NovelToon NovelToon
DEBU (DEMI IBU)

DEBU (DEMI IBU)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Poligami / Keluarga / Healing
Popularitas:18.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

“Aku rela jadi debu… asal Ibu tetap hidup.”

Kevia rela ayahnya menikah lagi demi ibunya bisa tetap menjalani pengobatan. Ia pun rela diperlakukan seperti pembantu, direndahkan, diinjak, dianggap tak bernilai. Semua ia jalani demi sang ibu, wanita yang melahirkannya dan masih ingin ia bahagiakan suatu hari nanti.

Ardi, sang ayah, terpaksa menikahi wanita yang tak ia cintai demi menyelamatkan istri tercintanya, ibu dari putri semata wayangnya. Karena ia tak lagi mampu membiayai cuci darah sang istri, sementara waktu tak bisa ditunda.

Mereka hanya berharap: suatu hari Kevia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, membiayai pengobatan ibunya sendiri, dan mengakhiri penderitaan yang membuat mereka harus berlutut pada keadaan.

Agar Kevia tak harus lagi menjadi debu.

Agar Ardi tak perlu menjadi budak nafsu.

Tapi… akankah harapan itu terkabul?

Atau justru hanyut… dan menghilang seperti debu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Penasaran

Semua mata tertuju pada Kevin. Harap yang begitu jelas memancar dari Riri dan Ani, masing-masing seolah berdoa agar kursinya yang dipilih pemuda itu. Namun, bukannya mendekat ke bangku mereka, Kevin justru melangkah tenang ke arah Kevia.

Dengan santai, ia meletakkan tasnya di atas meja kosong di sebelah Kevia, lalu menoleh. “Via, jam pertama pelajaran apa?” tanyanya datar, seolah sama sekali tak peduli pada puluhan tatapan yang menusuk punggungnya.

Kevia sempat tersentak, jantungnya berdegup lebih kencang ketika suara berat namun datar itu menyapanya. Tatapannya naik perlahan, bertemu dengan wajah Kevin yang menunggu jawabannya tanpa ekspresi berlebihan.

“B–bahasa Indonesia,” jawab Kevia, suaranya terdengar lirih, nyaris tenggelam dalam riuh kecil kelas.

Kevin mengangguk tipis, lalu duduk di bangku kosong tepat di sebelahnya. Kehadirannya membuat udara seakan berubah. Kevia bisa mencium aroma samar dari parfum maskulin yang segar, bercampur dengan wangi kertas buku baru. Ia buru-buru menunduk, berpura-pura sibuk merapikan pensil di atas meja, meski sebenarnya jemarinya gemetar tak jelas sebabnya.

Ani yang sejak tadi berdiri penuh harap langsung menghentakkan kakinya keras ke lantai. Wajahnya cemberut, lalu ia kembali duduk di sebelah Riri dengan wajah tak terima. Riri sendiri menatap Kevia dengan sorot mata tajam, tangannya terkepal di atas meja, seakan ingin menelan Kevia hidup-hidup.

Suasana kelas jadi riuh rendah penuh desahan kecewa dan bisik-bisik tak percaya. Seolah tak ada satupun yang mengerti kenapa Kevin memilih duduk di sana.

Kevin mengangguk kecil, lalu berkata tenang, “Boleh aku pinjam jadwal mata pelajaran?”

Kevia, meski ragu, mengangguk dan menyodorkan catatan kecilnya. Jari-jarinya nyaris bersentuhan dengan jemari Kevin, membuat gadis itu buru-buru menarik tangannya kembali.

Namun, saat Kevin baru menunduk untuk menyalin jadwal, suara lirih Kevia terdengar, ragu-ragu, “Em… sebaiknya kamu duduk sama yang lain saja.”

Kalimat itu membuat Kevin mendongak. Keningnya berkerut, sorot matanya tajam menusuk Kevia. Ada heran, ada gengsi yang terusik, bahkan sedikit tersinggung, karena di saat banyak siswi berebut perhatian darinya, gadis ini justru mencoba menyingkirkannya secara halus.

"Menarik," batinnya. Meski egonya sedikit terusik, entah mengapa ia merasa kelas ini mendadak jadi tempat yang tak akan membosankan. Bibirnya melengkung samar, nyaris membentuk senyum.

