Wulan Candramaya, seorang gadis belia yang terpaksa turun gunung atas permintaan bapaknya untuk menikah dengan seorang penguasa dari istana Nagari. Juragan Nataprawira, laki-laki dewasa yang berwajah tampan, tapi terkenal dengan kekejamannya.
Laki-laki berusia tiga puluh lima tahun, memiliki tiga orang istri dan satu orang anak. Wulan adalah istri keempatnya, istri tebusan hutang bapaknya.
Wulan dibuang ke gunung Munding sejak kematian sang ibu oleh bapaknya sendiri. Gunung yang tak terjamah oleh manusia dan konon dihuni oleh para demit. Wulan setuju menikah hanya untuk mengungkapkan misteri kematian sang ibunda tercinta.
Bagaimana Wulan menghadapi intrik licik dari para istri juragan di istana itu? Misteri apa saja yang Wulan temukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Nyai, juragan sudah kembali," lapor seorang pelayan kepada Ningsih yang menunggu kabar.
"Bagus! Malam ini jalankan rencananya," katanya penuh semangat. Ia beranjak untuk bersiap, malam nanti pasti akan menjadi malam yang menggairahkan bagi mereka.
Di paviliun bulan, Wulan baru saja selesai membersihkan diri. Ia duduk di depan cermin, menyisir rambutnya yang panjang sepinggang. Rambut lurus dan hitam, terasa halus dan lembut.
"Neng, memangnya ada apa? Kenapa juragan tidak boleh makan dari dapur lain? Biasanya kalau juragan pulang dari menginap di luar, ketiga nyai di istana ini akan membawakan makanan untuk juragan, dan selama ini juragan baik-baik saja," ujar Bi Sumi mengingat setiap kejadian yang telah lalu.
"Coba Bi Sumi ingat-ingat, kali ini perbedaannya apa?" Wulan tetap tenang, terus menyisir rambut tanpa terganggu.
Bi Sumi berpikir, perbedaan yang dimaksud Wulan.
"Apa mungkin kali ini juragan tidak sendiri? Kalau diingat-ingat juragan memang tidak pernah mengajak mereka untuk menginap di luar," tebak Bi Sumi setelah menyadari perbedaan kepergian sang juragan kali ini.
"Bibi benar, tapi apa itu benar, Bi? Juragan tidak pernah bepergian dan menginap bersama istri-istrinya?" Wulan berbalik menghadap Bi Sumi, wajahnya serius dan ragu pada pertanyaannya sendiri.
"Itu benar, Neng. Juragan memang tidak pernah mengajak mereka pergi meskipun mereka memaksa ikut. Juragan juga selalu bersikap dingin pada mereka," beritahu Bi Sumi membuat Wulan mengernyitkan dahi.
"Ini sangat bertolakbelakang dengan sikap juragan terhadap saya. Juragan juga selalu mengatakan bahwa saya istri sahnya. Apakah mereka bertiga bukan istri juragan?" tutur Wulan dengan bingung.
Bi Sumi menghela napas panjang, duduk di kursi berhadapan dengan Wulan. Pandangannya jauh mengawang ke langit-langit kamar, mengingat setiap kejadian yang terjadi di istana Nagari.
"Dulu, juragan punya pengasuh sekaligus pelayan pribadi yang sangat baik, cantik, dan lembut. Dia menjaga juragan dengan nyawanya. Sama seperti Neng Wulan selalu memperingatkan juragan kalau ada sesuatu yang salah. Dia selalu mewanti-wanti juragan untuk berhati-hati terhadap perempuan, kecuali perempuan yang membawa ketenangan pada diri juragan," ungkap Bi Sumi membuat Wulan tertegun.
Dulu, ibu juga bekerja di istana ini sebagai pelayan. Kemudian, mati secara mengenaskan. Entah apa yang terjadi padanya di masa itu?
Wulan tertegun, mengingat sang ibu yang meninggal secara tragis. Katanya terjatuh dari menara saat sedang membersihkan, terpeleset karena lantai yang licin. Padahal jelas sekali saat itu Wulan melihat aura hitam menggumpal di kepala ibunya.
Ia menatap Bi Sumi, ingin bertanya kepadanya. Namun, Wulan belum mempercayai orang-orang di istana Nagari sepenuhnya meskipun Bi Sumi selalu baik kepadanya.
"Ke mana perempuan itu sekarang, Bi?" tanya Wulan dengan pelan.
Jantungnya terasa berdebar, seolah-olah ada ikatan batin antara dirinya dan wanita yang diceritakan Bi Sumi.
Riak wajah Bi Sumi berubah, gugup dan sedikit pucat. Belum saatnya dia menceritakan kepada Wulan tentang semua itu.
"Sudah mau malam, saya akan memeriksa dapur dulu," ucap Bi Sumi seraya beranjak dari kursi dan pergi ke dapur.
Ia menghela napas panjang, berhadapan dengan Wulan membuatnya gugup. Terbayang kejadian saat itu, saat Dewi melayang dari ketinggian dan terjatuh di atas tanah. Bi Sumi meneteskan air mata, kemudian pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka.
"Pelayan pribadi juragan? Baik dan cantik? Siapa? Apakah juragan menyukai pelayannya itu?" gumam Wulan begitu penasaran dengan perempuan dalam cerita Bi Sumi.
Ugh!
"Dada saya sakit sekali!" Ia memegangi dadanya yang terasa sakit tiba-tiba. Air mata jatuh tanpa terasa, Wulan bingung apa yang terjadi pada dirinya.
"Tenang saja, Bu! Saya pasti akan menemukan kebenaran atas kematian ibu," ucapnya pada diri sendiri.
kita sambung esok🤭😅