NovelToon NovelToon
DEBU (DEMI IBU)

DEBU (DEMI IBU)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Poligami / Keluarga / Healing
Popularitas:18.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

“Aku rela jadi debu… asal Ibu tetap hidup.”

Kevia rela ayahnya menikah lagi demi ibunya bisa tetap menjalani pengobatan. Ia pun rela diperlakukan seperti pembantu, direndahkan, diinjak, dianggap tak bernilai. Semua ia jalani demi sang ibu, wanita yang melahirkannya dan masih ingin ia bahagiakan suatu hari nanti.

Ardi, sang ayah, terpaksa menikahi wanita yang tak ia cintai demi menyelamatkan istri tercintanya, ibu dari putri semata wayangnya. Karena ia tak lagi mampu membiayai cuci darah sang istri, sementara waktu tak bisa ditunda.

Mereka hanya berharap: suatu hari Kevia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, membiayai pengobatan ibunya sendiri, dan mengakhiri penderitaan yang membuat mereka harus berlutut pada keadaan.

Agar Kevia tak harus lagi menjadi debu.

Agar Ardi tak perlu menjadi budak nafsu.

Tapi… akankah harapan itu terkabul?

Atau justru hanyut… dan menghilang seperti debu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. Saling Menjatuhkan

Gambar yang samar perlahan menjadi jelas: sosok Riri dan Ani terlihat mengendap-endap di koridor belakang. Riri tampak membawa kantong plastik hitam, gerak-geriknya mencurigakan. Mereka berdua celingukan, lalu masuk ke arah belakang kelas.

Tak lama kemudian, keduanya muncul lagi dari arah belakang kelas. Dalam rekaman, terlihat jelas mereka saling tos sambil tertawa.

“....”

Aula membeku.

Ani menelan ludah. Riri pucat pasi. Mereka saling melirik dengan wajah hilang darah. Tak ada lagi senyum percaya diri yang tadi menghiasi bibir.

"Bagaimana mungkin…?" Riri membatin, jantungnya seperti dihantam palu. "Aku sudah pastikan koridor belakang itu titik buta. Aku sudah pelajari jalur cctv sekolah ini, bahkan aku lihat sendiri kameranya terpasang jauh di ujung… tak mungkin sampai menangkap gerakanku!"

Di sampingnya, Ani hampir tak bisa bernapas. "Kami sudah menunduk, mengendap, bahkan sudah memastikan gak ada kamera cctv di sana… Jadi kenapa, kenapa masih ada rekaman ini?!"

Riri meremas telapak tangannya sendiri, keringat dingin menetes di pelipis. "Apakah… ada kamera baru? Atau kamera tersembunyi yang gak pernah kami tahu?"

Ani menggigit bibir bawahnya hingga nyaris berdarah. "Sial… kami pasti berakhir dihukum. Kenapa aku harus setuju dan ikut dalam rencana gila Riri ini?!"

Tatapan mereka kembali pada layar, seakan rekaman itu menusuk dada mereka dengan pisau yang tak kasatmata. Semua siswa melihat, Bu Ratna melihat, Pak Anton pun melihat.

Sementara itu, Kevia hanya ternganga, tak percaya. Murid-murid lain pun terdiam, bisik-bisik tertahan di tenggorokan. Bu Ratna menatap layar dengan wajah mengeras. Kevin, yang duduk santai di barisan belakang, hanya menyunggingkan senyum tipis yang dingin.

Bu Ratna berbalik, menatap dua siswi itu tajam.

“Riri. Ani. Bisa jelaskan kepada Ibu… apa maksud kalian membawa sampah busuk itu ke dalam kelas? Apa kalian tahu? Sampah semacam itu bukan hanya mencemari udara, tapi juga bisa menimbulkan penyakit.”

Ani panik, suaranya tercekat. “Bu… bu-bukan saya yang merencanakan. Itu semua ide Riri!”

“Ha?!” Riri langsung melotot. “Jangan ngarang! Bu, rencana ini dari Ani. Saya malah dipaksa ikut!”

“Enak aja! Kamu mau cuci tangan dan lempar kesalahan ke aku?! Jelas-jelas kamu yang nyusun rencana kotor itu. Kamu juga yang bayar petugas kebersihan buat nyari sampah belatungan itu!” Ani balas melotot, suaranya nyaring menusuk telinga.

