NovelToon NovelToon
Bunda Untuk Daddy (Tamat)

Bunda Untuk Daddy (Tamat)

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat
Popularitas:18.8M
Nilai: 4.9
Nama Author: saskavirby

pengalaman pahit serta terburuk nya saat orang yang dicintai pergi untuk selama-lamanya bahkan membawa beserta buah hati mereka.

kecelakaan yang menimpa keluarganya menyebabkan seorang Stella menjadi janda muda yang cantik yang di incar banyak pria.

kehidupan nya berubah ketika tak sengaja bertemu dengan Aiden, pria kecil yang mengingatkan dirinya dengan mendiang putranya.

siapa sangka Aiden adalah anak dari seorang miliarder ternama bernama Sandyaga Van Houten. seorang duda yang memiliki wajah bak dewa yunani, digandrungi banyak wanita.


>>ini karya pertama ku, ada juga di wattpad dengan akun yang sama "saskavirby"

Selamat membaca, jangan lupa vote and coment ✌️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saskavirby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 10

Aiden terbangun dari tidurnya, mengucek matanya dan menatap sekitar bermaksud mencari Bunda-nya. Dia bangun dari posisi tidurnya, sudut bibirnya terangkat ke atas melihat apa yang pemandangan di depannya, tepatnya di sofa depannya.

Ceklek!

Pintu terbuka, Aiden segera menempelkan jari telunjuknya di depan bibirnya, mengisyaratkan agar Laras dan Vero yang baru saja tiba untuk tidak membuka suara.

Laras dan Vero mengerti apa yang dimaksud cucunya. Tatapan keduanya beralih pada dua manusia berbeda jenis kelamin sedang tidur di sofa dengan sang wanita yang menyandarkan kepala pada pundak sang pria dengan selimut membungkus tubuhnya. Sedangkan sang pria menyandarkan kepala pada kepala sang wanita.

Laras tersenyum melihat pemandangan itu, dia berjalan menghampiri Aiden yang memintanya mendekat dengan gerakan tangannya.

"Kenapa, sayang?" tanya Laras pelan.

"Oma, pinjam ponsel," tagihnya membuka kelima jarinya.

Laras yang bingung tak urung menyerahkan ponselnya pada Aiden, melirik ke arah Vero yang sudah duduk di samping brangkar, sedangkan Vero menjawab dengan gelengan kepala.

Aiden membuka aplikasi camera, mengambil beberapa gambar Sandy dan juga Stella. Dia terkikik geli melihat hasilnya, dia senang Daddy dan Bunda-nya seperti itu.

Laras dan Vero tersenyum melihat apa yang cucunya perbuat. Hingga tiba-tiba suara dari belakangnya mengguncang ruangan, membuat mereka menoleh.

"APA YANG KALIAN LAKUKAN?!!"

Stella dan Sandy terlonjak kaget, menegakkan tubuhnya, Stella yang masih belum sepenuhnya sadar hanya menurut saat Fara menarik tangannya paksa menjauh dari Sandy.

"WANITA TIDAK TAHU DI MALU! BERANINYA LO TIDUR SAMA CALON SUAMI GUE!!" teriak Fara murka.

Stella belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi. "Apa maksudmu?" tanyanya linglung.

"Jangan pura-pura ****! Ngapain lo tidur nyender sama Sandy? Hah?" sungutnya berkacak pinggang.

Stella terkesiap, benarkah seperti itu? Dia menoleh menatap Sandy yang sedang memijit keningnya.

"Lo mau ngeles apa lagi? Hah?"

"Maaf, sepertinya aku tidak menyadari," sesal Stella dengan raut wajah kebingungan.

"Lo —" Fara menuding wajah Stella.

"Fara, cukup!" sentak Sandy memotong ucapan Fara, kepalanya benar-benar berdenyut, apalagi mendengar suara Fara yang berteriak, semakin membuatnya pusing.

"Tapi San —"

"Aku bilang cukup!" hentak Sandy membuat Fara terdiam.

"Bukan Stella yang salah, jangan salahkan dia," sambungnya.

Fara hendak protes, namun tatapan tajam Sandy mengurungkan niatnya. Fara memicing, menatap tajam ke arah Stella, nafasnya naik turun menahan emosi.

'Tunggu pembalasan gue,' tekadnya geram.

