NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Sahabat

Menikah Dengan Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Mereka tumbuh bersama. Tertawa bersama. Menangis bersama. Tapi tak pernah menyangka akan menikah satu sama lain.

Nina dan Devan adalah sahabat sejak kecil. Semua orang di sekitar mereka selalu mengira mereka akan berakhir bersama, namun keduanya justru selalu menepis anggapan itu. Bagi Nina, Devan adalah tempat pulang yang nyaman, tapi tidak pernah terpikirkan sebagai sosok suami. Bagi Devan, Nina adalah sumber kekuatan, tapi juga seseorang yang terlalu penting untuk dihancurkan dengan cinta yang mungkin tak terbalas.

Sampai suatu hari, dalam situasi penuh tekanan dan rasa kehilangan, mereka dipaksa menikah demi menyelamatkan kehormatan keluarga. Nina baru saja ditinggal tunangannya yang berselingkuh, dan Devan, sebagai sahabat sejati, menawarkan sebuah solusi yaitu pernikahan.

Awalnya, pernikahan itu hanyalah formalitas. Tidak ada cinta, hanya kenyamanan dan kebersamaan lama yang mencoba dijahit kembali dalam bentuk ikatan suci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 10

Langit Jakarta tampak muram ketika mobil yang membawa Nina dan Devan keluar dari bandara. Selama perjalanan pulang, keduanya diam, tapi bukan karena canggung—melainkan karena perasaan berat harus kembali dari dunia kecil bernama Ubud ke realita yang lebih kompleks.

Nina menoleh dan menatap ke arah luar jendela, melihat lalu lintas padat dan orang-orang berjalan terburu-buru. Di sampingnya, Devan menggenggam tangan Nina di pangkuannya. Ia tahu, bulan madu telah berakhir. Sekarang saatnya hidup sebenarnya dimulai.

Begitu sampai di rumah keluarga Devan, sambutan hangat langsung menyambut. Ibu dan ayahnya Devan keluar dari dalam rumah dengan wajah sumringah.

“Anak-anak bunda pulang!” seru Ibunya sambil memeluk Nina erat.

Ayahnya menepuk bahu Devan. “Gimana bulan madunya? Udah ada kabar baik?”

Nina menegang seketika. Deva. langsung menimpali dengan tawa ringan. “Baru juga balik, Yah. Doakan saja.”

Malam itu, mereka makan malam bersama. Suasana hangat tapi... ada tekanan yang menggantung.

Ketika Nina sendirian di dapur, menata sisa makanan, Ibunya mendekat dan berkata, “Nak, Bunda tahu kalian butuh waktu. Tapi jangan terlalu lama, ya. Banyak tetangga udah mulai bertanya. Apa Nina sakit? Apa belum cocok?”

Nina tercekat.

Ia hanya bisa tersenyum tipis, menahan gejolak di dada.

Esok harinya, Devan dan Nina kembali ke rumah kontrakan mereka. Rumah kecil itu terasa lebih hangat daripada sebelumnya, tapi kini penuh kenangan manis dari Ubud yang membuat ruangnya terasa... sempit oleh dunia nyata.

Devan sudah mulai kembali bekerja. Nina sudah kembali mengajar privat. Tapi tidak semua berjalan mulus.

Suatu siang, saat Nina mengantar buku ke rumah salah satu muridnya di kompleks elit, ia bertemu tante temannya yang dulu hadir saat acara lamaran.

“Oh... Nina? Wah, udah nikah juga akhirnya? Tapi sayang ya, bukan sama Arvin? Dia sekarang tunangannya anak pejabat lho.”

Nina hanya bisa tersenyum. Tapi hatinya seperti ditampar.

"Nggak apa-apa, belum jodoh juga"

"Oiya? Berarti Arvin dapat gadis yang lain deh, yang lebih baik dari kamu"

Nina mendengus, ingin sekali menjawab, namun ia tidak ingin buang-buang waktu, ia lebih baik pergi saja.

Dan yang lebih mengejutkan... beberapa hari kemudian, Arvin benar-benar muncul. Ia menunggu Nina di depan tempat les.

“Nina.”

Nina terdiam. Napasnya tercekat.

“Kamu masih marah?” tanya Arvin pelan.

Nina mendengus, ia tidak menjawab.

Arvin menghela nafasnya. "Nin jawab."

Nina menggeleng. “Enggak. Aku cuma... nggak nyangka kamu datang lagi.”

“Aku... cuma mau bilang aku salah. Aku bodoh. Tapi kamu tetap orang yang selalu aku cari.”