“Kenapa?” tanyanya rendah, suaranya seperti bergetar di telinga Kevia.

Riri dan Ani yang duduk di depan mereka otomatis memasang telinga lebar-lebar, pura-pura sibuk dengan buku, padahal setiap kata mereka tangkap jelas.

Kevia menunduk, jemarinya menggenggam ujung buku erat-erat. Ia menarik napas pelan sebelum membisikkan jawabannya, hampir tak terdengar, “Banyak yang lebih pantas duduk sama kamu.”

“Bagus kalau sadar diri,” gumam Riri setengah berbisik, tapi cukup keras hingga terdengar oleh beberapa siswa terdekat, termasuk Kevia, Kevin, dan Ani.

Kevin menoleh sekilas, tapi hanya sejenak. Ucapan itu ia biarkan menguap, tak lebih dari suara dengung nyamuk. Matanya kembali menancap pada Kevia. Sunyi. Waktu seakan berhenti. Lalu, perlahan, sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya. Senyum yang belum pernah ia tunjukkan pada siapapun sejak menjejakan kaki di kelas ini.

“Aku justru merasa kamu yang paling pantas duduk denganku,” ucapnya tenang, tapi sengaja mencondongkan tubuhnya ke arah Kevia, membuat jarak di antara mereka nyaris lenyap.

Kevia refleks bergeser menjauh, wajahnya memanas. Gerakan kecil itu justru membuat Kevin tersenyum tipis, sorot matanya berkilat penuh minat.

"Kenapa aku malah senang melihat reaksi gadis ini?" batinnya terhibur.

Sementara itu, suasana kelas nyaris mendidih. Beberapa siswa berbisik tak percaya, dan Riri maupun Ani sama-sama menahan amarah. Kecemburuan menyala di mata mereka, seakan-akan Kevia baru saja merebut sesuatu yang seharusnya menjadi milik mereka.

“Apa sih istimewanya pembantu itu, sampai Kevin yang tampan dan keren itu hanya menatapnya?” batin Riri, jemarinya menghujam meja dengan ujung pena, seolah setiap tusukan ditujukan untuk Kevia. Pandangannya tajam menusuk gadis itu.

Sejenak ia terdiam, lalu desis curiga merayapi pikirannya. "Tunggu… sejak masuk kelas tadi, langkah Kevin begitu mantap menuju bangku Kevia. Jangan-jangan… mereka saling kenal?

Matanya melirik cepat. Kevia masih menunduk, sibuk menata bukunya, sementara Kevin di sampingnya tenang mencatat jadwal pelajaran.

Ani tak kalah gelisah. Ia menghentakkan kaki dengan kasar hingga kursinya berderit.

“Kenapa Kevin malah memilih duduk dengan gadis miskin itu?” batinnya penuh geram, seraya merapikan roknya berulang kali, mencoba mengalihkan rasa kesal yang tak tertahan.

Sementara itu, Kevia berusaha mati-matian tak peduli. Ia menunduk, pura-pura sibuk membuka lembar demi lembar buku. Namun ekor matanya tak bisa mengabaikan Kevin. Gerakan tangan pemuda itu teratur, rapi, saat membalik halaman catatan. Sesekali, jemari panjangnya mengetuk permukaan meja, ringan, seolah memainkan irama yang hanya ia sendiri yang tahu.

Waktu seakan menahan napas. Kelas hening sesaat, hingga derap sepatu berirama terdengar dari arah pintu.

Guru bahasa Indonesia, Bu Ratna, melangkah masuk sambil membawa setumpuk buku. Suara bisik-bisik yang memenuhi kelas sontak mereda.

Namun bagi Kevia, dunia justru terasa menyempit. Semua suara seolah menjauh. Yang tersisa hanyalah detak jantungnya sendiri… dan keberadaan Kevin yang duduk terlalu dekat di sebelahnya.

“Baik, anak-anak,” ujarnya sambil menaruh buku di meja. “Hari ini kita akan memulai materi tentang teks anekdot dan teks cerita rakyat. Ada yang tahu apa perbedaan paling mendasar di antara keduanya?”

