NovelToon NovelToon
40 Hari Sebelum Aku Mati

40 Hari Sebelum Aku Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Fantasi / Reinkarnasi / Teen School/College / Mengubah Takdir / Penyelamat
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

Bagaimana rasanya jika kita tahu kapan kita akan mati?
inilah yang sedang dirasakan oleh Karina, seorang pelajar SMA yang diberikan kesempatan untuk mengubah keadaan selama 40 hari sebelum kematiannya.
Ia tak mau meninggalkan ibu dan adiknya begitu saja, maka ia bertekad akan memperbaiki hidupnya dan keluarganya. namun disaat usahanya itu, ia justru mendapati fakta-fakta yang selama ini tidak ia dan keluarganya ketahui soal masa lalu ibunya.
apa saja yang tejadi dalam 40 hari itu? yuk...kita berpetualang dalam hidup gadis ini.

hay semua.... ini adalah karya pertamaku disini, mohon dukungan dan masukan baiknya ya.

selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10. Ketahuan

Senja belum juga datang menggantikan teriknya matahari sore itu, namun awan hitam yang datang bersama dengan rintik hujan membuat gelap langit Jakarta. Karina berlindung dari dingin angin basah yang masuk lewat ventilasi kamarnya, dalam bad cover tebal menutup tubuhnya sampai ke dada. Berbaring juga disebahnya, Putri si hantu ramah dengan senyuman khas yang beberapa hari ini tidak Karina lihat selama perjalannya ke Bandung.

“Mama kak Karin gak curiga kan, sama kepergian kakak ke Bandung kemarin?”

Karina menggeleng pelan. Matanya masih menatap rinai hujan lewat jendela.

“Jadi kak Dimas tau kalau kakak mencari papa kak Karin?”

Karina mengangguk.

“Kakak cerita gak soal aku dan apa yang terjadi sama kakak?”

Kembali Karina menggeleng. Belum sepatah katapun keluar dari mulutnya. Pikirannya masih tertinggal di kota Bandung, tepatnya di kamar rumah sakit tempat oma Surya dirawat. Putri mengamati sejenak wajah Karina yang asyik dengan segala pertanyaan-pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya. Lalu mengikuti arah tatapan mata Karina kearah luar jendela. Dingin menyergap dianyara mereka, dalam hening yang juga belum mencair.

Karina bukannya tak memiliki kesimpulan yang ia Tarik dari serangkaian informasi yang sampai saat ini sudah ia kumpulkan, namun ternyata ia masih terlalu takut untuk mempercayai kesimpulan yang ia buat sendiri. Sedangkan masih terlalu banyak labirin-labirin yang menyelimuti langkah perjalannya.

Ia harus kembali ke Bandung, secepatnya. Ia tak punya banyak waktu lagi. Waktunya sudah tidak lebih dari satu bulan. Ya, tentu jika kematian itu sedang benar-benar menunggunya. Tapi, bagaimana caranya? Bagaiamana caranya untuk pergi ke Bandung tanpa harus mengatakan itu pada mama?

“Aku harus segera balik Ke Bandung, Put. Harus.”

“Iya, Putri mengerti.”

“Tapi bagaimana ijin ke mama ya?”

“Apa gak sebaiknya jujur saja ke mama, kak?”

“Ah… tidak mungkin. Mama gak bakal ijinin.”

Mendesah, keduanya mendengus seolah menemui jalan buntu.

“Apa kakak sama sekali gak dapat petunjuk soal papa kak Karin?”

“Petunjuk yang oma Surya kasih cuma alamat rumah beliau yang lama. Aku diminta kerumahnya buat ambil barang-barang dirumah mama. Oma bilang disimpan disana.”

“Mungkin disana kakak bakal nemuin sesuatu soal papa kak Karin.”

“Itulah kenapa aku harus kesana lagi. Aku harus kerumah lama oma Surya.”

“Atau jangan-jangan papa kak Karin ada disana?”

“Ah, sepertinya gak mungkin. Oma Surya bilang, dia merasa berdosa karena udah misahin mama sama papa. Kalau bener papa ada disana, pasti oma udah bilang.”

“Erm.. iya juga ya.”

Buntu lagi, berbagai kemungkinan dari teka-teka yang Karin dapat sudah coba ia susun dan ia gabung. Namun sepertinya masih belum ada benang merah yang masuk akal.

“Dulu mama pernah bilang, papa udah bahagia, jadi kita gak boleh cari papa. Menurutmu, apa maksut mama?”

“Mungkin papa kak Karin sudah menikah lagi kak?”

“Mungkin memang begitu. Tapi menurutmu Put, gak papa kan kita cari papa kalau beliau sudah menikah dan bahagia dengan keluarganya?”

“Tergantung niat kakak, mau cari papa kak Karin mau buat apa?”

Karin terdiam, belum terfikir olehnya bagaimana jika memang papa sudah menikah lagi dan sudah bahagia bersama keluarga barunya. Lalu bagaimana caranya ia menitipkan mama ke papa, sementara tujuannya mencari papa agar mama dan Dimas ada yang mengurus jika ia memang benar-benar harus pergi selamanya.

“Aku gak mau jadi anak yang jahat Put, kalau papa udah nikah lagi aku gak mungkin menghancurkan keluarga papa. Tapi, mama sama Dimas gimana, Put. Kalau aku mati, mereka sama siapa?”

