Tidak ada tanggal sial di kalender tetapi yang namanya ujian pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Begitupun juga dengan yang dialami oleh Rara,gadis berusia 21 tahun itu harus menerima kenyataan dihari dimana kekasihnya ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan di malam itu pula kesucian dan kehormatannya harus terenggut paksa oleh pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Kehidupan Rara dalam sehari berubah 180 derajat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 19. Pengusik
Keiza menatap kepergian Rara dan Bara dari hadapannya.”Sial!! Doggy! Brengsek Kamu Bara Yudha Nugraha! Gue akan mencari waktu dan kesempatan untuk membalas dendam atas rasa malu yang aku terima hari ini!” geram Keiza kemudian meninggalkan tempat tersebut dengan tanda cap tangan di pipi kanannya yang diberikan oleh Rara spesial untuk pelakor seperti dia.
“Ada-ada saja tingkah pelakor saat ini semakin meresahkan,” sarkasnya.
“Pelakornya kalah pamor dengan istri sah!” cibirnya.
“Kalau saya ini di posisi sang suami nggak sudika nah dekati perempuan macam dia!” sinisnya.
“Khusus untuk istri sah percantik diri agar nggak ada kesempatan untuk pelakor masuk ke dalam rumah tangga kalian,” pesan seorang ibu-ibu.
Sedangkan di dalam kabin mobil..
Rara reflek memejamkan matanya ketika hidung mancung mereka saling menempel.
“Bismillahirrahmanirrahim semoga aku bisa melawan trauma ini ya Allah, aku nggak ingin berdosa kepada suamiku karena sudah menolak tanggung jawabku sebagai seorang istri,” batinnya Rara.
Rara berjuang keras melawan rasa traumanya yang tiba-tiba muncul dalam posisi yang sangat intim dengan suaminya sendiri.
Bara yang melihat Rara memejamkan matanya sebenarnya sangat ingin menyentuh istrinya wanita yang halal disentuhnya,tetapi merasakan tubuhnya Rara yang tremor karena rasa trauma itu kembali datang menggerogoti tubuhnya.
Bara hanya mengecup sekilas bibirnya Rara,” aku nggak bakalan ngapa-ngapain kamu. Aku akan sabar menunggu sampai kamu siap memenuhi tanggung jawabmu sebagai seorang istri.”
Bara kemudian memperbaiki posisi duduknya dan memasangkan seat belt ke tubuhnya. Sedangkan Rara raut wajahnya seketika bersemu merah karena cukup malu dalam keadaan seperti itu.
Bara mengusap puncak hijabnya Rara,” pakai sabuk pengamannya, kita akan ke Alaska, takutnya Mama kembali menelpon dan meminta kita gegas pulang ke rumah.”
Bara memperlihatkan layar ponselnya terdapat beberapa panggilan telpon tak terjawab dari nomor mertuanya.
“Aku harus bisa! Aku pasti bisa melupakan kejadian malam itu! Ya Allah tolong dan bantu aku untuk melupakannya,” tekadnya Rara.
Rara tersenyum simpul kemudian memakai sabuk pengamannya dan mengecek ponselnya yang ternyata ibu mertuanya juga menghubungi nomornya.
Berselang beberapa menit kemudian, keduanya sudah berada di dalam toko Alaska toko yang menjual khusus perabot rumah seperti alat elektronik dan juga pernak-pernik ruangan dan alat-alat perlengkapan dapur.
Bara menyerahkan segalanya keputusan pemilihan alat-alat elektronik sesuai dengan pilihannya melalui rekomedasi dari sales tokonya termasuk barang pecah belah karena menurut Bara perempuan lebih memahami apa yang paling cocok dan terbaik untuk rumahnya.
“Apa semuanya sudah cukup lengkap dengan semua ini? Cek ulang lagi agar tidak ada barang yang terlewatkan,” pintanya Bara.
“Insha Allah, semuanya sudah aman karena aku sudah buat list barang wajib yang kita beli dan sisanya itu hanya barang-barang pelengkap saja,” jawab Rara setelah melakukan pengecekan di dalam troli belanjanya dan ini yang kelima.
“Alhamdulillah kalau seperti itu,” balasnya Bara sambil menoel hidungnya Rara yang akhir-akhir ini menjadi kebiasaan barunya.
“Mas Bara kalau digituin terus hidungku bisa-bisa mancungnya berkurang,” Rara malah ngedumel.
Bara terkekeh mendengarnya,” hidung kamu pengen cipok sebenarnya cuman takut dilihat orang,” candanya Bara.
“Ish ish, pasti otaknya ke situ lagi kan,” sungutnya Rara.
Bara kembali tertawa kali ini tertawa dengan suaranya yang cukup besar tapi tidak membuat orang terganggu tetap stay kalem.