Kelas hening. Beberapa siswa hanya menunduk, pura-pura sibuk dengan buku catatan. Riri dan Ani sesekali melirik Kevin, berharap bisa menarik perhatiannya. Namun tatapan Kevin justru jatuh pada gadis di sebelahnya.

Keheningan itu pecah ketika Kevia mengangkat tangan pelan. “Izin, Bu.”

Bu Ratna tersenyum tipis. “Ya, Kevia, silakan.”

“Kalau teks anekdot biasanya berupa cerita singkat yang lucu atau jenaka, tapi di dalamnya ada sindiran atau kritik, Bu. Misalnya tentang fenomena sosial atau tokoh tertentu. Sedangkan cerita rakyat lebih panjang, berasal dari tradisi turun-temurun, biasanya mengandung nilai moral dan bisa berupa hikayat atau legenda.”

“Bagus sekali,” puji Bu Ratna sambil mengangguk. “Lalu, bagaimana dengan strukturnya? Khususnya untuk teks anekdot.”

Kevia kembali menjawab dengan mantap, “Strukturnya terdiri dari abstraksi, orientasi, krisis, reaksi, dan koda, Bu.”

Beberapa siswa terperangah mendengar jawaban runtut itu. Ani mendecak pelan, sementara Riri mencibir sambil menyandarkan dagunya di telapak tangan.

Kevin, di sisi lain, mendapati dirinya menahan senyum. "Dia bukan hanya rajin, tapi juga berani bicara di depan kelas. Tidak seperti siswi lain yang hanya sibuk ingin terlihat cantik. Menarik… aku tak salah memilih duduk di sebelahnya."

Bu Ratna melanjutkan, “Lalu, bagaimana dengan ciri-ciri cerita rakyat, Kevia?”

Kevia menunduk sebentar melihat catatannya, lalu menatap ke depan dengan yakin. “Ciri cerita rakyat adalah adanya latar belakang atau asal-usul, biasanya memiliki latar tempat yang spesifik, dan diceritakan dengan sudut pandang orang ketiga, Bu.”

“Bagus sekali.” Bu Ratna menepuk buku di mejanya. “Nah, anak-anak, perhatikan Kevia. Inilah contoh siswa yang fokus dan berani menyampaikan pendapat. Semoga kalian bisa menirunya.”

Kelas mendengus pelan. Ada yang iri, ada yang kagum setengah hati.

Kevin menyilangkan tangan di dada, melirik gadis di sampingnya yang masih menunduk malu-malu menerima pujian guru. "Ternyata aku semakin penasaran padamu, Kevia. Semakin aku melihatmu, semakin aku yakin… aku tak akan bosan di sini."

Bel istirahat berdentang nyaring. Suara kursi bergeser, buku-buku ditutup, dan kelas segera berubah riuh. Sebagian siswa bergegas keluar menuju kantin, ada yang ke perpustakaan, ada pula yang langsung ke toilet.

Kevin masih duduk tenang, menoleh sekilas ke arah Kevia. Gadis itu belum beranjak, masih sibuk merapikan catatan, menuliskan poin-poin penting materi tadi dengan rapi. Ujung pensilnya bergerak cepat, seolah dunia luar tak penting baginya.

“Kevin, kamu mau ke kantin? Yuk, aku tunjukin,” suara Riri terdengar manja, sengaja sedikit keras agar terdengar seisi kelas. Ia melirik Kevia penuh sinis.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Marsiyah Minardi
Ya ampun kapan kamu sadar diri Riri, masih bocil otaknya kriminil banget
septiana
dasar Riri mau lari dari tanggungjawab,tak semudah itu. sekarang ga ada lagi yg percaya sama kamu setelah kejadian ini.
naifa Al Adlin
yap begitu lah kejahatan tetep akan kembali pada yg melakukan kejahatan. bagaimanapun caranya,,, keren kevin,,,
asih
oh berarti Kevin Diam Diam merekam ya
Puji Hastuti
Riri lagu lama itu
Hanima
siram air comberan sj 🤭🤭
Anitha Ramto
bagus hasih CCTVnya sangat jelas dua anak ular berbisa pelakunya,dan sangat puas dengan lihat mereka berdua di hukum,Kevia merasa lega kalo dirinya jelas tidak bersalah...,Kevin tersenyum bangga karena telah menyelamatkan Kevia dan membuktikan kepada semua siswa/wi dan para guru jika Kevia bukanlah pelakunya hanya kirban fitnah dan bully...

