NovelToon NovelToon
Di Antara Cahaya Yang Luruh

Di Antara Cahaya Yang Luruh

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:509
Nilai: 5
Nama Author: Irma syafitri Gultom

Dia adalah gadis yang selalu tenggelam dalam gemuruh pemikirannya sendiri, di penuhi kecemasan, dan terombang-ambing dalam sebuah fantasinya sendiri.

Sehingga suatu teriknya hari itu, dari sebuah kesalahpahaman kecil itu, sesosok itu seakan dengan berani menyatakan jika dirinya adalah sebuah matahari untuk dirinya.

Walaupun itu menggiurkan bagi dirinya yang terus berada dalam bayang, tapi semua terasa begitu cepat, dan sangat cepat.

Sampai dia begitu enggan untuk keluar dari bayangan dirinya sendiri menerima matahari miliknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma syafitri Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelipu Lara, Tertampar Pada Sebuah Fakta.

.

.

Mata hitam milik sang gadis itu terus menatap orang-orang yang berlalu-lalang pada lobi lantai lima belas ini, dengan langkah yang sepelan mungkin seakan menjaga rasa hening lantai ini.

Kini dia tengah terduduk di salah satu sofa yang tersedia di lobi itu, dengan meja bundar di tengah dan vas kecil berisi bunga berwarna ungu yang cantik.

Saat ini dia telah sampai pada kantor ini, dengan pakaian yang begitu kontras di bandingkan dengan semua orang di gedung ini sweater kebesaran berwarna cream tipis dengan celana putih, rambut panjang yang dia tidak ikat dan bedak seadanya menghiasi wajahnya.

Tentu itu menarik semua perhatian para staf dan karyawan di gedung ini. Bahkan beberapa dari mereka telah mengetahui rumor tentang keberadaan dirinya, dengan mengatakan jika dia ‘tamu’ spesial untuk Tuan Evangrandene.

Dia kembali menyeruput teh manis yang telah di sajikan oleh salah satu asisten lain yang baru dia kenal bernama Winda beberapa menit yang lalu.

Wanita itu telah mengatakan jika Flauza mungkin akan kembali sekitar tiga sampai empat jam lebih lagi karena dia memiliki beberapa urusan di luar gedung. Dan Tuan mereka itu memperbolehkan dia untuk melihat-lihat sekitar gedung ini, bahkan mengatakan jika dia memerlukan sesuatu maka dia hanya tinggal berkata kepada Winda.

Benar-benar di perlakukan istimewa.

Sampai istimewanya dia sedikit takut melihat tatap orang yang terus menilai dirinya itu.

Kini pandangannya beralih pada dinding kaca yang menampilkan Jumat hari yang tampak lebih cerah dari hari kemarin. Dan pukul masih menunjukkan sepuluh lewat dua.

Revander kembali menegap tehnya dengan tenang.

Sejujurnya dia sangat bosan tidak melakukan apapun di tempat yang begitu sibuk. Namun, dirinya sendiri bukanlah seorang yang suka bersosialisasi. Kebanyakan orang-orang yang pernah menjadi temannya di waktu dulu adalah seorang yang membuka percakapan mereka terlebih dahulu.

Bukan berarti dia seorang yang tidak bisa di ajak bercanda atau apa.

Dia hanya...

Dia hanya tidak tahu harus melakukan apa terlebih dahulu untuk mendekati orang-orang baru dalam hidupnya.

Maka dirinya lebih memilih menjaga jarak dari keramaian....

Dan....

Berharap jika ada seseorang yang datang untuk mengatakan sesuatu kepadanya.

Tanpa sadar dia mendengus mengejek dirinya sendiri saat memikirkan itu.

Kamu terdengar seperti orang-orang yang mereka sebut ‘Pick-Me’ itu.

Bah.... pick-ma - pick-me...

Memangnya apa yang mereka tahu dari orang-orang yang terlihat menjadi pick-me itu?

Terakhir dia menegak tehnya yang sudah dingin itu sebelum meletakkan cangkir itu kepada meja kaca di depannya itu.

Ini benar-benar bosan!

Apakah tidak ada sesuatu yang bisa dia lakukan?

Memangnya kamu bisa apa hmm...? seperti bisa saja melakukan sesuatu dengan benar...

