Alaric Sagara, tiba tiba hidup nya berubah setelah istri yang di cintainya pergi untuk selama lamanya karena malahirkan bayi mereka ke dunia.
Kepergian sang istri menyisakan trauma mendalam di diri Aric, pria yang semula hangat telah berubah menjadi dingin melebihi dingin nya salju di kutub utara..
Faza Aqila, sepupu mendiang sang istri sekaligus teman semasa kuliah Aric dulu kini statusnya berubah menjadi istri Aric setelah 3tahun pria itu menduda. Faza telah diam diam menaruh cinta pada Aric sejak mereka masih sama sama duduk di bangku kuliah.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka dan akankah Faza mampu membuka hati Aric kembali...
Happy Reading 💜
Enjoy ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ratu_halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 14
"Selamat datang, Nona Faza. Tak menyangka bisa bertemu dengan anda lagi di hari ini.."
Sambutan hangat dari Tuan Ramon justru membuat Aric muak mendengarnya.
"Tapi, Ada keperluan apa Tuan Aric disini ?" tanya Tuan Ramon dengan nada sinis menyindir saat melihat Aric di samping Faza.
"Beliau datang bersama saya, Tuan Ramon.." Sela Faza yang berhasil membuat Aric senang namun tetap dalam mode datar.
Ekspresi Tuan Ramon langsung berubah, dengan nada dingin Tuan Ramon mempersilahkan Faza untuk duduk..
"Jadi bagaimana ? Apa tawaran anda masih berlaku ?" tanya Faza tanpa basa basi. "Saya sudah mencabut laporan kepolisian." Sambung Faza sambil memperlihatkan selembar kertas pencabutan laporan.
Tuan Ramon tersenyum puas, "Bagus. Anda memang bijak, Nona Faza. Saya sangat senang bisa mengenal wanita yang cepat mengambil keputusan seperti anda." Sanjung Tuan Ramon, tulus..
Aric mengepalkan tangannya. Dadanya terasa panas karena terbakar api cemburu..
Sesaat kemudian, Tuan Ramon menghubungi seseorang..
"Bawa barang itu ke ruangan ku sekarang!" ucap Tuan Ramon dalam sambungan singkat tersebut.
Faza hanya diam, namun dalam batin nya Faza marah. Ternyata benar, Tuan Ramon lah dalang di balik pencurian Lukisan di galery Faza. Namun Faza masih belum yakin dengan alasan di balik perbuatan pria itu.
Tak berselang lama, dua orang masuk membawa Lukisan yang hilang.
Faza pun reflek bangun dari duduknya, melangkah ke arah lukisan itu lalu memejam sejenak untuk menetralkan emosinya..
"Lukisan ini masih seperti sebelumnya. Anda bisa periksa sendiri jika tak percaya."
Faza mengulurkan tangan nya, memeriksa setiap inci lukisan tersebut..
Ya. Dapat Faza pastikan lukisan itu masih mulus seperti sebelumnya.
"Jangan lupa Nona Faza.. Ada harga yang harus anda bayar jika ingin membawa kembali Lukisan ini!"
Baru saja Tuan Ramon berkata begitu, Aric kembali tersulut emosi nya.
"Apa maksud anda, Tuan Ramon ? Jelas-jelas anda yang sudah mencuri lukisan ini dari galery istri saya.." Jelas Aric tak terima
"Berapa saya harus membayar nya, Tuan Ramon ?" Sela Faza membuat Aric semakin marah.
"FAZA!" Aric sedikit menaikkan nada bicaranya untuk memberi peringatan bahwa tak semestinya Faza menanggapi ucapan Tuan Ramon.
Tuan Ramon terkekeh, "Baiklah, saya hanya minta satu permintaan saja pada anda, Nona Faza.. Saya ingin mengajak anda makan malam berdua di pulau pribadi saya!" Ucap Tuan Ramon dengan wajah innocent.. "Hanya berdua.." Katanya lagi sembari melirik Aric. Pria itu Seperti sengaja menyulut emosi Aric untuk kesekian kali nya.
