Dunia tiba-tiba berubah menjadi seperti permainan RPG.
Portal menuju dunia lain terbuka, mengeluarkan monster-monster mengerikan.
Sebagian manusia mendapatkan kekuatan luar biasa, disebut sebagai Player, dengan skill, level, dan item magis.
Namun, seiring berjalannya waktu, Player mulai bertindak sewenang-wenang, memperbudak, membantai, bahkan memperlakukan manusia biasa seperti mainan.
Di tengah kekacauan ini, Rai, seorang pemuda biasa, melihat keluarganya dibantai dan kakak perempuannya diperlakukan dengan keji oleh para Player.
Dipenuhi amarah dan dendam, ia bersumpah untuk memusnahkan semua Player di dunia dan mengembalikan dunia ke keadaan semula.
Meski tak memiliki kekuatan seperti Player, Rai menggunakan akal, strategi, dan teknologi untuk melawan mereka. Ini adalah perang antara manusia biasa yang haus balas dendam dan para Player yang menganggap diri mereka dewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theoarrant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Bloodhound
Setelah pertemuan itu, Rai mulai sering mengatur pertemuan antara Kian dan Rivia.
Awalnya, hanya obrolan ringan di tempat umum.
Namun, semakin sering mereka bertemu, Kian mulai lebih percaya diri dalam mendekati Rivia.
"Dia benar-benar tertarik padamu, Rivia."
"Kian itu pria yang setia, dia tidak akan pernah mengkhianatimu."
Rai terus menyisipkan kata-kata manis yang membuat Rivia mulai melihat Kian sebagai sekutu… dan mungkin sesuatu yang lebih.
Sementara itu, Kian semakin percaya pada Rai.
Beerapa hari berikutnya Kian kembali mendatangi mereka namun kali ini berbeda, tujuannya datang adalah menemui Rai.
"Ada apa?" Rivia bertanya dengan nada sedikit malas.
"Aku ingin mengajak Rai menjalankan misi bersamaku," kata Kian tanpa basa-basi.
Rai langsung duduk tegap, menunjukkan ketertarikan.
"Apa misinya?" tanyanya.
"Kami akan membersihkan sebuah tempat persembunyian kelompok pembangkang, mereka dulunya bagian dari Iron Fang, tapi sekarang menjadi duri dalam daging," jelas Kian.
Mendengar itu, Rivia mendengus kecil dan menyilangkan tangan.
"Dan kenapa kau ingin membawanya? Bukankah Bloodhound cukup untuk menangani itu?"
Kian tersenyum.
"Tentu saja cukup, tapi aku ingin melihat sendiri kemampuan sahabatku di lapangan."
Rivia menatapnya curiga, lalu beralih ke Rai.
"Kau mau ikut?"
Rai berpura-pura berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata,
"Jika bayarannya bagus, aku tertarik."
Kian terkekeh.
"Kau benar-benar tahu cara bernegosiasi, ya? Tenang saja, bayarannya besar."
"Tapi ada satu syarat," tambah Rivia, menatap Kian dengan ekspresi serius.
"Apa?"
"Aku tidak ingin pekerjaan ini mengganggu waktuku dengan Rai," katanya tegas.
Kian hanya mengangkat bahu.
"Tidak masalah, aku hanya butuh Rai untuk satu misi ini dulu."
Setelah beberapa saat, Rivia akhirnya menghela napas.
"Baiklah, aku mengizinkan, tapi Kian, pastikan dia kembali dengan utuh, atau aku yang akan mencarimu."
Kian hanya tertawa kecil.
"Tenang saja, aku jamin dia akan baik-baik saja."
Rai tersenyum tipis.
"Baiklah. Kalau begitu, kapan kita mulai?"
Kian menepuk bahunya. "Sekarang, bersiaplah."
**************************************
Rai dan Kian tiba di markas rahasia Bloodhound, sebuah bangunan sederhana di wilayah industri yang tampak tak mencolok dari luar, tetapi memiliki sistem keamanan ketat di dalamnya.
Saat mereka melangkah masuk ke ruang utama, enam sosok sudah menunggu.
Mereka mengenakan seragam tempur gelap dengan emblem Bloodhound di bahu, dan tatapan mereka tajam serta penuh kewaspadaan saat melihat Rai.
Salah satu dari mereka, pria berambut gondrong dengan wajah penuh bekas luka, menyipitkan mata.
"Siapa Player Rank E ini? Kenapa kau membawanya?" suaranya dipenuhi nada skeptis.
Seorang pria berbadan besar dengan kapak di punggung mendengus sinis.
"Apakah menurutmu dia akan berguna dalam misi ini?"
Kian hanya tersenyum santai.
"Jangan khawatir, aku berani menjaminnya dengan namaku, dia akan menjadi tambahan yang bagus."
Namun, pria gondrong itu tidak puas.
"Yah, kita lihat saja apakah dia sesuai dengan yang kau katakan."
Tatapannya menusuk ke arah Rai.