“Sayangnya sekarang aku bukan lagi seseorang yang bisa kamu cari-cari. Aku udah jadi istri orang, Vin.”

“Tapi kamu bahagia?”

Nina menatap Arvin dalam. “Sekarang? Lebih dari sebelumnya.”

Dan dengan langkah pasti, ia meninggalkan Arvin—dan masa lalunya.

Malamnya, Nina menceritakan semua pada Devan.

Tentang tante itu. Tentang Arvin. Tentang hatinya yang masih sedikit gemetar.

Devan duduk di lantai, bersandar pada meja kecil tempat Nina biasa menyusun buku-buku pelajaran. “Kamu tahu, Nin. Aku nggak takut sama masa lalu kamu. Aku cuma takut kamu menyimpannya sendiri.”

Nina mendekat. Ia duduk di pangkuan Devan dan memeluknya erat.

“Aku nggak simpan sendiri. Aku simpan bareng kamu sekarang.”

Beberapa hari kemudian, Ibunya Devan. menelepon.

“Nak, bunda sama ayah mau ke rumahmu akhir pekan ini. Kita arisan keluarga besar. Jadi siap-siap ya. Banyak yang penasaran sama kalian berdua.”

Nina menutup telepon dengan perasaan bercampur. Ini pertama kalinya mereka akan menghadapi semua mata yang menilai, menggosip, dan membandingkan.

Tapi kali ini, ia tidak gentar.

Karena ketika malam itu ia dan Devan duduk di teras rumah kecil mereka, saling berpegangan tangan dan berbicara tentang impian, Nina tahu jika mereka tidak lagi hanya sepasang sahabat yang menikah karena keadaan.

Mereka adalah dua manusia yang memilih untuk saling mencintai, bertumbuh, dan berdiri bersama meski badai kembali mengetuk.

Dan itu jauh lebih kuat dari apa pun.

*

Hari Sabtu itu mendung menggantung. Nina berdiri di depan cermin, merapikan kebaya pastel yang baru dibelinya kemarin. Devan berdiri di belakangnya, mengenakan batik biru tua yang membuatnya tampak lebih dewasa dari biasanya.

"Kamu cantik banget," bisik Devan sambil membetulkan bros di dada Nina.

Nina tersenyum kecil. "Kamu yakin siap menghadapi seluruh klan keluarga besar kamu?"

"Aku lebih takut kamu cemberut daripada omongan mereka."

Nina mencibir.

Rumah besar keluarga Devan dipenuhi suara riuh dan aroma masakan. Sepupu-sepupu, tante, paman, dan bahkan kerabat jauh berdatangan. Beberapa menyapa hangat. Tapi sebagian lagi hanya mengamati Nina dari ujung kepala hingga kaki.

"Nina ya? Oh, ini yang nikah karena... ya itu," bisik seorang tante ke temannya, lalu tertawa.

“Katanya batal nikah sama tunangan sebelumnya. Eh langsung nikah sama sahabat? Kok cepet ya move on-nya…”

Nina hanya tersenyum sambil menahan napas.

Devan memegang tangannya di bawah meja makan. Genggaman itu terasa lebih erat dari biasanya.

"Iya, karena sebelumnya Nina itu sayang sama saya."

"Oiya? Masa sih Van. Kok Tante takut ya, kamu cuman jadi pelarian doang sama dia."

Nina semakin erat menggenggam tangan Devan.

Devan menghela nafasnya. "Tante salah, Nina nggak ada niat sama sekali seperti itu, dia bahkan sayang sama aku udah lama." Ucap Devan dengan percaya diri membuat tante-tante itu mendengus dan memilih pergi. Sia-sia menghasut Devan.

Namun, semua menjadi lebih kacau ketika Arvin muncul—tanpa diundang.

Ia datang dengan alasan mengantar kue titipan ibunya untuk keluarga Devan. Tapi begitu melihat Nina duduk di ruang tamu, semua menjadi canggung.

Arvin menatap Nina dari kejauhan. Matanya menyimpan sesuatu yang belum pernah terlihat sebelumnya, penyesalan.

Deva. berdiri. “Ada perlu apa?” tanyanya datar.

“Saya cuma nitip ini dari Ibu. Nggak tahu kalau kalian sedang kumpul.”

Devan mengambil kotak kue itu tanpa berkata apa-apa.

Arvin tetap berdiri. Pandangannya masih terpaku pada Nina. “Aku… minta waktu sebentar.”

