NovelToon NovelToon
Shadows In Motion

Shadows In Motion

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: KiboyGemoy!

Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 10

Perasaan ada dan rasa cemburu pasti ada namun ia sulit untuk menunjukkan, rasa cemburu yang dia rasakan. Ia hanya bisa berdiri dengan tatapan tidak lepas dari kedua tangan yang saling menggenggam.

Ia juga ingin merasakannya namun itu mustahil, sampai sekarang pun itu hanya bisa menjadi mimpinya.

Naya melepaskan genggamannya, bibirnya mengembangkan senyum, berjalan ke arah Araya lalu memeluk lengannya.

"Bagaimana latihan mu, Araya? Apakah lancar?" tanya-nya dengan riang.

Araya menoleh, kemudian mengangguk. "Semuanya berjalan dengan lancar," jawabnya.

Naya tersenyum merasa lega mendengar jawabannya. Gadis itu melirik ke arah Rifan sejenak. "Wah, sekarang kalian mau pulang bersama?"

"Iya," jawab Araya.

"Kami juga sama, tapi berjalan-jalan sebentar tidak thau kita berpapasan seperti ini. Bagaimana kalau kita makan malam bersama sebelum pulang?"

Devan yang hanya berdiri ikut mendekat, melayangkan tatapan tidak bersahabat ke arah Rifan. "Sudah lama tidak makan bersama?"

Araya melirikmya kemudian mengangguk setuju. "Baiklah," jawabnya.

"Rifan, kamu juga boleh ikut kok."

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Di cafe, suasananya menjadi hening diantara mereka. Araya duduk berhadapan dengan Devan, sedangkan Naya berhadapan dengan Rifan.

Naya menatap Rifan dengan lekat sebelum akhirnya ia membuka topik pembicaraan. "Rifan, bagaimana? Apa hari pertama mu lancar?" tanya Naya.

"Tidak seburuk itu, tapi pelatihku benar-benar seperti orang bisu," jawabnya datar.

Naya tertawa kecil mendengarnya. "Kamu harus biasa, Araya memang irit dalam berbicara."

"Menurutku tidak seperti itu," ucap Rifan membuat Naya heran begitupun dengan Devan.

Araya hanya diam tidak menjawab, lebih tepatnya gadis itu ingin bertanya pada Rifan mengapa pemuda itu berkata demikian?

Naya terkekeh remeh, melirik sejenak ke arah Araya, sebelum akhirnya meminum jus nya. "Sepertinya kalian dekat?" tanyanya kemudian.

Araya menggeleng pelan untuk menyela. "Dia terlalu banyak bicara," ucapnya.

Devan menarik napas, memegang tangan Araya dengan lembut. Menatap kekasihnya penuh kasih. "Bagaimana keadaanmu, dan bagaimana keadaan ibumu?" tanyanya, dengan raut wajah khawatir.

"Semuanya membaik tapi aku khawatir," jawabnya.

Mendengar itu Devan memasang wajah khawatir, ia berdiri dan menarik tangan Araya agar gadis itu ikut berdiri. Pemuda itu dengan cepat memeluk Araya selemnut mungkin, dan Araya...

Gadis itu tidak membalasnya, membuat Devan mengerutkan kening.

Pemuda itu melepas pelukannya, memegang kedua bahu Araya, menatapnya penuh tanya. "Apa kamu marah sama aku?"

Araya menatap Devan, menatap kedua mata yang sudah lama ia tidak lihat, maksudnya tidak ia pandang, karena entah ke mana lirikan mata itu akhir-akhir ini. Bukan hanya akhir-akhir ini tapi hari di mana mereka baru saja menjalin hubungan.

Araya mengedipkan matanya sebelum akhirnya menjawab, "Tidak."

Oh, betapa bodohnya!

Devan tersenyum lega. "Baguslah," jawabnya, menuntun Araya untuk duduk kembali.

.

.

"Tau tidak, Ra?"

Araya menggeleng sebagai jawaban.

"Devan benar-benar lucu saat berlatih, badannya terlalu kaku dan tegang." Mendengar itu Rifan tersenyum malu.

"Ya, jangan membuka aib ku," ucapnya memberikan cubitan gemas di pipi Naya.

Naya benar-benar tertawa jika kembali mengingat Devan yang begitu kaku selama latihan. Sampai-sampai air mata gadis itu menetes, Devan pun ikut tertawa, tangan keduanya saling tergenggam.

"Benarkah?" tanya Araya.

Naya mengangguk dengan cepat. "Untung ada aku yang menuntun dia."

"Iya, kamu yang terbaik." Pemuda itu mengelus kepala Naya dengan lembut.

Rifan terus-menerus melirik ke arah Araya, memastikan reaksi Araya melihat kekasih dan sahabatnya semesra itu. Pemuda itu benar-benar tidak habis pikir, Araya benar-benar santai dalam menanggapinya. Tidak seperti cewek-cewek pada umumnya yang pasti akan sudah menangis, dan mengamuk.

"Apa kamu tidak cemburu?" bisik Rifan di sela-sela Araya mengunyah.