“Kau pikir aku gila? Buat apa aku beli sampah penuh belatung?!” suara Riri meninggi, nadanya nyaris histeris.

Riuh kelas makin pecah. Murid-murid saling pandang, tercengang sekaligus terhibur melihat dua “ratu kelas” saling menelanjangi aib di depan umum.

Lalu, Kevia yang sejak tadi bungkam, mendadak berdiri. Suaranya lantang memecah kegaduhan.

“Tunggu dulu! Dari mana kalian tahu kalau sampah itu penuh belatung?”

Suasana hening. Semua mata kini tertuju ke Riri dan Ani. Kevia berdiri, tatapannya menusuk.

“Hanya aku yang masuk kelas waktu itu. Hanya aku yang melihat langsung. Tapi kalian bisa menyebut belatungan… berarti memang kalianlah yang meletakkannya.”

Wajah keduanya seketika beku. Mulut terbuka, tapi tak ada kata keluar.

“Sekarang jelas,” suara Bu Ratna tegas, dingin. “Kalianlah yang membawa sampah itu.”

Pak Anton menambahkan, “Dan bukan hanya itu. Ada seseorang yang memberikan saya rekaman tambahan. Rekaman dari ponsel murid yang tidak ingin disebut namanya. Ia melihat kejadian di depan kelas.”

Ia menekan tombol. Rekaman baru muncul di layar.

Kali ini, terlihat jelas, Ani menyelipkan ikatan uang ke dalam tas Kevia.

“Ani?!” hampir semua murid berteriak bersamaan.

Ani langsung pucat pasi. “Bu! Bukan saya yang ambil uang dari tas Natali. Itu Riri! Saya cuma… saya cuma disuruh menaruhnya ke tas Kevia!”

“Dasar pengecut!” Riri membalas gusar. “Kamu yang ambil, kamu yang rencana, tapi kamu lempar ke aku?!”

Ani melotot. "Riri! Jangan memutar balikkan fakta!"

Suasana aula pecah dengan hujatan.

“Parah banget!”

“Jahatnya kalian, fitnah orang lain!”

“Gila, demi ngejatuhin Kevia sampai bikin kelas bau gitu?!”

Bu Ratna mengangkat tangan, ruangan langsung senyap. Sorot matanya menusuk, bergantian menatap Riri dan Ani.

“Kalian berdua sudah melakukan pelanggaran berat, mencemarkan kelas, menghasut teman-teman, menjebak siswi lain, bahkan memfitnah.”

Ani dan Riri menunduk, wajah mereka pucat pasi.

“Hukuman kalian,” lanjut Bu Ratna tegas, “adalah skorsing satu minggu dari kegiatan belajar, membersihkan seluruh lingkungan sekolah selama sebulan penuh, dan membuat surat permintaan maaf resmi kepada Kevia serta seluruh kelas. Jika kalian mengulangi hal ini lagi… Ibu tidak segan mengajukan pemanggilan orang tua bahkan dikeluarkan dari sekolah.”

Terdengar bisik-bisik puas dari para murid. Beberapa menggeleng kecewa.

“Pantesan… ternyata mereka.”

“Kasian Kevia dijebak…”

“Gila, kita semua hampir termakan fitnah mereka.”

Kevia menutup mata, menghela napas panjang. Untuk pertama kalinya hari itu, dadanya terasa sedikit lega. Beban berat yang menekannya perlahan terangkat.

Sementara itu, di sudut aula, Kevin hanya duduk tenang. Sorot matanya dingin, tapi di bibirnya tersungging senyum samar. Sebuah senyum tipis yang tak terbaca, seakan hanya ia sendiri yang tahu arti sebenarnya.

Riri dan Ani masih tertegun, wajah mereka pucat pasi menerima hukuman. Ruangan dipenuhi bisik-bisik puas, beberapa siswa sengaja melirik mereka dengan tatapan sinis.

Tiba-tiba, sebuah tangan terangkat di tengah kerumunan. Seorang siswa dengan wajah serius berkata lantang,

“Bu, kalau boleh tahu… siapa yang akan membersihkan sampah busuk yang mereka bawa tadi?”

Ruang aula mendadak riuh. Beberapa murid langsung menimpali.

“Iya, Bu! Masa petugas kebersihan yang harus beresin, 'kan kasihan, Bu. Padahal itu ulah mereka ini.”

