai memeriksa satu per satu pesan dari Melisa.

Sedangkan Anna, sudah memilih masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia tidak lagi mengeluarkan kata dan membahas tentang kunjungan mereka ke rumah orang tua Ananta hari ini. Ia tidak tahu apa pun tentang orang tua gadis itu, karena yang mereka rencankan hanyalah Rendra. Jadi, dari pada ia membuat Rendra curiga dan malah menciptakan masalah baru, lebih baik ia diam dan ikuti saja apa yang akan terjadi hari ini.

“Kamu tahu kan, Mami sedang ada di rumah.”

Suara dari balkon kamar tidur utama terdengar jelas hingga ke dalam kamar. Anna yang baru saja selesai berganti pakaian, duduk dengan tenang di atas sofa. Sesekali ia mengamati laki-laki yang masih mengenakan piyama itu, dengan diam. Sepertinya, Rendra sedang menjelaskan banyak hal pada kekasih nya. Tiba-tiba, sudut bibir Anna terangkat. Ide jahat masuk ke dalam otaknya. Ingin sekali ia membuat wanita yang telah begitu banyak membuat Ananta terluka itu, juga merasakan hal yang sama.

“Sayang, kamu enggak mandi?” Anna berdiri di pintu pembatas kamar dan balkon. Gadis itu melipat taangannya di dada dan tersenyum jahat saat menatap wajah terkejut Rendra. “Semalam kamu hebat banget deh. Aku suka.” Suara manja dan menggoda kembali terdengar, hingga mampu membuat wanita yang masih berada di ujung ponsel Rendra berteriak histeris.

Melihat Rendra terburu-buru mengakhiri panggilan, Anna bergegas menjauh dari sana. Dengan setengah berlari, ia melangkah menuju pintu kamar dan keluar dari sana sebelum mendapat amukan dari laki-laki yang kini terlihat kalang kabut itu.

“Mami tolong aku. Rendra sudah gila...” Anna berteriak keras sambil terus menuruni satu persatu anak tangga dengan langkah yang sangat cepat.

Sedangkan Rendra, hanya bisa berhenti pasrah saat melihat wanita paruh baya yang kini sudah menatap tajam dan bersiap menerkamnya. Jika ia terus melanjutkan langkah menangkap gadis yang sudah memberinya masalah besar pagi ini, sudah pasti ia akan menerima masalah jauh lebih besar lagi dari ibunya. Dan hidupnya pun akan semakin runyam nanti. Apalagi jika sang ibu tahu, penyebab ia mengejar Ananta pagi ini adalah Melisa.

“Cepat mandi sana, sebentar lagi waktu sarapan. Mertua mu pasti sudah menunggu.” Wanita paruh dengan wajah garang itu mengusir putranya agar segera pergi membersihkan diri.

“Kamu punya hutang padaku, Ananta. Jangan lupa menghitungnya, dan aku pastikan malam ini kamu akan membayarnya di atas ranjang kita.” Ujar Rendra dengan tatapan jahatnya.

Di samping ibu mertuanya, Anna terdiam. Tubuhnya merinding ketakutan. Sepertinya, malam ini akan ada masalah baru dalam hidupnya. Yah, semua memang seperti itu. Setiap sikap yang akan ia ambil, pasti akan ada konsekuensinya. Bodoh amatlah. Yang paling penting, pagi ini ia sudah meresa menang selangkah dari gundik yang bernama Melisa itu.

Di sisi lain, Mami yang mendengar kalimat mesum putranya, terlihat tersenyum senang. “ Jadi perubahan mu ini termasuk strategi, ya? Dan sepertinya kamu berhasil” Wanita paruh baya itu masih tersenyum senang.

Anna ikut tersenyum. Terlihat jelas rona merah di wajahnya saat mendengar kalimat mami mertuanya.

“Mami tahu, selama ini kamu selalu berusaha keras menarik perhatian Rendra. Dan sepertinya, rencana perubahan kali ini, berhasil membuka otak laki-laki bodoh itu. Annanta, jangan menyerah pada nya yaa. Melisa bukan gadis baik.” Ucap wanita itu lagi sambil menggenggam tangan Anna.

Anna hanya bisa mengangguk. Ingin sekali ia menanyakan perihal Melisa, tapi ia takut membuat wanita ini curiga. Biarlah, perlahan ia akan mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Seorang ibu, begitu membenci kekasih dari putranya, tidak mungkin jika hanya karena perbedaan kehidupan sosial mereka. Tapi, ibunya Raksa juga seperti itu. Wajah Anna tiba-tiba sedih saat mengingat tentang Raksa.