NovelToon NovelToon
Tumbuh Di Tanah Terlarang

Tumbuh Di Tanah Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Nikahmuda / Poligami / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:48.7k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Adra

Aruna telah lama terbiasa sendiri. Suaminya, Bagas, adalah fotografer alam liar yang lebih sering hidup di rimba daripada di rumah. Dari hutan hujan tropis hingga pegunungan asing, Bagas terus memburu momen langka untuk dibekukan dalam gambar dan dalam proses itu, perlahan membekukan hatinya sendiri dari sang istri.

Pernikahan mereka meredup. Bukan karena pertengkaran, tapi karena kesunyian yang terlalu lama dipelihara. Aruna, yang menyibukkan diri dengan perkebunan luas dan kecintaannya pada tanaman, mulai merasa seperti perempuan asing di rumahnya sendiri. Hingga datanglah Raka peneliti tanaman muda yang penuh semangat, yang tak sengaja menumbuhkan kembali sesuatu yang sudah lama mati di dalam diri Aruna.

Semua bermula dari diskusi ringan, tawa singkat, lalu hujan deras yang memaksa mereka berteduh berdua di sebuah saung tua. Di sanalah, untuk pertama kalinya, Aruna merasakan hangatnya perhatian… dan dinginnya dosa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TDT 14

Restoran itu tenang dengan cahaya remang yang hangat. Aroma rempah dan panggangan memenuhi udara, menemani Aruna dan Bagas yang duduk berhadapan di meja pojok dekat jendela. Aruna membuka buku menu, matanya menelusuri daftar hidangan sambil tersenyum kecil. Malam ini terasa seperti awal yang baru, pikirnya.

Namun belum sempat ia memilih hidangan, ponsel Bagas berdering. Bagas melihat layar sejenak lalu mengangkat, suaranya langsung berubah riang.

"Eh, bro! Iyalah gue udah dapet kabarnya. Gila ya, akhirnya juga dapet kesempatan bareng NGC!"

Tawa Bagas pecah.

"Makanya, gue mikir bikin tim kecil, gitu. Gue butuh orang-orang kayak elo juga, yang udah paham ritme kerjaan gini. Nanti kita bisa mulai garap dari bulan depan..."

Aruna mengangkat pandangannya, memperhatikan suaminya yang makin larut dalam obrolan. Satu sisi, ia ingin ikut bahagia. Tapi sisi lain dalam dirinya mulai terusik. Ini malam yang ia harapkan bisa memperbaiki jarak, bukan memperlebar.

Ia letakkan buku menu. “Mas... bisa ditutup dulu teleponnya?”

Bagas menoleh singkat, mengangkat jari telunjuk, memberi isyarat ‘sebentar’.

Namun Aruna menghela napas pelan, mencoba menahan diri, lalu berkata lebih tegas, “Mas, ini kan momen penting kita berdua. Kita jarang banget punya waktu seperti ini. Bisa nggak, fokus dulu ke makan malamnya?”

Bagas terdiam, akhirnya sadar nada Aruna bukan sekadar kesal ada kekecewaan di sana. Ia melihat mata istrinya yang menunggu.

Ia menghela napas, “Sorry, Bro. Nanti gue kabarin lagi ya. Lagi dinner sama istri nih,” katanya di ujung telepon sebelum menutupnya.

Ia menaruh ponsel di meja, lalu menatap Aruna. “Maaf. Aku cuma terlalu senang tadi.”

Aruna tak langsung menjawab. Ia hanya kembali membuka buku menu, pelan-pelan. Tapi kali ini, ada senyum kecil yang tulus meski masih menyimpan luka ringan dalam diam.

Mereka kembali membuka menu, mencoba memulihkan suasana. Aruna menunjuk satu dua hidangan, berharap malam ini tetap bisa menjadi momen berdua yang berkesan. Tapi belum sempat mereka benar-benar menentukan pilihan, ponsel Bagas kembali berdering.

Nada dering yang tadi membuat semangat, kini terasa seperti gangguan yang tidak diinginkan.

Aruna menghela napas panjang. Ia tak mengatakan apa-apa, hanya memalingkan wajah sejenak.

Bagas menatap layar ponselnya, lalu menoleh ke Aruna dengan raut sedikit bersalah. “Sebentar aja, ya. Takutnya penting banget...”