***

Keesokan harinya..

Stella mengembuskan nafas lega, saat semua desainnya sudah selesai dia kerjakan, tinggal menyerahkan pada rekannya -Jerry-, guna memilih kain serta melakukan proses penjahitan.

Stella berjalan menghampiri Aiden, mencium keningnya sebentar sebelum masuk ke kamar mandi.

Fara terbangun dari tidurnya, dia melihat Stella yang masuk ke dalam kamar mandi. Tatapannya tertuju pada tumpukan kertas pada meja tempat Stella berkutat semalam.

Dia berjalan menghampiri, mengambil beberapa kertas, melihat hasilnya.

"Bagus juga," komentarnya mengangguk-angguk.

Tak berapa lama ujung bibirnya terangkat. "Bagaimana kalau semua gambar lo ini, gue hancurin? Anggap aja pembalasan dari gue, karena lo udah berani deketin Sandy," gumam Fara menyeringai.

Dia mengambil cup berisi kopi di atas nakas, menumpahkan isinya di atas gambar Stella. "Ups, nggak sengaja," kekehnya.

Menata gelas di samping kertas, seolah-olah gelas itu tumpah. Dia tersenyum senang, berjalan kembali ke tempatnya semula, pura-pura tidur.

Stella keluar dari kamar mandi, tatapannya tertuju pada kertas desainnya, bukan! Lebih tepatnya tertuju pada gelas yang terguling di sampingnya, dia bergegas menghampiri.

Seketika matanya terbelalak melihat hasil pekerjaannya selama beberapa minggu tidak berbentuk, semua tertutup noda kopi. Stella terduduk lemas di sofa, mengambil kertas-kertas yang sudah basah, dan yang lebih membuatnya sesak adalah goresan tinta sudah tidak pada tempatnya, luntur terkena kopi.

Hampir saja dia menangis, melihat sepuluh kertas desainnya yang kini terbentuk goresan tinta acak-acakan. Padahal dua bulan lagi baju-baju itu harus sudah bisa dipakai.

Sandy yang baru masuk ke ruangan memperhatikan Stella yang terduduk lesu memandangi kertas basah di tangannya.

"Kenapa dengan kertasmu, Ste?" tanyanya terheran.

Stella mendongak sekilas, kemudian menggeleng pelan.

"Seharusnya kau tidak meletakkan cup kopi di samping kertas kerjamu, Ste," ujar Sandy menasehati.

Sandy merasa kasihan pada Stella, hampir dua malam dia memperhatikan Stella yang selalu tidur larut malam karena mengerjakan desainnya, disela menjaga anaknya. Dan sekarang kertas tersebut hancur tak terbentuk.

Stella ingat benar, tidak meletakkan gelas di atas meja sebelum dia ke kamar mandi. Tapi kenapa tiba-tiba setelah keluar dari kamar mandi sudah ada gelas di meja?

"Ada apa?" Fara mendekat dan berdiri di samping Sandy.

"Wah, sepertinya lo harus ngulang lagi, tuh," ejek Fara melihat kertas-kertas desain Stella yang menghitam.

Stella mendongak menatap Fara yang menyeringai, Stella yakin, ini semua pasti ulah Fara.

***

Stella berpamitan pada Aiden untuk pulang, guna mendesain ulang gambarnya, Stella berjanji akan berkunjung malam nanti.

"Sayang, aku juga pulang dulu ya? Ada jadwal pemotretan hari ini," ujar Fara mendongak dari ponselnya.

Sandy mengangguk. "Hati-hati."

"Sayang, Mommy pulang dulu ya?" Fara mengelus kepala Aiden dan mencium keningnya.

Beralih menghampiri Sandy dan mengecup pipinya. "Dah, honey," pamitnya.

Di pelataran parkiran, Fara melihat Stella yang akan membuka pintu mobil.

"Stella," panggilnya.

Stella menoleh, melihat Fara yang berjalan menghampirinya.

"Gimana kejutannya? Elo suka?" sindir Fara melipat tangannya.

Stella menghela nafas panjang. "Apa maumu?"

Fara mendengus. "Itu akibatnya, kalo lo berani deket-deket sama Sandy."

Stella menatap Fara dengan kerutan dalam.

"Jangan pernah deketin Sandy, atau coba-coba cari perhatian dari Sandy. Kalau lo berani lakuin itu, lo bakal berhadapan sama gue," ancam Fara sungguh-sungguh.

