Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Warisan Racun
Berbeda jauh dengan Nadia yang terperangkap dalam kemelut perpisahan dengan Nufus, Xadewa menghadapi kemelut yang lain. Ia kini bergegas menunaikan panggilan darurat dari sang orang tua, sebuah kejadian yang nyaris tidak pernah terjadi. Biasanya, Xadewa akan mengabaikan setiap perintah pulang, selalu saja ada alasan yang ia ciptakan, bahkan saat ibunya berpura-pura sakit sekalipun. Namun kali ini, ancaman nyata terhadap Nufus memaksanya untuk bergerak.
Hati Xadewa kalut. Ia tahu betul, ibunya tidak kalah bengis dari ketua geng mafia terkejam sekalipun. Sedangkan ayahnya? Tidak ada secuil pun niat baik untuk membela Nufus, sang anak yang terbuang. Entah karena tidak ingin memperkeruh suasana dengan sang istri, atau justru karena semakin dibela, nasib Nufus akan semakin sengsara. Maka, dalam lingkaran kekejaman keluarga itu, hanya Xadewa yang mampu memandang Nufus sebagai sesama manusia, bukan sekadar objek penderitaan.
Demi melindungi Nufus, ia telah menarik adiknya itu ke sisinya, menjaganya tanpa Nufus pernah menyadari bahwa Xadewa adalah abang kandungnya sendiri.
Setibanya di mansion, Xadewa turun dari mobil mewah keluaran terbaru, simbol status yang kerap diasosiasikan dengan para ketua geng mafia, yang pintunya telah dibukakan oleh supir pribadinya. Dengan gaya tengil yang menjadi ciri khasnya, ia membuang puntung rokok, menginjaknya dengan dramatis lalu menggantinya dengan tusuk gigi andalannya.
Pintu utama terbuka lebar menyambut kedatangannya dengan keheningan mencekam. Beberapa anak buah berbadan tegap berpakaian hitam berjejer rapi, menyambut Xadewa. Tidak lama berselang, sesosok wanita kuat muncul. Ibunya. Wanita itu masih memancarkan aura kecantikan yang tak lekang oleh usia. Tanpa banyak basa-basi, sang ibu mempersilakan putranya masuk ke ruang privat, tempat di mana keluarga inti akan berkumpul yaitu Xadewa, sang ibu, dan sang ayah.
Udara di dalam mansion terasa memadat.
Udara di ruang privat itu terasa pekat bukan hanya oleh asap tembakau, tetapi juga oleh aura dominan Angin Sujiwo, sang ayah Xadewa. Begitu Xadewa duduk di kursi berhadapan, cerutu di jemari Angin langsung menyala, memuntahkan asap tebal ke udara. Tidak lama kemudian, Licyardi yang merupakan nama ibunya Xadewa, mendudukkan diri di samping Angin. Sebatang rokok kini terselip di antara jari wanita itu, dan api pun menyulut. Tepat ketika kepulan asap memenuhi ruangan, barulah pembicaraan dimulai.
Angin Sujiwo membuka suara lebih dulu, nadanya penuh otoritas, "Dewa, kamu adalah satu-satunya penerusku. Dipanggilnya kau kemari hanya untuk mendengarkan sesuatu yang akan ayah dan ibumu berikan tanpa bantahan. Kami tidak akan bertanya apakah kau mau atau tidak. Suka tidak suka, bersedia atau tidak, kau tetap menjadi ahli waris." Angin menyesap cerutunya lagi.
"Urusan nikah, terserah padamu. Kami tidak melarangmu menikah dengan siapa. Atau memilih untuk tidak menikah pun, ayah sama sekali tidak keberatan."
Licyardi menyambar, "Tapi kalau Mama, tentu menginginkan kamu menikah agar punya keturunan. Terserah padamu menikah dengan siapa, yang pasti menantu Mama itu harus yang kuat. Tidak mudah tumbang hanya dengan bentakan kecil." Ada penekanan aneh pada kata kuat, seakan menantang Xadewa untuk memilih pasangan yang bisa bertahan dalam dunia mereka yang gelap.
Xadewa, dengan gaya acuhnya hanya diam mendengarkan orang tuanya berbicara ke sana kemari, membahas takdir yang sudah digariskan tanpa persetujuannya. Namun sekalinya ia membuka suara, kalimatnya cukup untuk memancing kemarahan Licyardi.
"Kalian tidak ada niat membagi warisan jadi dua?" Xadewa menyeringai tipis, tapi nada suaranya dibuat-buat polos. "Biar Dewa tidak keberatan dengan tumpukan uang? Kan Dewa juga punya adik, kalau tidak salah."
Seketika ketenangan Licyardi runtuh. Matanya memicing tajam. "Dewa! Sampai kapan pun anak ayahmu itu hanya kamu seorang. Tidak ada yang lain!" hardiknya, suaranya naik beberapa oktaf.