Oi... aku tidak bodoh-bodoh sekali ya! Seingatku, aku masih memilik kemampuan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan sederhana!

Namun setiap pekerjaan yang kamu lakukan itu selalu saja memiliki kesalahan~

Hey! Itu wajar saja... memangnya kenapa jika dia melakukan satu dua kesalahan dalam melakukan beberapa pekerjaan?

Heh... apa kamu tidak melihat di sekitarmu sekarang? Mereka itu orang-orang yang profesional, dan di haruskan bekerja dengan hasil yang lebih dari sempurna di perusahaan ini.

Kamu terlalu meremehkan ku, kau tahu itukan?

Tanpa sadar wajah gadis berambut hitam itu sedikit cemberut dengan suara-suara percakapan di kepalanya itu.

“Nona Syahril...?”

Eh..?

Dia menatap ke sumber suara tersebut, mendapati wanita bernama Winda itu berdiri di samping sofa tempat dirinya terduduk.

Ada apa?

“Ya?”

Wanita itu tersenyum. ”apakah Anda ingin menambahkan tehnya lagi?” tawar Winda.

Oh...

“Apa tidak papa?” tanya Revander dengan pelan kepada wanita cantik keturunan cina-Indonesia itu.

“Tentu saja Nona Revander, itu bukan masalah sama sekali. Ini sudah menjadi tugas saya untuk membuat Anda senyaman mungkin dalam lingkup wilayah ini.” Jawabnya dengan tenang dan nada formal.

“Baiklah Nona Winda, terima kasih atas tawarannya...”

Wanita itu mengangguk pelan sembari mengambil cangkir yang ada di depan dia. “Apakah Anda ingin beberapa camilan juga Nona? Kami memiliki beberapa jenis cokelat yang berkualitas, dan juga beberapa roti berisikan cokelat bermerek ternama.” Itu terdengar menggiurkan.

“err... jika itu tidak merepotkan kamu Nona Winda...” jawab Revander ragu, namun wanita itu menganggap jika itu adalah sebuah tanda persetujuan darinya.

“Tidak sama sekali Nona, jika begitu tunggulah beberapa saat lagi” Wanita itu sedikit membungkukkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum berjalan meninggalkan dirinya.

Iris hitam gadis itupun hanya mengikuti kepergian sang asisten wanita itu dalam diam.

Dan suasana kembali hening di lobi lantai itu.

Benar-benar tidak ada yang bisa di lakukan dirinya selain duduk diam dan melamun di tempat ini kah?

.

.

.

Waktu tidak terasa dalam keheningan tempat itu, kegiatan tidak ada itu berhasil membuat sang gadis jatuh tertidur dengan posisi duduk di sofa yang ter sinari oleh mentari siang hari.

Flauza yang baru saja keluar dari lift bersama Tobito yang memegang beberapa file di tangan pria berambut pirang tersebut, langsung di suguhi dengan pemandangan yang.... begitu berbeda dari suasana putih di sini.

Sosok berambut hitam panjang yang terjulai lemas, sedikit bersinar efek biasa matahari, indah dan juga penuh tanya bak malam.

“Mister Evangrandene.” Beberapa orang yang melihat pria itu berdiri di sana, langsung dengan cepat membungkukkan tubuh mereka memberikan hormat dengan sayangnya suara yang cukup kuat membuat gadis itu tersentak bangun.

Dengan tubuh yang masih terlihat lemas efek mengantuk itu berusaha bangkit dengan tegak dan rambut yang berantakan.

Flauza menatap itu semuanya.

Menatap dalam diam dan terpaku, melihat sosok itu begitu terlihat lucu terduduk bingung dengan wajah yang mengantuk dengan kepala menoleh kepadanya.

Mata hitam yang biasanya itu menatap lurus dan dingin itu, terlihat tidak fokus.

Dan itu sungguh...

Senyuman pria melebar di wajah tampannya itu.

Dia mendekat kearah gadis itu dengan perlahan. Mengabaikan orang-orang yang masih membungkukkan tubuh mereka dengan tegang menunggu instruksi selanjutnya dari pria yang memiliki intimidasi yang kuat di tempat itu walaupun dia sedang tersenyum.