"Maaf, sepertinya lo salah orang. Gue ada di sini hanya untuk Aiden," balas Stella tak peduli dengan ancaman Fara.

Fara mengangguk. "Seperti yang elo bilang, lo ada di sini cuma untuk kesembuhan Aiden, setelah Aiden sembuh, lo udah tidak dibutuhkan lagi, lo DI.BUANG," desis Fara menekan kalimat terakhirnya.

Stella terkesiap, mungkin memang benar apa yang diucapkan Fara, setelah Aiden sembuh, dia tidak di perlukan lagi, atau bisa saja keluarga Aiden melarangnya bertemu pria kecil menggemaskan itu lagi.

"Lo inget itu," sentak Fara menuding tepat di wajah Stella, membuat Stella tersadar dari lamunannya.

Sesampainya di butik, Stella melangkah masuk menuju ruangannya, tapi sebelumnya dia menoleh ke arah Sari.

"Sari, kalau ada yang mencariku, bilang aku tidak ada, aku harus menyelesaikan desainku yang tersiram kopi ini," ucapnya mengangkat map berisi kertas desainnya yang sudah menghitam.

Sari terkejut. "Kenapa bisa seperti itu, Mbak. Itukan —"

"Udah gapapa," selanya. "Ingat, jangan ada yang menggangguku, aku akan meneleponmu jika butuh sesuatu," sambungnya lagi.

Sari mengangguk. "Iya, Mbak."

Hampir seharian, Stella berkutat dengan kertas-kertas di atas mejanya, bahkan dirinya melewatkan makan siang, hari sudah gelap dan Stella masih saja fokus dengan kertas di tangannya.

Melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dia teringat janjinya dengan Aiden. Segera dia membawa beberapa kertas desain bermaksud menyelesaikan di rumah sakit.

Dia bergegas turun dari ruangannya di lantai dua. Sudah sepi, karena Sari sudah pulang jam lima sore tadi.

Stella melajukan kendaraannya dengan kecepatan rata-rata, sebelum sampai di rumah sakit, dia berbelok ke arah toko roti, membeli beberapa roti untuk mengganjal perutnya.

***

Malam ini Sandy sendirian menemani Aiden di rumah sakit, Fara tadi mengabari kalau tidak bisa menginap.

Jangan salah, sebenarnya tadi Fara menanyakan apa Stella di sana, saat Sandy bilang tidak ada, dirinya memilih untuk tidur cantik di rumah, di atas kasur king sizenya. Dirinya tidak terlalu khawatir sebab Stella tidak bersama Sandy.

Sebenarnya beberapa hari dirinya menginap di rumah sakit bukan untuk menemani Aiden, tapi lebih tepatnya mengawasi Stella dan juga Sandy. Dia tidak akan biarkan Stella dan Sandy berdua. Tak bisa dipungkiri kalau Stella itu cantik, dan statusnya yang menjadi janda sedikit Fara waspada, takut jika Sandy akan tergoda. Apalagi Aiden yang lebih menyukai Stella daripada dirinya.

Sedangkan Sandy sendiri tengah memikirkan Stella, bagaimana keadaan wanita itu? Mungkin malam ini Stella tidak jadi ke rumah sakit seperti janjinya tadi pagi dengan Aiden. Sandy paham Stella banyak pekerjaan, apalagi setelah insiden tadi pagi.

Sedang asik berkutat dengan pikirannya, terdengar pintu diketuk, tak lama kemudian seorang yang sedang dia pikirkan masuk setelah berucap salam.

"Maaf, aku telat," ucap Stella meletakkan tasnya di sofa.

Sandy hanya mengangguk.

"Apa Aiden baik-baik saja?" tanya Stella berjalan menghampiri Aiden dan mengelus kepalanya.

"Keadaannya sudah membaik, kata Dokter, kemungkinan lusa sudah boleh pulang."

"Syukurlah," ucap Stella tersenyum memperhatikan wajah Aiden yang terlelap.

"Mau roti?" tawar Stella menyodorkan roti ke arah Sandy.

Sandy menggeleng. "Tidak, terimakasih."