Bentakan itu berhasil membuat Xadewa terdiam. Angin Sujiwo hanya mengamati, tidak banyak berkomentar karena hal itu adalah reaksi yang sudah ia duga.
"Baiklah, baiklah," Xadewa mengalah. "Jadi hal penting yang mau dibicarakan cuma soal jatuhnya warisan kepada Dewa, kan? Kalau hanya itu, sepertinya sudah dirasa cukup." Ia menatap kedua orang tuanya bergantian. "Atau ada hal lain yang mau ayah dan Mama sampaikan lagi?"
Angin Sujiwo mematikan cerutunya di asbak. "Tidak ada. Hanya itu saja. Tinggalkan bisnis recehanmu menjadi pengepul sayur dan buah. Khawatir fokusmu terpecah hingga tidak bisa maksimal di bisnis ayah. Lagipula bisnismu itu tidak asa uangnya." Angin tahu betul Xadewa memiliki bisnis lain, namun ia hanya tahu sebatas permukaan. Ia tidak pernah tahu bahwa bisnis DewaSlotus milik Xadewa adalah kerajaan judi daring yang jauh lebih besar dan tersembunyi.
Sebuah ironi mengingat bisnis Papanya sendiri pun merupakan jaringan gelap yang melanggar ketentuan hukum. Rahasia itu tetap aman, bukti betapa ketatnya pengamanan informasi yang Xadewa terapkan, jauh melampaui standar bisnis keluarganya sendiri.
...***...
Setelah menerima mandat tanpa bantahan yang akan diresmikan kepadanya saat bulan purnama tiba, Xadewa akhirnya bisa menghirup udara segar. Ruangan yang baru saja ditinggalkannya terasa sumpek oleh pembahasan. Kini, setelah tidak ada lagi yang perlu dibahas dengan orang tuanya, udara kembali sejuk. Xadewa terkekeh dalam hati, mengingat nama ayahnya adalah Angin, tapi di dekatnya tidak terasa sepoi-sepoi sama sekali.
Saat Xadewa sedang menikmati kebebasan sesaatnya, seorang anak buah kepercayaannya menghampiri, memastikan sang tuan tidak kekurangan apa pun. Xadewa tidak meminta apa-apa, ia hanya bergumam tentang suasana hatinya yang sedang keruh, membuatnya sedikit uring-uringan.
Melihat ekspresi bosnya itu, sang anak buah memberanikan diri mengusulkan sebuah ide untuk mengusir rasa bete Xadewa. Awalnya Xadewa menolak mentah-mentah usul tersebut, namun entah mengapa, ide itu justru berbalik menjadi sangat menarik.
"Obat bete ya, Bos? Kalau gitu, saya bawakan Nona Nadia ke sini."
Xadewa mendengus. "Bisa aja lu, kutu kupret. Gua lagi bete kenapa malah lu bawain Nadia ke gua. Yang ada hari-hari gua makin suram nanti."
"Begitu ya, Bos. Salah berarti ya?" anak buah itu bertanya polos.
"Iya, begitu. Salah, kalau lu masih aja banyak cincong. Kayaknya seru juga kalau sekarang gua ketemu dia."
Mata anak buah itu berbinar. "Aha! Kebetulan juga, Nona Nadia itu sesungguhnya sedang mencari-cari keberadaan Bos sekarang."
Alis Xadewa terangkat. "Ah, yang benar lu? Ngapain dia cari-cari gua?"
"Benar, Bos. Saya dapat laporan dari pengepulan," jelas anak buah itu merujuk pada salah satu lini bisnis recehan Xadewa yang dianggap remeh oleh Angin Sujiwo. "Katanya Nona Nadia menanyakan terus juragan ke mana? Pas ditanya emangnya ada perlu apa, dia jawabnya nggak apa-apa, nanya doang."
Xadewa manggut-manggut, rasa penasaran mulai menggantikan kesuntukan. Nadia mencarinya? Ada apakah gerangan?
"Kalau begitu, siapin pakaian santai gua. Ingat, pakaian biasa tapi harus yang nyaman. Jangan yang sobek, jangan yang bau apek. Apalagi sampek ada yang karet pinggangnya melar terus keluar dari dalam jahitan. Gua gibeng kalau lu kasih gua yang modelan begitu." Xadewa trauma pernah dikasih pakaian kelewat santai, malah mirip sebuah lap.
"Baik, Bosku!" sahut anak buah itu dengan sigap, bergegas melaksanakan perintah.
.
.
Bersambung.
apa dia ingin melindungi dewa atau hanya alibi ingin menguasai harta,??? /Doubt//Doubt//Shame/
Lu dapet kekayaan, tapi bakal nemu banyak bahaya moral.