Sebelum Aruna menjawab, ia sudah mengangkat telepon. Suaranya berubah formal, menyebut nama-nama teknis yang bahkan Aruna tak ingin mengerti malam ini.

Pelan-pelan, Aruna menyandarkan punggung ke sandaran kursi, menyilangkan tangan di depan dada. Matanya tidak lagi menatap menu, tapi suaminya. Ia memerhatikan setiap gerak-gerik Bagas dengan diam, tak ada lagi senyum atau harapan seperti sebelumnya.

Ada perasaan hampa yang muncul begitu saja. Bukan karena Bagas menjawab telepon. Tapi karena kini ia yakin suaminya telah berubah. Fokusnya, kehadirannya, bahkan mungkin hatinya... tak lagi sepenuhnya berada di sini. Bersama dirinya.

Akhirnya, Aruna memesan menu seadanya hanya untuk menghentikan pelayan yang sudah lama menunggu dengan sabar di sisi meja mereka. Ia tidak lagi berniat memilih dengan hati, hanya sekadar menyudahi.

Tak lama kemudian, makanan datang bersamaan dengan Bagas yang baru menutup teleponnya. Ia tampak puas dengan percakapannya, tapi wajah Aruna sudah berubah.

"Ini... makanan yang kamu pesan?" tanya Bagas sedikit bingung, memandangi sepiring ayam goreng dan sayur bening.

"Iya," jawab Aruna datar. "Sama aja kayak yang kita makan di rumah."

Bagas menatap piring itu, lalu menoleh ke Aruna. "Kenapa nggak pilih yang lain? Sayang dong udah jauh-jauh ke sini."

Aruna menghela napas, menahan kekesalan. "Gimana aku mau diskusi kalau kamu sibuk sendiri? Pelayan tadi udah berdiri di samping kita cukup lama. Aku pesan aja seadanya."

Suasana menjadi dingin. Makan malam yang seharusnya jadi momen hangat kini berubah hambar.

"Aku rasa kamu memang sudah berubah, Mas," ucap Aruna lirih tapi jelas. "Sibuk dengan urusanmu sendiri. Bahkan saat kita punya waktu berdua seperti ini, kamu nggak benar-benar hadir."

Bagas mendongak, sedikit tersentak. "Lho, bukannya kamu tadi juga yang bilang mendukung aku? Kamu tahu kan, ini penting untuk aku..."

Aruna menatapnya, tapi tak ingin memperpanjang. Ia menunduk, menyendok nasi tanpa selera. "Kalau mau bahas, nanti aja di rumah. Ini tempat umum. Aku nggak mau jadi tontonan."

Bagas terdiam. Suara sendok beradu dengan piring jadi satu-satunya bunyi di antara mereka. Makan malam itu, yang seharusnya penuh kehangatan, berubah jadi satu lagi momen sunyi yang menyisakan jarak.

Mereka menyelesaikan makan malam itu dalam diam, tanpa percakapan hangat, tanpa senyum yang biasanya menyertai setiap suapan. Piring-piring kosong di depan mereka seperti saksi bisu bahwa malam itu tidak berjalan seperti yang diharapkan Aruna.

Dalam perjalanan pulang, hanya sunyi yang mengisi ruang di dalam mobil. Bagas menyetir dengan tatapan lurus ke depan, sementara Aruna memandangi jendela, pikirannya melayang ke berbagai sudut. Sesekali ia mencuri pandang ke arah suaminya, ingin membuka percakapan, tapi enggan memulai di tempat yang salah.

Dalam hati, Aruna tahu ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Ada yang perlu dibicarakan. Ada luka kecil yang bisa jadi besar jika terus diabaikan. Ia ingin membahas semuanya, tapi tidak sekarang. Ia ingin menunggu sampai mereka tiba di rumah, tempat yang lebih tenang, tempat segalanya bisa terbuka dengan jujur. Ia tidak ingin masalah mereka menjadi drama yang dipertontonkan.

Sesampainya di rumah, Aruna langsung masuk lebih dulu, menyalakan beberapa lampu yang sempat dimatikan saat mereka pergi. Suasana rumah terasa sedikit hampa, seolah menyerap emosi yang menggantung di antara mereka.

Bagas meletakkan kunci mobil di meja, melepaskan jaketnya dan menyandarkannya di sandaran kursi. Aruna masih berdiri di dekat dapur, tangannya menyentuh mug kosong yang tadi pagi belum sempat dibereskan.