"Jika tidak, biarkan aku sendiri yang akan menghabisinya."
Rai hanya tersenyum tipis tanpa berkata apa-apa.
'Biarkan mereka meremehkanku sekarang akan lebih mudah menusukkan belati ke punggung mereka nanti.'
Mereka semua duduk di meja rapat dan Rai duduk dibelakang Kian sebagai anak buah dari Kian.
Dibelakang dia mengamati satu persatu anggota Bloodhound dengan mata bagaikan elang yang siap memangsa buruannya
Kenzo adalah pria berambut Gondrong yang mengancam akan membunuh Rai jika tidak berguna Jobnya Swordsman
Lalu ada Darius Pria besar dengan tubuh berotot, membawa kapak raksasa, sepertinya dia penghancur garis depan.
pria kurus dengan mata tajam dan wajah tanpa ekspresi adalah Axel sepertinya seorang Assassin.
Lalu ada Liora Satu-satunya wanita dalam kelompok, memiliki rambut pendek dan tatapan dingin, spesialis dalam api dan senjata jarak jauh.
Seorang penembak jitu yang selalu membawa Crossbow Raksasa, dia lebih banyak diam, hanya berbicara jika diperlukan.
Dan terakhir Tino satu satunya Mage dengan rambut hijau, sepertinya dia pengguna sihir angin.
Lalu Kian sendiri adalah pengguna Tombak dengan elemen es sangat sulit jika bertarung satu lawan satu melawannya.
Dan yang paling menyebalkan mereka semua adalah Rank A
Kian membentangkan peta di meja, menunjukkan lokasi target mereka.
"Awalnya, kami memperkirakan hanya ada beberapa Player Rank B dan C yang menjaga tempat ini, namun informasi terbaru menyebutkan bahwa ada lebih banyak Rank A dari yang kita perkirakan," jelasnya.
Anggota Bloodhound saling bertukar pandang, ini berarti pertempuran akan jauh lebih sulit dari yang mereka rencanakan.
"Itu artinya kita harus bertarung melawan mereka sendiri," gumam Viktor, sang penembak jitu, dengan nada datar.
"Masalahnya bukan hanya itu," kata Liora, menyilangkan tangan.
"Jumlah anak buah mereka juga jauh lebih besar, meskipun mereka hanya terdiri dari Rank D dan E, jumlah mereka bisa menjadi masalah jika kita tidak menanganinya dengan benar."
Rai yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara.
"Kalau begitu, kita harus membagi tugas lebih efisien."
Semua mata kini tertuju padanya.
"Biarkan aku dan beberapa anak buah dari Bloodhound menangani para Rank D dan E, sementara itu, kalian bisa fokus pada target utama tanpa gangguan."
Darius, pria berotot dengan kapak raksasa, tertawa sinis.
"Kau pikir kau bisa mengatasi mereka hanya dengan Rank B dan C dan kau sendiri Rank E?"
Rai tetap tenang.
"Jumlah mereka banyak, tapi bukan berarti mereka sulit dikalahkan, yang kita butuhkan hanyalah strategi yang tepat untuk mengisolasi mereka dari pertarungan utama, jika aku bisa membuat mereka sibuk, maka kalian bisa berhadapan langsung dengan target utama tanpa perlu khawatir akan serangan dari arah lain."
Axel, si ahli penyusupan, menatap Rai dengan lebih serius.
"Itu bukan ide yang buruk."
Kian mengangguk.
"Baiklah, kita lakukan seperti itu, Rai akan menangani anak buah mereka, kita yang lain akan berhadapan langsung dengan para Rank A."
Liora menyeringai tipis.
"Kita lihat apakah bocah ini benar-benar bisa diandalkan."
Rai hanya tersenyum.
'Kalian akan segera tahu siapa yang sebenarnya harus diwaspadai.'
Beberapa jam kemudian, mereka bergerak menuju target, sebuah kompleks bangunan tua di pinggiran kota yang digunakan sebagai markas oleh kelompok pembangkang.
Rai, Kian, dan keenam anggota Bloodhound masing-masing membawa pasukan kecil sebagai pendukung.
Di dalam kendaraan lapis baja yang membawa mereka, atmosfer tegang terasa.
Darius, si pengguna kapak raksasa, duduk dengan tangan bersilang, ekspresi tak sabar terpampang jelas di wajahnya.
Liora sibuk mengecek belati-belatinya, sedangkan Viktor, sang penembak jitu, hanya diam sambil membersihkan laras Crossbownya.
Axel, yang dikenal sebagai spesialis penyusupan, menatap peta holografik.
"Kita punya dua opsi, menyerang langsung atau menyusup dari beberapa titik lemah yang sudah kami tandai sebelumnya."
"Kita serang langsung," kata Darius dengan nada tak sabar.
"Tidak perlu basa-basi."
Liora menghela napas.
"Kau selalu suka cara kasar, Darius."
Kian menatap Rai.
"Bagaimana menurutmu?"