Putri menatap Karin iba, pasti berat sekali untuk Karin melewati ini. Diusianya yang masih sangat muda ia harus dihadapkan pada kenyataan bahwa ia mengalami perjalanan spiritual yang lebih cocok disebut misteri yang menakutkan, dikejar kematian. Sesuatu yang hampir tidak mungkin dialami oleh orang lain.

“Setidaknya kakak bisa meluruskan kesalah pahaman antara mama sama papa kak Karin. Atau, setidaknya antara papa dan kakak.”

Karin memejamkan matanya, ada sesak yang tidak bisa ia tampik. Ya, betul kata Putri. Setidaknya ia harus tahu alasan papa pergi. Setidaknya papa juga harus tahu kalau mereka hidup dengan baik selama ini. Meskipun setelahnya, ia tak dapat membayangkan bagaimana hancurnya mama kehilangan dirinya.

“Put, apa gak ada cara lain biar aku gak-“

Karin ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Bahkan untuk menyebutkan kalimat ‘mati’ saja rasanya sangat aneh. Putri melirik, tersenyum. Ia paham yang hendak Karin katakana. Ia paham betul, betapa tidak enak mengetahui sebuah kematian yang menghadang di depan, dan bahkan kita harus bersahabat dengan kematian itu. Mengerikan.

“Putri gak tau kak. Putri gak bisa jawab pertanyaan kakak itu. Yang pasti, tugas Putri disini adalah menemani kakak, menghadapi semua kemungkinan yang bisa terjadi.”

“Gak bisa apa, nego sama Tuhan atau siapa kek yang nyuruh kamu?”

Putri terkekeh, melihat raut muka Karin yang putus asa namun berusaha untuk tetap tegar bahkan sedang berusaha menghibur dirinya sendiri. Tapi sebetulnya, Putri lagi-lagi tak tau harus menjawab apa. Seandainya ia punya kuasa, iapun tak ingin menempatan Karin pada posisi yang sesulit ini. Tidak aka nada yang siap dan sanggup menghadapi kematian.

“Pokoknya gimanapun caranya, aku harus segera ke Bandung. Aku yakin aku bakal nemuin petunjuk kalau kerumah oma Surya. Aku yakin pasti ada petunjuk soal papa dirumah itu. Atau setidaknya, dirumah oma Surya ada petunjuk tentang siapa oma Surya dan apa yang terjadi antara mama papa dan oma Surya.”

Karin meyakinkan diri sendiri, berkata dengan mantap seolah ia meyakini betul keputusannya adalah benar.

“Oma siapa Karin? Kenapa kamu harus ke Bandung lagi?”

“Mama ?!”

Karin terperanjat, jantungnya hampir saja melompat dari dadanya saat mendapati mama sudah berada di depan pintu kamarnya yang ternyata lupa untuk ia tutup. Entah seberapa banyak yang mama dengar tapi cukup untuk membuat mama paham ada yang disembunyikan oleh anaknya dengan kepergiannya ke Bandung kemarin.

“Jadi kamu ke Bandung buakan karena menemani Nia? Kamu mencari papamu? Oma siapa kamu bilang tadi?”

“Ma, engga ma. Mama salah denger ma.”

Karin panik dan mencoba untuk mencari alasan, namun justru semakin terlihat bahwa ia sedang berusaha untuk berbohong dan mencari alasan.

“Karin, mama sudah bilang berkali-kali. Jangan pernah cari papamu! Kenapa kamu gak mau dengerin mama!”

“Kenapa ma? Kenapa Karin gak boleh mencari papa Karin sendiri?”

“Papamu yang pergi ninggalin kita! Buat apa kita nyariin dia!”

“Karin gak percaya kalau papa bisa ninggalin kita gitu aja ma, pasti papa punya alasan.”

“Apapun alasannya gak penting, Karin. Nyatanya papa gak pernah nyariin kita. Papa udah inget sama kita!”

“Penting buat Karin ma! Karin berhak tau dimana papa!”

Karin berteriak dengan histeris, ia tak lagi mampu menahan semua yang sejak pulang dari Bandung siang tadi ia bendung sendirian dalam benaknya. Ia berlari menghambur keluar rumah. Berlari kejalan tidak tau harus kemana, langkah kakinya tak dapat ia kendalikan. Sementara mama yang mengejarnya sampai ke gerbang dan meneriakan namanya ia abaikan. Hujan semakin lebat sore itu, bahkan sesekali suara guruh bersautan menyusul kilatan cahaya putih dilangit yang mulai gelap oleh malam. Karin berjalan dengan air mata yang juga sederas hujan, tanpa payung, tanpa alas kaki.

Nia, hanya nama Nia yang ada dalam benaknya. Hanya arah rumah Nia yang sudah sangat akrab dengan langkah kakinya tanpa harus dikomando oleh alam sadar Karina. Ia sadar bahwa ia telah menyakiti mama, dengan pergi mencari seseorang yang telah menorehkan luka batin untuk mama sampai detik ini. Tapi ia juga tak punya pilihan lain untuk saat ini.

***

1
Soraya
apa mungkin Pak bewok penjualan es itu budiman
Soraya
mampir thor
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Sangat kreatif
mamak
keren mb Dy,
Tiga Dara: hey... sapa nih??
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!