Suara hening itu akhirnya dipecahkan oleh Aruna. Suaranya pelan, tapi tegas.

"Aku rasa... kita perlu bicara, Mas."

Bagas menatapnya sekilas, lalu mengangguk tanpa berkata apa-apa.

Aruna menarik napas dalam. "Tapi mungkin... besok pagi saja. Aku juga lelah."

Bagas hanya menjawab dengan anggukan singkat, lalu berjalan menuju kamar. Aruna menatap punggung suaminya yang menghilang di balik pintu, sebelum akhirnya mematikan lampu ruang tengah satu per satu.

Malam itu rumah terasa tenang, tapi bukan karena damai melainkan karena ada yang sedang menunggu untuk diungkapkan.

1
Susi Yanti
ayok Aruna,jgn patahkan hatimu,jgn runtuhkan semangatmu untuk menggapai cinta Raka
km pasti bs meluluhkan hati ibunda Raka
Dee: Betul Kakak..
total 1 replies
Ita Putri
miris
Ita Putri
hubungan yg harusnya halal di masa lalu
harus menjadi hubungan tanpa nasab dr ayah calon bayi Aruna & raka
Susi Yanti
semoga cerita ini nggak cepet berakhir
Ita Putri
baru kali ini baca cerita perselingkuhan tp dengan alur cerita & bahasa yg baik
good job thor🤩💪🥰semangat terus
Dee: Terima kasih banyak, ya, atas apresiasi dan dukungannya. Sangat memotivasi saya untuk terus berkarya.💕🙏
total 1 replies
Ita Putri
menurut saya pembicaraan antara suami istri akan lebih hangat & lebih tenang jika di bicarakan dlm kamar tidur bukan ruang kerja yg kesan nya kaku & formal
Dee: Iya Kakak, bener banget kalau di kamar pasti lebih hangat. Tapi di cerita sebelumnya hubungan mereka udah hambar banget. Aruna juga masih kebawa sakit hati sama ucapan pedas Bagas, makanya suasananya jadi kaku bahkan pas berdua aja 😅
total 1 replies
Susi Yanti
terus berjuang Raka....
Dee: Semoga selalu suka sama ceritanya, Kakak💕
total 1 replies
🅰️Rion bee 🐝
ikut ngebayangin gimana kafe Aruna nanti😑pasti indah hidup sejuk dan menenangkan..
Dee: Aamiin... makasih banyak! Doanya bikin author auto recharge energi nih😁🥰💖
🅰️Rion bee 🐝: Aamiin..
buat othor juga😍😍😍
total 5 replies
Wiji Lestari
lanjoot
Yuni Asih
hamidunn thor😀
Dee: Hihihi.... hamidun banget ya? Aku aja yang nulisnya ikut senyum-senyum sendiri 😅
total 1 replies
Aksara_Dee
hamil
Aksara_Dee
ini yg aku pikirkan,.Aruna hamil anak Raka
Aksara_Dee
aku kasihan sama ayu
Aksara_Dee: ceritanya bikin terhanyut
Dee: Plis, jgn katakan lg, aku jadi ngerasa bersalah padamu Ayu,🥹
total 2 replies
Aksara_Dee
membayangkannya saja aku ngerasa ada di cafe milik Aruna
Aksara_Dee
muda, cantik, kaya, oke... ayu punya.

tapi hati Raka sdh utk Aruna buk
Dee: Cakeeep..
total 1 replies
Aksara_Dee
aku mau bisikin ke Bu Ayunda, "Syukurin!" boleh ya ka...ya boleh ya 🤭
Dee: Hihi...,🤭
total 1 replies
Aksara_Dee
knpa karmanya bu ayunda ke ayu...
Dee: Ini sih suka2nya author 😁🤭
Aksara_Dee: tapi takdir hrs begitu yaa
total 3 replies
Aksara_Dee
aku kok takutnya Aruna hamil anak Raka nih
Dee: Hehe...😁
total 1 replies
Aksara_Dee
aku juga tergila-gila dgn tulip
Dee: Aku juga,🤭🌷
total 1 replies
Aksara_Dee
aku JD kasian sama ayu
Aksara_Dee: iya bagus ka, seringkali author goyah saat bikin cerita pendukung JD lebih kuat. karena gak tegaan
Dee: Hehe... memang bikin kasihan ya. Tapi keluarga Ayu memang aku tulis sebagai cerita pendamping aja, untuk menguatkan konflik di alur utama
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!