Dengan senyuman yang tidak di artikan sebagai senyuman berbahaya.

Hanya senyuman jenaka bercampur geli ketika seseorang melihat sesuatu yang lucu.

Dan mereka semua tahu sesuatu yang lucu menurut Flauza Evangrandene sekarang adalah gadis berambut hitam acak-acakan itu.

Uuhh...

Flauza berlutut tepat di hadapan Revander dengan kedua tangannya yang mengurung tubuh sang gadis yang terduduk di sofa itu.

Uuhhh...

Nyawanya masih belum terkumpul.

Namun suasana di sana sangat mengganggu sekali.

“Selamat Siang Revander....” suara berat khas milik pria itu terdengar seperti bergetar dengan nada jenaka yang luar biasa kentara di setiap kalimatnya.

Huh...?

Dia mengucek-ngucek kedua matanya berusaha fokus.

“Ah... Flauza!” pekik sang gadis terkejut saat berhasil sadar sepenuhnya. Bangkit dengan cepat dari posisi duduk di sofanya dan berdiri menjulang dari tubuh Sang Tuan Evangrandene yang masih tampak tersenyum.

Dan pria itu tertawa.

Tertawa besar melihat raut panik yang di tunjukkan gadis itu kepadanya.

“Ahhh...” sedetik kemudian sang gadis malah kembali jatuh terduduk, efek pergerakan yang tiba-tiba membuat kepalanya pusing.

“Oh... my-my....” gumam Flauza dengan tubuh yang masih tertawa geli.

Tidak berniat mengubah posisi dirinya yang masih mengurung sang gadis itu di antara tubuh dan sofa lobi lantai lima belas itu.

“Flauza!” pekik Revander cukup kuat, dan tentu terdengar oleh orang-orang di sana.

Gadis itu....

Gadis itu berani menaikkan nadanya kepada sang pria yang terkenal dengan sebagai salah satu orang berbahaya di dunia bisnis?

“Kamu benar-benar terlalu mudah tertidur hmm...?” dan tampaknya pria itu sendiri menikmati hal itu. “di tinggal sebentar sudah tertidur seperti hamster berbulu hitam...” lanjutnya lagi.

Kini iris hitam itu mendelik tajam kepada sang Tuan Evangrandene, merasakan ejekan yang begitu jelas dari pria di hadapannya itu.

“Siapa yang kamu bilang hamster?!” balas sang gadis tak terima, lalu dia menoleh sekilas ke arah sekelilingnya.

Oh...

Orang-orang masih di posisi mereka tetap sama.

“Tentu saja kamu, bukankah itu lucu?”

“Ck...” dengan jelas sang gadis berdecih tidak suka. “Memangnya sudah berapa lama aku tertidur? Dan sejak kapan kamu kembali...”

“Hmmm...? kamu tertidur....” dengan pelan pria itu sedikit memiringkan kepalanya seakan memberikan tanda kepada siapa saja untuk memberikan penjelasan lebih lanjut kepadanya.

“Miss Revander has been asleep for more than four hours, Mr. Evangrandene...” dan dengan cekatan pula Winda menjawab sang atasan tanpa perlu memberikan aba-aba yang lebih jelas lagi.

Lihat!

Mereka harus cekatan, profesional, dan sempurna! Mana bisa kamu seperti mereka.

“Sudah lima jam? Memang jam berapa sekarang?” gumam sang gadis kebingungan.

“Sekitar jam tiga sore.” Kali ini Flauza-lah yang membalas pertanyaan sang gadis. “Dan aku baru saja kembali beberapa menit yang lalu, dengan langsung di suguhkan sesosok hamster yang jatuh tertidur di sofa lobi.”

Uhh....

“Kamu akan terus memanggilku seperti itu huh?”

“ya...” balas Flauza dengan nada terkesan begitu bahagia.

Tanpa dia sadari kedua tangannya itu terjulur dan menarik kuat kedua pipi pria yang masih berlutut di hadapannya itu dengan cukup kuat. Wajahnya masih datar tapi mata hitam itu terpancar kekesalan luar biasa kepada pria itu.

“Coba katakan sekali lagi, apa yang kamu panggil aku?” dia sedikit menarik naik dan turunkan pipi itu.