“Betul, Bu! Mereka yang bikin masalah, mereka juga harus tanggung jawab!”

Sorot mata semua murid kini tertuju ke arah Riri dan Ani. Wajah keduanya seketika memucat. Keringat dingin mulai mengalir di pelipis Riri.

Seorang siswa lain, yang tadi sempat hampir muntah, berdiri dengan nada marah.

“Bu, saya tadi hampir muntah karena bau busuk itu. Bahkan sampai sekarang masih mual. Saya nggak terima kalau mereka enak-enakan lolos. Saya minta mereka berdua yang bersihin sampah itu. Biar tahu rasanya jadi kami.”

Riri menelan ludah.

"Mampus…" desisnya dalam hati, tubuhnya menegang.

Ani melirik Riri dengan tatapan tajam penuh benci.

"Ini semua gara-gara lo!" batinnya, seolah ingin menerkam sahabatnya sendiri.

Suara-suara semakin riuh.

“Setuju!”

“Biar adil, mereka yang bersihin!”

“Jangan nyusahin orang lain!”

Sorak dukungan itu bergelombang, makin lama makin bising, membuat Riri dan Ani semakin panik. Napas mereka terengah, jantung berdetak tak karuan. Seolah seluruh ruangan kini menjadi pengadilan dan mereka adalah terdakwa yang sudah dijatuhi vonis massa.

Di bangku belakang, Kevin hanya bersandar santai, matanya dingin. Senyum samar tersungging di bibirnya, tipis, penuh rahasia.

Sementara Kevia duduk diam. Ia hanya menghela napas panjang, tak bersorak, tak ikut menuntut. Hatinya tak dipenuhi dendam, hanya ingin semua ini cepat berakhir.

Bu Ratna akhirnya mengangkat tangan, menegakkan wibawa di hadapan murid-murid yang sudah terlampau gaduh.

“Cukup!”

Suara riuh langsung terputus. Semua murid terdiam, menanti keputusan.

Tatapan Bu Ratna tajam menembus ke arah Riri dan Ani, yang kini menunduk semakin dalam, wajahnya nyaris tanpa darah.

“Baiklah,” ucap Bu Ratna perlahan namun tegas. “Jika itu yang kalian semua tuntut… maka Ani dan Riri akan bertanggung jawab. Kalian berdua yang akan membersihkan sampah busuk itu sendiri.”

Desahan kaget terdengar dari beberapa murid, lalu disusul sorak puas.

“Rasain tuh!”

“Ini baru adil!”

Riri meremas rok seragamnya begitu keras hingga bunyi benang kain terdengar krek seperti hampir koyak. Jemarinya bergetar, menahan gejolak antara malu dan takut.

Ani di sampingnya tak kalah parah, rahangnya mengeras, giginya bergemeletuk menahan amarah. Mata Ani berair. Bukan karena cengeng, melainkan karena rasa terhina yang terlalu berat untuk ditelan.

Riri merasa mual membayangkan bau busuk dari tumpukan sampah yang menusuk hidung, bercampur amis belatung yang menggeliat seperti ingin menempel di kulit.

"Tidak. Aku gak mau bersihin sampah bau itu." Ia mengerjap-ngerjapkan mata, kepalanya berputar mencari celah untuk kabur. Otaknya bekerja cepat,. Dan di situlah muncul ide gila.

"Kalau aku pingsan, mungkin mereka iba. Hukuman ini batal."

Ia menggigit bibir, lalu pura-pura menegakkan badan. Tiba-tiba ia menjatuhkan diri dari kursi. "Aahh—"

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
Marsiyah Minardi
Ya ampun kapan kamu sadar diri Riri, masih bocil otaknya kriminil banget
septiana
dasar Riri mau lari dari tanggungjawab,tak semudah itu. sekarang ga ada lagi yg percaya sama kamu setelah kejadian ini.
naifa Al Adlin
yap begitu lah kejahatan tetep akan kembali pada yg melakukan kejahatan. bagaimanapun caranya,,, keren kevin,,,
asih
oh berarti Kevin Diam Diam merekam ya
Puji Hastuti
Riri lagu lama itu
Hanima
siram air comberan sj 🤭🤭
Anitha Ramto
bagus hasih CCTVnya sangat jelas dua anak ular berbisa pelakunya,dan sangat puas dengan lihat mereka berdua di hukum,Kevia merasa lega kalo dirinya jelas tidak bersalah...,Kevin tersenyum bangga karena telah menyelamatkan Kevia dan membuktikan kepada semua siswa/wi dan para guru jika Kevia bukanlah pelakunya hanya kirban fitnah dan bully...