Stella mengangguk seraya mengunyah rotinya, dia membuka tasnya dan mengambil peralatan gambarnya. Mengambil duduk di kursi samping Aiden dengan tangan kiri memegang roti dan tangan kanan memegang alat tulis, sedangkan pahanya dia gunakan untuk menahan papan klip yang menjepit kertas desainnya.

"Kau belum makan, Ste?" tanya Sandy yang memperhatikan Stella mengunyah rotinya.

Stella menoleh. "Belum. Hik," Stella menyentuh dadanya saat cegukan mendera.

Sandy beranjak menghampiri Stella, membawa gelas minuman.

"Minumlah," ujarnya mengangkat gelas tepat di depan wajah Stella.

Stella mendongak dengan cegukan yang masih melanda, Sandy mengangguk, Stella meneguk minumannya dibantu Sandy, karena kedua tangannya penuh dengan roti dan juga bolpoin.

"Terimakasih," ucap Stella selanjutnya.

"Sudah lebih baik?" tanya Sandy memastikan.

Stella mengangguk tersenyum.

*

Stella tertidur menyandar di kursinya, dengan papan klip berada di pangkuannya.

Sandy tak tega melihat posisi Stella yang terlihat kurang nyaman. Dia mengambil papan klip di pangkuan Stella dan meletakkan di atas nakas, menyelipkan tangannya pada punggung dan kaki Stella, menggendong Stella ala bridal style menuju single bed yang biasa digunakan Fara tidur.

Sandy menidurkan Stella perlahan, matanya menatap wajah wanita di hadapannya. 'Cantik' pujinya dalam hati.

Dia tersenyum melihat wajah damai Stella yang tertidur. Kemudian Sandy mengambil selimut untuk menghangatkan tubuh Stella.

Menaikkan sampai batas leher Stella, dia menunduk hendak berucap di telinga Stella, namun siapa sangka Stella yang mengubah posisi tidurnya dengan menyamping menyebabkan bibirnya bertemu dengan pipi Sandy.

Sandy menegang, merasakan benda kenyal milik Stella menyentuh kulitnya. Tiba-tiba dia merasakan detakan kuat pada jantungnya, menoleh perlahan ke arah Stella yang ternyata wanita itu masih terlelap.

Sandy menarik diri, menghembuskan nafas panjang guna menetralkan jantungnya, dia tersenyum menatap wajah Stella dengan sebelah tangan menyentuh pipinya.

Entah mengapa hatinya menghangat, rasanya seperti perasaan yang sudah lama hilang kini hadir kembali, dia tidak bisa mendeskripsikannya.

Sandy berbaring di sofa, menatap langit-langit kamar, kepalanya menggeleng pelan saat lintasan kejadian beberapa menit yang lalu kembali melintas. Perlahan dia memejamkan matanya dan terlelap ke alam mimpi.

~••~

1
Ervina T
Luar biasa
Nuriati Mulian Ani26
semoga ..rumahnya dibeli sandi
Nuriati Mulian Ani26
wanita hebat dan mandiri..stela
Nuriati Mulian Ani26
keren ceritanya ringan .aku suka alurnya
Kasih Bonda
semangat
iis sahidah
Luar biasa/Good//Good//Good//Good//Good/
iis sahidah
rega laki2 banget
iis sahidah
bunda Stella keren
Tea and Cookies
Luar biasa
Dewa Dewi
😂😂😂😂😂
Dewa Dewi
😂😂😂😂😂😂😂😂
Modish Line
♥️♥️♥️♥️♥️
Modish Line
😂😂😂😂😂😂
Modish Line
bodoh banget
Modish Line
good job Rega👍👍👍👍👏👏👏👏
Modish Line
blm jadi mamanya Aiden udh kaya ema tiri gini kelakuannya ....kalo jadi nikah bakalan abis nih Aiden disiksa sama si Fara gila
Al.Ro
Luar biasa
Ida Haedar
"ini sederhana sesuai porsi ku.. " (sandy) shommboong!!
Ida Haedar
Luar biasa, novel yang ori, ga banyak istilah yg bikin pembaca mengerutkan dahi karena loading dgn istilah yg dipakai author, di novel ini tak perlu mengerutkan dahi krn gaya bahasa yg digunakan sederhana tetapi tdk mengurangi kwalitas novelnya. kerja bagus kak othor, novelmu bagus👍
Rohani Omar
kenapa loading ya lama sangat ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!