“Hamster...”

Cubitan itu kembali menguat dengan tangan itu kembali menaik turunkan pipinya.

Orang-orang yang melihat kejadian itu terpaku di tempat mereka masing-masing.

Dan tidak ada satu pun yang berani untuk menghentikan kelakuan gadis itu kepada Tuan mereka.

Cukup lama Revander yang terus ‘bermain’ dengan wajah tampan pria itu, pada akhirnya.

Dengan satu gerakan...

Pria itu menyelipkan salah satu tangannya pada tubuh sang gadis dan mengangkatnya dengan muda.

“Ahhh.... Flauza...!!!!”

Flauza mengabaikan sang gadis yang kini wajahnya memerah di karenakan rasa malu, gugup dan juga....

Dia merasa takut.

Tapi tatapan pria itu...

Tampak begitu bahagia luar biasa.

Kenapa?

Langkah tegas pria itu menggema menuju ruangan berpintu kayu di lantai lima belas itu.

“Apa kamu masih lelah Reva...” gumam pria itu saat Tobito membuka pintu itu untuk mereka. “atau kamu mau makan siang?”

Aaaaahhhhh....

Dia baru tersadar jika ini sudah lewat dari jam makan siang.

“uhh... entahlah, aku tidak terlalu pemilih dalam makanan. Aku hanya akan apapun makanan yang di berikan”

"benar-benar seperti hamster..."

Hey! Dia tidak seperti hamster!

Dia hanya....

Dia benar-benar tidak memilih dalam apa yang dapat di makan sungguh.

Maksudnya, dengan segala hal yang telah terjadi dalam hidupnya.

Mendapatkan sesuap nasi untuk di nikmati hari ini saja sudah sangat istimewa.

“Apakah kamu ingin makan seafood? Aku mendengar ada beberapa tempat yang menjual seafood yang cukup enak di sekitar wilayah ini.” Dengan lembut Flauza meletakkan gadis itu ke atas sofa cokelat itu, lalu dia kembali berlutut di hadapannya.

“seafood terdengar enak, tapi apa tidak masalah denganmu?”

“Denganku?”

“Kamu tahu.... kamu orang luar negeri, pasti tidak tahan pedaskan?”

“hhhmmmm.... apa kamu khawatir denganku?” pria itu kembali tersenyum jenaka, lalu bangkit dari posisinya menuju meja kerjanya tersebut. Tobito yang kini juga telah berada di dalam ruangan itu, juga berdiri di dekat meja kerja dari sang Tuan hanya berwajah tenang melihat semua tindakan tuannya itu.

Meletakkan file berwarna biru pada meja kerja Flauza, lalu kembali berdiri dengan tegak seperti patung.

“Tobito, go buy what she likes and come back in fifteen minutes.”

Ah.... nada suara itu.

Nada suara yang hanya di artikan titah mutlak dan tak terbantahkan.

Iris hitam itu kembali berkedip beberapa kali, dengan dia menggelengkan kepalanya pelan seakan berusaha memfokuskan dirinya kepada dunia nyata.

Dia lupa....

Dia benar-benar lupa akan fakta yang masih ada.

Dan dia melupakan fakta itu karena, hal kecil dari pria itu memperlakukan dirinya begitu istimewa beberapa waktu yang lalu.

Ohh... dan sekarang kamu sudah bangun sepenuhnya?

Ya.

Tobito terlihat membungkuk dengan tangannya yang terlipat pada dada. “Of course, Mister Flauza.”

.

.

.

Dia melupakan jika, pria yang tiba-tiba saja menurunkan tubuhnya dengan senyum hangat untuk berusaha sejajar pada dirinya itu, adalah pria yang sama seperti pria yang bisa tiba-tiba berdiri tegap dengan yang memberikan perintah tak terbantah kepada orang-orang.

.

.

.

Bagaimana bisa dia melupakan hal-hal seperti itu!

1
saijou
Bahasa yang digunakan enak banget dibaca, sampe lupa waktu.
Er and Re: terima ksih banget telah mampir dan baca cerita punya ku kaka <3
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Bagus banget!!! Aku suka banget ceritanya 🥰
Er and Re: makasih ya kak telah menyukai cerita buatan aku <3
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!