tenang saja Kevia jika ada yang mengusikmu lagi Kevin tidak akan tinggal diam,,Kevin akan selalu menjadi garda terdepan untukmu..
Siti Jumiati
kalau pingsan dimasukkan aja ke kelas yang bau tadi biar cepat sadar...

rasain Riri dan Ani kamu harus tanggung jawab atas semua perbuatanmu

makanya jadi orang jangan jail dan berbuat jahat.

semangat kak lanjutkan makin seru aja...
Dek Sri
lanjut
abimasta
kevin jadi pwnyelamat kevia
abimasta
semangat berkarya thor
mery harwati
Cakep 👍 menolong tanpa harus tampil paling depan ya Kevin 👏
Karena bila ketauan Riri, nasib Kemala & Kevia jadi taruhannya, disiksa di rumah tanpa ada yang berani menolong 🤨
Marsiyah Minardi
Saat CCTV benar benar berfungsi semoga kebenaran bisa ditegakkan ya Kevia
anonim
Kevin diam-diam menemui wali kelas - melaporkan dan minta tolong untuk menyelidiki tentang Kevia yang di tuduh mencuri uang kas bendahara. Kevin yakin Kevia tidak melakukannya dan meminta untuk memperhatikan Riri dan Ani yang selalu mencari masalah dengan Kevia.
Wali kelas akan menyelidiki dengan minta bantuan pak Anton untuk mengecek CCTV.
Di Aula suasana semakin panas semua menghujat Kevia.
Wali kelas datang meminta Kevia untuk berkata jujur apa benar mencuri uang kas dan alasannya apa.
Kevia menjawab dengan menceritakan secara runtut kenapa sampai dituduh mencuri uang dan bukti bisa berada di dalam tasnya.
Kita tunggu rekaman CCTV
anonim
Bisa kebayang bagaimana hati dan perasaan Kevia saat dituduh mencuri uang kas dengan bukti yang sangat jelas - uang kas tersebut ada di dalam tasnya. Semua teman-teman percaya - tapi sepertinya Kevin tidak.
Siti Jumiati
ah kak Nana makasih... kak Nana kereeeeeeeen.... semoga setelah ini gk ada lagi yang jahatin kevia kalaupun ada semoga selalu ada yang menolong.
lanjut kak Nana sehat dan sukses selalu 🤲
asih
aku padamu Kevin mau gak jadi mantuku 🤣🤣😂
Puji Hastuti
Goodjoob Kevin
Anitha Ramto
bacanya sampai tegang ya Alloh Kevia😭kamu benar² di putnah dan di permalukan kamu anak yang kuat dan tinggi kesabaran,,insyaAlloh dari hasil CCTV kamu adalah pemenangnya dan terbukti tidak bersalah,berharap si dua iblis itu mendapatkan hukuman yang setimpal,balik permalukan lagi,,

Kevin tentunya akan melindungi Kevia dengan diam²,,demi menyelamatkan dari amukan si anak ular betina,,good Kevin biar dua anak ular itu di kira kamu benci sama Kevia...padahal sebaliknya Kevin sangat peduli sama Kevia dan akan melindunginya...

sabar banget Kevia...
orang sabar di sayang Alloh..
tse
ah keren sekali gebrakanmu Kevin...
menolong Kevia secara tidak langsung di depan 2 ulet bulu yang tidak sadar diri....mantap..
ayo mau di hukum apa nih jedua ulet bilu itu...
enaknya disruh ngapain ya...
bersihin kelas yang bau kali ya..kna seru tuh ngebayangin mereka berdua beraihin kelas sambil muntah2 ...
alhasil bersihin kelas plus muntahannya sendiri...
rasain tuh hukuman yang sangat setimpal Dan jnagan lupa hubungi kedua orang tuanya terus mereka berdua di skorsing selama 1 minggu....
cukup lah ya hukumannya.....
setuju ga ka....
Suanti: ani dan riri harus hukum setimpalnya jgn di beda kan hukaman nya karna ank org kaya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!