“Ngomong-ngomong asyik juga yah belanja bareng suami sendiri,” imbuhnya Rara yang masih mengambil beberapa baskom dan benda-benda plastik lainnya sambil berjalan menuju ke arah kasir.
Bara yang mendorong troli kesekian kali barang belanjaannya mengikuti kemanapun perginya Rara dan barang-barang lainnya sudah ada di sekitar kasir mengantri.
Bara menghentikan langkahnya ketika mendengar ucapannya Rara, “Asyik!? Memangnya biasa belanja barengan pria lain gitu?” Tebak Bara.
“Nggak lah, aku jarang banget jalan bareng dengan mantan aku. Palingan makan bareng, ngerjain tugas bareng itupun nggak pernah berduaan selalu bertiga akhirnya malah mantanku selingkuh dengan perempuan yang kasih undangan tempo hari,” jelas Rara yang kembali teringat dengan insiden dimana dia melihat langsung adegan nina ninu yang diperankan oleh Hani dan Dewangga sebagai aktor utamanya.
“Oh gitu baguslah berarti cuman gue yang akan menyentuhmu nggak ada pria lain selain pria malam itu yang menggantijan posisiku!” cicitnya Bara.
Rara menautkan kedua alisnya yang tanpa sengaja mendengar perkataannya Bara,” Mas barusan ngomong apa?”
Bara menggeleng,” nggak apa-apa kok, aku cuman bilang itu baskom kualitasnya bagus-bagus karena tebal-tebal,” kilahnya Bara.
Percakapan mereka terus terdengar hingga ke depan kasir. Semua barang belanjaannya akan diantar langsung ke rumahnya melalui kurir toko tersebut.
“Mas kayaknya ada yang kelupaan,” ucapnya Rara tiba-tiba ketika baru saja masuk ke dalam mobil.
“Lupa!? Maksudnya perabot rumah gitu?” Tanyanya balik Bara.
“Nggak, bukan itu maksudku. Tapi, kita belum makan padahal sudah lewat jam tiga saking serunya berbelanja,” ucapnya Rara sambil mengusap perutnya yang sudah sedikit buncit.
Suara tawa Bara pecah karena mendengar perkataannya Rara.” Ini karena Kita menikmati perjalanan Kita berdua hari ini jadinya kelupaan makan. Kita makan dimana? Soalnya kita belum beli sprei, tirai jendela sama beberapa sarung atau selimut juga.”
“Iya yah masih banyak ternyata yang belum sempat dibeli, kita makan coto saja gimana? Tiba-tiba kepengen banget makan yang berkuah terus ditambah cabe dengan perasaan jeruk nipis kayaknya enak banget,” usulnya Rara yang sudah membayangkan makan coto dengan ketupatnya.
“Siap istriku tercinta!” Bara malah tertawa cekikikan ketika berbicara seperti itu.
“Oke! Baiklah silahkan tertawa disaat ngomong istri tercinta, tapi jangan salahkan aku jika kelak Mas akan jadi suami bucin terbucin-bucin akut,” balasnya Rara.
“So what gitu loh! Aku tunggu apa kamu sanggup dan mampu membuatku jatuh cinta dan hanya Kamu wanita satu-satunya yang ada di dalam hatiku,” ujarnya Bara yang seolah menantang Rara untuk menaklukkan hatinya.
Rara melirik sekilas ke arah Bara sebelum pandangannya fokus ke arah jendela mobilnya.
“Aku berjanji dan bersumpah sebelum mas Bara menemukan wanita yang mas sakiti malam itu, aku sudah pastikan kalau Mas sudah takluk kepadaku dan hanya aku wanita yang kamu rindukan setiap waktu,” batinnya Rara yang perlahan sedikit-dikit sudah bisa melupakan Dewangga dari dalam hatinya seiring kebersamaannya dengan suaminya.
Keduanya singgah di salah satu warung makan khas Makassar yang menyediakan makanan olahan daging dan iga sapi yang cukup terkenal di daerah itu.
Warung makan coto Daeng Sirua di jalan Abdullah dg Sirua yang dekat dari Panakkukang Makassar.
Rara makan sampai belepotan saking lahapnya menyantap hidangan berkuah yang ada di hadapannya.
“Hati-hati makannya, lihatlah wajahmu sampai cemong-cemong gitu kayak bocah tau nggak sih,” ucapnya Bara seraya menyeka sudut bibirnya Rara yang tersenyum.
“Enak banget Mas Bara soalnya,” jawab Rara yang memperlihatkan senyuman termanisnya.
“Setiap hari nafsu makan kamu akan seperti ini selama kamu hamil dan itu bagus untuk kesehatan bayi kita berdua. Semoga dia di dalam sana sehat dan normal hingga lahiran,” tuturnya Bara spontan.
Perkataan Bara membuat Rara reflek berhenti menyantap makanannya. Disatu sisi dia sedih karena teringat kembali akan dosa-dosanya malam itu dan harus hamil anak pria yang tidak diketahui identitasnya, tapi di sisi lain dia cukup senang mendengar perkataan Bara yang menganggap anak pria lain adalah anaknya sendiri.