tenang saja Kevia jika ada yang mengusikmu lagi Kevin tidak akan tinggal diam,,Kevin akan selalu menjadi garda terdepan untukmu..
Siti Jumiati
kalau pingsan dimasukkan aja ke kelas yang bau tadi biar cepat sadar...

rasain Riri dan Ani kamu harus tanggung jawab atas semua perbuatanmu

makanya jadi orang jangan jail dan berbuat jahat.

semangat kak lanjutkan makin seru aja...
Dek Sri
lanjut
abimasta
kevin jadi pwnyelamat kevia
abimasta
semangat berkarya thor
mery harwati
Cakep 👍 menolong tanpa harus tampil paling depan ya Kevin 👏
Karena bila ketauan Riri, nasib Kemala & Kevia jadi taruhannya, disiksa di rumah tanpa ada yang berani menolong 🤨
Marsiyah Minardi
Saat CCTV benar benar berfungsi semoga kebenaran bisa ditegakkan ya Kevia
anonim
Kevin diam-diam menemui wali kelas - melaporkan dan minta tolong untuk menyelidiki tentang Kevia yang di tuduh mencuri uang kas bendahara. Kevin yakin Kevia tidak melakukannya dan meminta untuk memperhatikan Riri dan Ani yang selalu mencari masalah dengan Kevia.
Wali kelas akan menyelidiki dengan minta bantuan pak Anton untuk mengecek CCTV.
Di Aula suasana semakin panas semua menghujat Kevia.
Wali kelas datang meminta Kevia untuk berkata jujur apa benar mencuri uang kas dan alasannya apa.
Kevia menjawab dengan menceritakan secara runtut kenapa sampai dituduh mencuri uang dan bukti bisa berada di dalam tasnya.
Kita tunggu rekaman CCTV
anonim
Bisa kebayang bagaimana hati dan perasaan Kevia saat dituduh mencuri uang kas dengan bukti yang sangat jelas - uang kas tersebut ada di dalam tasnya. Semua teman-teman percaya - tapi sepertinya Kevin tidak.
Siti Jumiati
ah kak Nana makasih... kak Nana kereeeeeeeen.... semoga setelah ini gk ada lagi yang jahatin kevia kalaupun ada semoga selalu ada yang menolong.
lanjut kak Nana sehat dan sukses selalu 🤲
asih
aku padamu Kevin mau gak jadi mantuku 🤣🤣😂
Puji Hastuti
Goodjoob Kevin
Anitha Ramto
bacanya sampai tegang ya Alloh Kevia😭kamu benar² di putnah dan di permalukan kamu anak yang kuat dan tinggi kesabaran,,insyaAlloh dari hasil CCTV kamu adalah pemenangnya dan terbukti tidak bersalah,berharap si dua iblis itu mendapatkan hukuman yang setimpal,balik permalukan lagi,,

Kevin tentunya akan melindungi Kevia dengan diam²,,demi menyelamatkan dari amukan si anak ular betina,,good Kevin biar dua anak ular itu di kira kamu benci sama Kevia...padahal sebaliknya Kevin sangat peduli sama Kevia dan akan melindunginya...

sabar banget Kevia...
orang sabar di sayang Alloh..
tse
ah keren sekali gebrakanmu Kevin...
menolong Kevia secara tidak langsung di depan 2 ulet bulu yang tidak sadar diri....mantap..
ayo mau di hukum apa nih jedua ulet bilu itu...
enaknya disruh ngapain ya...
bersihin kelas yang bau kali ya..kna seru tuh ngebayangin mereka berdua beraihin kelas sambil muntah2 ...
alhasil bersihin kelas plus muntahannya sendiri...
rasain tuh hukuman yang sangat setimpal Dan jnagan lupa hubungi kedua orang tuanya terus mereka berdua di skorsing selama 1 minggu....
cukup lah ya hukumannya.....
setuju ga ka....
Suanti: ani dan riri harus hukum setimpalnya jgn di beda kan hukaman nya karna ank org kaya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!