BUGH!
Satu bogem mentah Aric layangkan cukup keras ke wajah Tuan Ramon hingga pria itu terhuyung nyaris tumbang.
"MAS!!!!" Faza memekik, kaget.
Sementara saat Aric yang seolah tak puas, dia langsung mendorong tubuh Tuan Ramon dan membuatnya jatuh. Aric duduk di atas dada pria itu dan ingin melayangkan pukulan nya sekali lagi..
"MAS CUKUP, MAS..." Faza mencoba menarik Aric, namun tenaganya tak cukup kuat..
Mendengar keributan di dalam ruangan, dua orang pria yang tadi membawa lukisan kembali masuk dan langsung menarik paksa Aric dari atas tubuh Tuan Ramon.
Tuan Ramon tersenyum sambil mengusap sudut bibir nya yang pecah dengan ibu jari nya..
"Tuan Ramon, saya akan menghubungi anda lagi. Maaf atas keributan yang terjadi, saya permisi."
Faza memaksa Aric untuk keluar dari ruangan Tuan Ramon. Menarik pergelangan Aric dengan kasar.
Sesampainya di parkiran, Faza langsung memarahi Aric..
"Kamu ini apa-apaan sih, Mas..?! Kenapa kamu memukul Tuan Ramon seperti tadi, ha ? Kamu membuat masalah yang seharusnya seleai menjadi semakin runyam!"
"Kamu bertanya kenapa aku memukul dia ? Seharusnya aku bunuh dia sekalian!!" Terlihat jelas pancaran kemarahan di wajah Aric. Matanya memerah bahkan rahangnya terlihat mengeras sempurna.
"Kamu berlebihan, Mas!" Faza memalingkan wajah.
"Aku....berlebihan ? Aku...berlebihan ?" Beo Aric sambil menunjuk ke wajahnya sendiri. Kemudian Aric menggeleng tak percaya.
"Sekarang aku tanya padamu, Apa pantas seorang wanita yang sudah bersuami di ajak makan malam berdua, dan bukan di tempat biasa tapi di pulau pribadi pria sialan itu!! Jawab ?! Apa pantas ???" Aric memegang kedua bahu Faza. Kuat dan terasa sedikit menyakitkan. Bentakan itu seketika membuat nyali Faza ciut. Dia takut kalau kalau Aric akan kelepasan seperti waktu itu..
"Aku rasa itu bukan masalah besar. Hanya makan malam biasa." Suara Faza melemah
Aric di buat semakin sesak nafas dengan respon Faza.. "Kamu bilang bukan masalah besar ? Hanya makan malam biasa ? Astaga, Faza... Kamu tidak mungkin sebodoh itu hingga tak tau maksud dari ucapan si Gila Ramon, kan ?"
"Tidak masalah jika kamu menganggap ku bodoh. Client ku lebih penting, aku harus bertanggung jawab sampai akhir." Faza tetap pada pendirian nya. Harga lukisan itu menebus angka milyaran. Faza tak sanggup jika harus mengganti dengan nominal sebesar itu. Tabungan nya tak akan cukup.
"Lalu bagaimana dengan harga diri mu ?"
Faza terdiam sesaat, menghirup dalam dalam udara di sekitarnya. Berbicara dengan Aric selalu membuat nya frustasi. Kesal. Marah.
"Kenapa dengan harga diri ku ?"
"Sebagai seorang Istri kamu seharusnya punya harga diri!! Kamu sama saja dengan perempuan murahan di luar sana!!"
PLAK!
Faza menampar Aric dengan sekuat tenaganya.
Bukan hanya Aric yang terkejut dengan tamparan itu, bahkan Faza pun sampai mematung sambil melihat ke arah telapak tangan nya yang memerah..
Mereka tak menyadari sudah menjadi pusat perhatian beberapa orang yang berlalu lalang disana. Untunglah tak ada yang merekam kejadian itu.
Sedetik kemudian, Aric menarik tangan Faza, menuntun paksa wanita itu masuk ke dalam mobil.
