Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembelaan Rudy
Pagi hari yang cerah, Bu Anik seperti biasa membantu mbak Dar yang membantu memasak dan bersih bersih rumah tiap pagi. Mbak Dar selalu datang setiap selesai subuh dan gesit mengerjakan pekerjaan di rumah Bu Anik sampai kira kira selesai pukul 9 dan setelah jam 2 ia akan datang lagi untuk menyeterika baju baju yang sudah kering. Begitu terus kegiatan mbak Dar dan sudah berlangsung bertahun tahun lamanya sejak Alina masih SMP. Tak heran Mbak Dar sudah seperti saudara bagi keluarga Bu Anik. Bahkan banyak hal rahasia yang disimpan mba Dar tanpa diketahui Bu Anik dan putra putrinya.
Alina sudah berpakaian rapi dan siap siap berangkat bekerja. Bu Anik sedang menata hidangan yang sudah matang sambil memanggil Alina dan Rudy untuk sarapan bersama.
"Ibu pulang jam berapa semalem? " tanya Alina sambil menyendok nasi.
"Mungkin pas tengah malam. Karena ibu langsung tidur setelah selesai bersih bersih dan sholat lail."
"Dianter siapa? " kali ini Rudy menyela.
"Adik sepupunya Pak Cipto dari Jakarta. Katanya sekalian dia balik ke hotel Akasia tempatnya nginap."
"Rame ya Bu acaranya? "
"Lumayan. Namanya ketemu kawan lama ya gitu deh. " Bu Anik senyum senyum penuh arti.
Alina dan Rudy berpandangan dan tersenyum lebar berdua.
"Udah kayak abege aja Ibu.... " sahut Alina.
"Husshh.... bisa aja kalian."
Bu Anik yang awalnya ingin menyampaikan soal Roy, tiba tiba ragu dan akhirnya acara makan pagi itu dihiasi keheningan.
"Kuliahmu gimana Rud? Kok belum selesai selesai. Udah tahap apa sekarang? "
"Yeee ibu, telat nanyanya, ini minggu depan Rudy maju sidang terakhir. Alhamdulillah kemarin skripsinya udah diterima."
"Oh syukurlah kalau gitu. Kamu kan gak pernah update sama Ibu."
"Ya kan Ibu aja sibuk banget.... " Rudy manyun sambil mengaduk makanannya.
Bu Anik diam dan manggut manggut. "Ya udah ntar Ibu nungguin kamu terus deh kalau belajar. " Bu Anik ganti menggoda Rudy.
"Eh.... ya nggak gitu juga Bu.... Ntar deh aku kasih undangannya buat wisuda aku. "
"Biar jadi kebanggaan keluarga, Rudy. Ibu cuma punya kalian. " Bu Anik nampak pilu menyampaikan isi hatinya.
Alina hanya melirik ibunya dan merasa trenyuh dalam hati. Meskipun dia masih kesal tiap diingatkan soal jodoh. Dirinya bersyukur pagi itu topik pembicaraannya adalah kuliah adiknya. Sehingga buru buru ia menyelesaikan sarapannya dan bergegas pergi.
"Buru buru Lin..... " Bu Anik ingin menegur tapi Alina cepat tanggap dia bersalaman cium tangan ibunya tanpa bicara sepatah pun dan menyambar tasnya menuju garasi.
"Daahhh semuaaa..... Assalamualaikum" Alina pun samar mendengar ibunya dan Rudy menjawab salam.
Alina betul betul malas mendengar pertanyaan soal jodoh yang gencar ditanyakan ibunya. Oleh karena itu ia selalu menghindari waktu berdua dengan ibunya.
"Kakakmu rajin banget akhir akhir ini Rud, berangkatnya pagi banget tapi pulangnya juga terlambat."
"Yaa lagi banyak kerjaan atau target kali Bu. Maklum kan mba Lin penanggung jawab ekonomi koperasi."
Bu Anik terdiam mendengar penjelasan Rudy. "Trus kapan dia mikirin jodohnya kalau gitu. "
"Ibu.... jangan tersinggung ya kalau Rudy meneruskan apa kata Ustadz."
"Kenapa memangnya? " Bu Anik sambil membereskan piring dan merapikan bekas sarapan anak anaknya pagi itu.
"Jangan sampai Kita hanya mikirin jodoh kak Alina tapi lupa bahwa mati bisa kapan saja. Gak ada batas usia Bu kapan takdirNya Allah berlaku. Jadi menurutku gak bijaksana kalau Ibu kayak ngasih waktu batasan batasan berumahtangga buat Mba Alina, sama aja Ibu kayak ngatur ngatur Allah dengan keputusannya. Biarin mengalir wajar aja Bu. Aku juga mau mba Alina bahagia. Jangan sampai kita memaksakan kehendak yang membuat mba malah gak senang sama sekali."
Dan Bu Anik pun terdiam. Kata kata Rudy seolah menusuk jantungnya namun tak berdarah. Tiba tiba ia khawatir telah berdosa pada anaknya sendiri.
Dan seharian itu Bu Anik terdiam sama sekali tidak berinteraksi dengan Rudy maupun kawan kawan pengajiannya sore di acara pengajian rutin di rumahnya.
cek profil aku ada cerita terbaru judulnya
THE EVIL TWINS
atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.
terima kasih