Araya menoleh sejenak, menatap Devan dan Naya yang begitu romantis di depan mata. Kepala gadis itu menggeleng sebagai jawaban.

"Begitukah," jawabnya yang masih tidak percaya.

Araya mengangguk dengan pelan. "Cemburu termasuk sikapnyang tidak dewasa."

Rifan diam tidak menjawab, lagipun mengapa pemuda itu begitu khawatir. Bahkan, dia tipikal pemuda yang tidak tertarik pada urusan orang lain. Namun, kali ini ... mungkin setan memasuki tubuhnya.

Rifan berdiri dari duduknya begitu saja membuat Naya dan Devan menatapnya, heran.

"Kenapa, Rif?" tanya Naya.

Rifan sedikit menunduk, melihat Araya yang sudah kelar dengan makannya.

"Terimakasih atas makan malamnya, aku akan ke kasir untuk membayarnya." Dengan segera Rifan berbalik dan berjalan menuju kasir.

Araya ikut berdiri, bagaimana pun gadis itu harus mengantar Rifan pulangs ebagai bentuk tanggungjawab—atas partner dance.

"Naya, Devan, aku pulang duluan."

Naya berdiri. "Kenapa cepat sekali, Ra?"

"Aku akan mengantar Rifan pulang, sudah malam, mama pasti mencariku."

Naya akhirnya mengangguk. "Kalau begitu hati-hati, yah. Oh, yah, Devan apa kamu tidak mau mengantar Araya?"

Devan diam sejenak, menagap Araya dan juga Naya.

Merasa mengerti dengan maksud pemuda itu Araya menjawab, "Tidak usah, terimakasih atas makan malamnya." Ia berbalik dan melangkah menuju Rifan.

Naya duduk di sebelah Devan, ekspresi gadis itu berubah menjadi datar, tangannya mengepal keras.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Rifan menghela napas.

"Kita harusnya bisa mengobrol satu sama lain," ucap Rifan, di sela-sela jalannya mereka.

Araya menoleh sejenak. "Apa itu harus?"

Rifan menghentikan langkahnya begitupun dengan Araya, gadis itu menoleh, menatap Rifan yang mengangguk.

"Harus. Seorang partner harus terlihat akrab, kalau ngga akrab itu namanya bukan partner. Dan, yah, biar ngga kaku amat," jelas Rifan.

Araya menatap pemuda itu datar namun aslinya ia terlihat bingung.

Rifan menghela napas. "Maksudnya, kita berdua harus banyak-banyak komunikasi, Raya!"

Araya mengangguk paham. "Bahas apa?" tanyanya.

"Setidaknya usaha lah, sebagai pelatih kamu harus memiliki banyak topik dan mengajakku komunikasi," ucap Rifan.

Araya tampak gelisah mendengarnya, ia tidak biasa seperti itu. Bagaimana kalau Rifan nantinya tidak nyaman, bagaimana kalau Rifan nantinya malah terganggu karena ia terus menerus berbicara?

Keringat perlahan menetes dari jidat Araya, tangannya pun ikut berkeringat karena rasa khawatir yang semakin membesar.

"Raya, kenapa?" Melihat wajah Araya yang tiba-tiba saja pucat membuat Rifan panik.

"Are you, okey?"

Araya mengangguk, kembali melanjutkan jalannya.

"Apa kamu keberatan?" tanya Rifan ikut berjalan di sisinya.

Araya ingin sekali bersuara, namun entah mengapa mengeluarkan isi hati sangat sulit baginya. Gadis itu hanya bisa mengepal kedua tangannya dengan erat, menahan sesuatu yang berat dilakukan.

"Bicaralah, aku tidak tahu apakah sikap mu benar-benar seperti ini atau tidak," ucap Rifan lembut.

"Kekhawatiran itu wajar dirasakan, tapi lebih baik diungkapkan dari pada dipendam." Pemuda itu sesekali melirik ke arah Araya, langkah mereka serentak dalam heningnya malam.

"Raya, apa kamu pernah keberatan?" tanya Rifan.

Araya melirik pemuda itu sejenak kemudian menggeleng. "Itu bukanlah sikap dewasa," jawabnya.

Rifan tersenyum penuh arti. "Dengarkan, aku dikenal sebagai pemuda irit berbicara. Namun, pasti pendapatmu berbeda. Benar, kan?"

Araya mengangguk setuju.

"Aku seperti ini karena aku bertemu dengan orang yang lebih irit berbicara dariku, nada suarapun tidak ada."

Hembusan angin kian terasa, memberikan Sambaran halus dan juga suasana lembut disertai cahaya bulan yang menuntun jalan mereka berdua.

"Padahal nada suaramu indah saat bernyanyi."

Araya menghentikan langkahnya, kembali menghadap ke arah Rifan. Gadis itu menatap pemuda yang berhasil membungkamnya, walaupun setiap hari dia bungkam.

1
Alexander
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
Kiboy: semoga betah😊
total 1 replies
Mèo con
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
Kiboy: aaa makasih banyakk, semoga seterusnya seperti itu ಥ⁠‿⁠ಥ
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!