Nina bangkit, berjalan menghampiri Arvin. Beberapa pasang mata menoleh, mencium aroma drama yang menggantung di udara.

Mereka bicara di halaman belakang.

“Kenapa kamu ke sini, Vin?” tanya Nina, suaranya tenang.

“Aku… nggak bisa berhenti mikirin kamu, Nin.”

“Padahal kamu sendiri yang selingkuh. Dan semua ini salah kamu!"

Arvin menunduk.

“Aku bodoh,” katanya pelan. “Aku pikir... kamu akan tetap ada. Aku pikir aku bisa punya semuanya tanpa kehilangan kamu.”

Nina memejamkan mata. “Sayangnya hidup nggak bisa dijalani dengan pikiran seperti itu.”

“Aku lihat kamu sekarang... dan aku sadar, kamu jauh lebih bahagia dari waktu sama aku.”

Nina mengangguk pelan. “Karena aku nggak lagi nunggu dicintai. Aku dicintai sepenuh hati sekarang.”

Arvin mendongak. “Kamu benar-benar cinta sama Devan?”

Nina menatap mata Arvin. “Lebih dari itu. Aku milih dia, bukan karena keadaan. Tapi karena... dia satu-satunya yang nggak pernah ninggalin aku, bahkan saat aku pecah.”

Arvin menunduk. Untuk pertama kalinya, air matanya jatuh. “Maaf, Nin. Maaf banget.”

Nina tersenyum. “Aku maafin. Tapi aku nggak akan pernah menyesal menikah sama Devan.”

Saat Nina dan Arvin kembali masuk, suasana di ruang tamu berubah. Ibunya Deva. tampak gelisah. Salah satu tante yang terkenal paling cerewet—Tante Mirna—baru saja membuka topik lama yang tak disangka,

“Eh, aku jadi inget ya, dulu waktu Nina dan Arvin batal Nina, katanya karena Arvin ketahuan dekat sama sepupu jauh. Siapa tuh… anaknya Tante Nina?”

Semua langsung diam.

Devan menoleh tajam. “Apa maksudnya?”

Ibunya Raka buru-buru berdiri. “Sudah-sudah, ini nggak penting diungkit!”

Tapi semuanya terlanjur. Bisik-bisik mulai menyebar. Pandangan berubah tajam ke arah Nina.

“Oh, jadi dia cuma pelarian?” celetuk salah satu sepupu Devan.

Nina berdiri. “Saya bukan pelarian. Dan Devan bukan pelampiasan.”

Semua terdiam.

nina menatap satu persatu wajah di ruangan itu. “Kami menikah bukan karena saya ditinggal. Tapi karena saya memilih. Saya nggak akan berdiri di sini kalau saya nggak yakin dengan suami saya.”

Devan berdiri di samping Nina. “Dan saya mencintai Nina sepenuh hati. Kalau ada yang merasa kami nggak pantas… silakan keluar dari hidup kami.”

Hening. Sampai Ibunya Devan sendiri mendekat, merangkul Nina, dan berkata pelan, “Bunda bangga sama kamu.”

Malam itu di rumah mereka, Nina duduk di sofa dengan mata kosong.

“Capek?” tanya Devan sambil mengoleskan minyak angin ke pundaknya.

“Bukan capek badan. Capek hati.”

Devan mencium pipinya. “Tapi kamu kuat banget hari ini.”

Nina menoleh. “Aku bisa sekuat ini karena kamu.”

Devan memeluknya dari belakang. “Kalau suatu hari aku yang lelah, kamu jadi sandaranku ya?”

“Selalu.”

Dan malam itu, mereka tidur dalam pelukan, bukan untuk menghindari dunia… tapi karena mereka sudah siap menghadapinya, bersama.

1
Eva Karmita
masyaallah bahagia selalu untuk kalian berdua, pacaran saat sudah sah itu mengasikan ❤️😍🥰
Julia and'Marian: sabar ya kak, aku kemarin liburan gak sempat up...🙏
total 1 replies
Eva Karmita
semangat semoga semu yg kau ucapkan bisa terkabul mempunyai anak" yg manis ganteng baik hati dan sopan ya Nina
Eva Karmita
semoga kebahagiaan menyertai kalian berdua 😍❤️🥰
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
Herman Lim
selalu berjuang devan buat dptkan hati nana
Eva Karmita
percayalah Nina insyaallah Devan bisa membahagiakan kamu ❤️
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
Julia and'Marian: hihihi buku sebelumnya Hiatus ya kak, karena gak dapat reterensi, jadi males lanjut 🤣, makasih ya kak udah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!