Aric mengemudikan mobil itu dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia marah, sangat marah. Bukan pada Faza, tapi pada diri nya sendiri.
"Ayo..." Sesampainya di tujuan, Aric langsung memegang tangan Faza lagi untuk membantu nya turun dari mobil. Genggaman itu tak sekuat tadi, namun menuntut Faza untuk patuh.
"Aku nggak mau! Lagi pula tempat apa ini ?" Faza panik sambil memperhatikan sekitar. Sebuah gedung apartemen mewah yang berada di pusat kota.
"Kenapa kamu membawa aku kesini ?" tanya Faza namun tak di hiraukan oleh Aric. Mereka berdua sudah masuk ke dalam lift. Aric menekan tombol untuk ke Lantai 9.
Setelah sampai di lantai 9, Aric keluar dari lift lebih dulu. "Ayo!" ucap Aric namun Faza masih diam di tempatnya. Aric yang kesabarannya sudah hampir habis, kembali menarik tangan Faza lagi.
"Masuk!" Titah Aric dengan suara pelan tapi tegas. Aric membuka pintu di unit apartemen miliknya..
Di dalam apartemen, Faza langsung di kejutkan ketika melihat ruang tamu yang di penuhi foto-foto dirinya..
Sementara Aric, pria itu langsung menuju dapur untuk mengambil air dingin untuk menurunkan emosinya..
Segelas air dingin tandas tak bersisa. Setelah itu, Aric membasuh wajah nya di wastafel dapur..
Aric melepas jas serta dasi nya dengan kasar, di taruh nya dua benda itu di atas meja bar di dapur kemudian menggulung lengan kemejanya sampai siku..
Setelah dirasa emosinya sedikit teredam, Aric kembali ke ruang tamu. Di lihat dari jaraknya berdiri, Faza sedang terdiam sambil terus memperhatikan dengan raut bingung setiap foto yang terpajang di dinding dan di atas nakas..
Aric berjalan menghampiri Faza lalu tanpa ragu melingkarkan tangannya di perut Faza, memeluk Faza dari belakang.
"Mas!" Faza terlonjak kaget, dia pun berusaha untuk melepaskan lingkaran tangan Aric di tubuhnya. "Lepas, Mas!"
"Sssttt... Biarkan seperti ini dulu.. Sebentar saja..." Aric memeluk Faza semakin erat, menjatuhkan dagu nya di bahu wanita itu.
Faza terdiam mematung.
"Maaf..." Kata Aric dengan suara rendah tepat di telinga Faza. Nafas nya berhembus menyapu bulu bulu halus di leher Faza..
"Aku salah. Tidak seharusnya aku memakai kekerasan!" Sambung Aric lagi dengan suara parau..
Cupp!
Aric mencium leher Faza membuat Faza memejam kegelian..
Aric memutar tubuh Faza, membuat perempuan itu kini menghadap ke arah nya..
"Maafkan aku.... Maaf atas semua rasa sakit yang aku lakukan padamu selama ini, termasuk ini..." ucap Aric sambil memasukkan jemarinya di selai rambut Faza, membelai pipi Faza dengan lembut..
"Faza Aqila, kamu istri ku. Hanya milikku. Aku mohon padamu, jangan pernah mengatakan tentang perpisahan lagi. Aku pernah kehilangan dan aku tidak mau merasakan nya lagi untuk yang kedua kali!!" Aric meneteskan air mata. Di hadapan Faza, Aric menyesali perbuatan nya. Menyesal karena terlalu menyepelekan, Menyesal karena terlalu lama hidup dalam bayang-bayang masa lalu.
Melihat Aric yang menangis sampai tersedu-sedu, hati Faza jadi tak tega. Sejujurnya, Faza masih mencintai Aric. Sangat mencintai nya. Sampai detik ini pun di hati Faza hanya ada nama Aric. Sejak mengenal cinta, tak ada pria lain selain Alaric Sagara.
Tangan Faza terulur menghapus air mata di wajah Aric..
Aric memegang tangan Faza lalu mencium telapak tangan nya, hangat dan lama..