“Kamu nggak ngidam kayak bumil lainnya, misalnya mual-mual atau muntah-muntah gitu kayak Mbak Aminah dengan Mbak Fatimah waktu hamil benar-benar suami-suami mereka rempong mengurusnya sampai-sampai Mbak Aminah itu diopname di rumah sakit waktu ngandung anak pertamanya,” imbuhnya Bara yang tertawa mengingatkan pada kenangan beberapa tahun lalu.
“Kalau Mbak Masitha gimana Mas? Mairah anaknya Mbak Aminah dengan Mas Bagaskara kan?” Tanyanya Rara.
“Iya, dia keponakan pertama aku. Dia sangat dekat denganku dan sejak kecil paling lengket bersamaku malah dia lebih mau aku gendong daripada sama bapaknya Abang Bagas. Kalau Mbak Masitha kayak kamu anteng-anteng saja waktu hamil,” jelasnya Bara panjang lebar.
Rara memperhatikan dengan seksama wajahnya Bara ketika berbicara seperti itu, ada rasa bahagia dan nyaman melihatnya.
“Ganteng dan tampan paripurna,” gumamnya Rara yang selalu memuji ketampanan yang dimiliki suaminya.
Berselang beberapa menit kemudian setelah menyelesaikan semua urusan belanjaannya, mereka menuju ke rumahnya Bu Maryam.
Tetapi sebelum sampai di sana, Rara mampir ke toko kue Chocolicious Indonesia yang ada di jalan A.P. Pettarani Makassar.
“Mas, Mama sukanya makan kue yang manis atau gorengan?” Tanyanya Rara.
“Kenapa emangnya tanya-tanya kesukaan Mama segala?” Tanyanya balik Bara yang memelankan laju kendaraannya.
“Masa aku kesana dan menginap nggak bawa apa-apa. Nggak enak lah Mas pertama kalinya ke sana tanpa tentengan gitu,” balasnya Rara sambil memperhatikan jalan yang dilaluinya.
“Mama penyuka makanan jenis apapun, nggak pilih-pilih kok,” jawabnya Bara lagi.
“Kalau gitu kita mampir di depan sana kebetulan ada toko kue langganan aku rasanya enak, jual juga gorengan juga kayak jalangkote, risoles, lumpia basah maupun kering,” pintanya Rara.
“Baik ibu Ratu dihatiku,” candanya Bara.
Rara terkadang terheran-heran dengan sikapnya Bara karena sebelum mereka menikah keseharian mereka selalu saja berdebat, adu nyinyir dan julid tapi setelah mereka menikah hal itu 180 derajat berubah drastis.
Rara tidak mengambil dompetnya karena akan membayar pesanan kuenya menggunakan dompet digitalnya otomatis memakai uang pribadinya yang tidak seberapa gaji dari hasilnya sebagai guru honorer.
Bara memainkan ponselnya dan tanpa sengaja melihat nama kontak perempuan yang dulu membantu mamanya ketika terjatuh.
Bara tidak mengetahui kalau Rara adalah perempuan baik hati yang menolong Mama dan keponakannya, karena Bu Ratu dan Mairah tidak pernah menyampaikan langsung kepada Bara mengenai hal tersebut.
“Ela, ngapain sekarang yah? Mungkin dia sudah bahagia dengan suaminya,” gumamnya sambil menimbang untuk mengirimkan chat ke nomornya Ela yang tidak lain adalah Rara.
Bara memberanikan diri untuk mengirimkan pesan chat ke nomor perempuan yang bernama Ela dikontak ponselnya.
Bara dan Rara sama-sama memakai dua akun Whatsap sehingga dua-duanya tidak menyadari hal tersebut dan dua hari masa pernikahannya tidak ada yang berani mengusik dan mencampuri urusan pribadi dan privasi mereka.
Yudha “Assalamualaikum”
Ela”waalaikum salam“
Bara bahagia karena Ela membalas chatnya sedangkan Rara di dalam sana merasakan hal yang sama karena sudah beberapa hari ini menunggu pesan chat dari teman onlinenya.
Yudha”gimana kabarmu?”
Ela”Alhamdulillah baik, kalau Mas Yudha gimana?”
Yudha” Alhamdulillah baik juga.”
Rara keluar dari room karena itulah membuat Bara uring-uringan tidak jelas di dalam mobilnya karena Rara menyelesaikan pembayaran atas kue-kue dan gorengan yang dipesannya.
“Kenapa sulit banget bertemu dengannya. Padahal aku pengen banget bertemu dengan teman chatingan pasti seru kalau ketemuan hitung-hitung untuk menghilangkan rasa penat seharian bekerja,” gumamnya Bara.
semangat authir 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
peringatan yang cukup bagus author!