Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendadak Sakit
Beberapa hari berlalu, Devano yang telah disibukkan oleh tumpukkan kertas mulai merasa bosan. Biasanya semakin banyak pekerjaan, semakin membuat dia bersemangat. Namun, kali ini berbeda.
Devano seperti kehilangan semangat, entah karena apa yang jelas hidupnya bagaikan sayur tanpa garam, hambar. Apa mungkin semua itu terjadi akibat dia merindukan seseorang yang sudah berhasil menghantui pikirannya setiap detik?
Jika benar begitu berarti Devano harus menemui Misca untuk membalikkan semangatnya. Namun, alasan apa yang akan dia gunakan?
Sementara Cia dan Nina tidak ada pekerjaan sekolah, bahkan sang sahabat sedang menikmati liburan bersama kedua orang tuanya di luar negeri. Maklum, kedua bocil itu baru saja selesai ulangan kenaikan kelas.
"Hahhh ... hidup macam apa ini? Satu sisi lelah, sisi lainnya rindu. Misca, Misca ... pelet apa yang kamu gunakan padaku, sampai-sampai aku tidak bisa jauh darimu."
Devano menyandarkan punggungnya di kursi kebesaran sambil memijit dahi yang terasa penat. Rindu yang menyiksa, benar-benar membuat hati tidak nyaman.
"Cia ... Cia lagi apa, ya? Apa dia mau membantuku untuk bertemu dengannya? Kurasa tidak, secara gadis itu sedang marah padaku, hufftt ... Nasib!" ucap Devano pada dirinya sendiri.
Dari semalam Cia memang tidak keluar dari kamar. Dia masih kesal lantaran Devano tidak ingin memberikan izin pergi bersama keluarga Nina. Jadilah, gadis kecil itu mengambek dan mengurung diri.
Di saat Devano sedang mencari alasan untuk bertemu Misca juga mengambil hati Cia, suara ketukan pintu mampu membuyarkan semuanya.
"Permisi, Tuan. Bolehkah saya masuk!" ucap Killa.
"Masuklah!" balas Devano sambil memijit kepala yang terasa penat sekali.
Perlahan pintu terbuka bersamaan munculnya Killa dengan penampilan yang cukup menggoda. Wanita itu tidak akan berhenti memancing Devano sebelum tujuannya tercapai.
"Loh, Tuan, gapapa? Tuan, sakit?" tanya Killa khawatir.
"Saya gapapa," jawab Devano kembali duduk tegak menatapnya, "Ada apa? Katakan!"
"Baiklah, ini ada berkas yang harus Tuan tandatangani karena sore ini salah satu staf di perusahaan A akan mengambilnya sebagai dokumen pelengkap kontrak kerja sama perusahaan yang sudah disepakati," kata Killa yang masih memeluk berkasnya.
"Tinggalkan di situ dan pergilah!" tegas Devano melirik ke arah mejan karena tidak ingin berlama-lama melihatnya.
"Ta-tapi, Tuan. Berkas ini harus segera ditandatangani, jadi saya harus ada di sini untuk memastikan Tuan tidak lupa," balas Killa sekedar alibi untuk berlama-lama di dalam ruangan bersama Devano.
"Kalau saya bilang taruh di situ, ya, taruh. Ngerti!" bentak Devano menatap tajam Killa penuh ketidaksukaan atas sikapnya yang selalu mencari perhatian.
"Tapi, Tuan. Saya---"
"Mau keluar dari ruangan saya atau pergi dari perusahan ini!" ancam Devano.
Kali ini Killa tidak dapat berkutik. Dia langsung meminta maaf, walaupun hatinya sangat dongkol. Selepas berkas ditaruh di atas meja wanita itu pergi. Lagi-lagi wajahnya cemberut kesal akibat tidak ada kesempatan untuk mendekati Devano yang super duper dingin.
Selang beberapa menit, ponsel Devano berbunyi. Dia segera mengangkatnya karena tahu siapa yang sedang menghubungi di jam kerja seperti ini.
"Ada apa?" ucap Devano tanpa basa-basi.
"Tuan, maaf kalau saya menganggu. Saya cuma mau kasih tahu, Non Cia sakit. Panasnya hampir 40 derajat celcius. Saya takut jika tidak segera ditangani panasnya akan semakin tinggi, bisa-bisa Non Cia kejang-kejang."
Seketika jantung Devano berdetak kencang. Baru kali ini dia mendengar kabar Cia sakit, padahal dari dulu sampai detik ini sang anak jarang sekali sakit.
Imun tubuh Cia sangatlah kuat, jadi tidak mudah terserang oleh penyakit. Anehnya, baru semalaman mengurung di kamar badannya langsun panas. Ini pasti ada sesuatu yang sudah terjadi. Begitulah pikir Devano.
"Tu-tuan, apakah Tuan masih mendengar saya?" ucap pembantu Devano yang merasa cemas dan panik.
"20 menit saya sampai rumah. Siapkan semua keperluan Cia. Setelah saya sampai kita langsung ke rumah sakit. Ngerti!" tegas Devano yang langsung berdiri sambil siap-siap pulang ke rumah.
"Ba-baik, Tuan. Saya akan siapkan keperluan Non Cia. Saya tutup dulu telponnya," balas sang pembantu.
Setelah sambungan telepon terputus. Devano segera bergegas keluar dari ruangan dalam keadaan terburu-buru. Dia melupakan berkas penting yang harusnya ditandatangani hari ini.
Killa yang melihat Devano pergi secepat itu terlambat untuk menahannya. Dia berlari masuk ke dalam ruangan memeriksa berkas yang dibawa sebelumnya.
Benar saja, berkas tersebut tidak ada satupun yang di sentuh. Posisinya masih sama seperti Killa meletakkannya di atas meja.
"Sudah kuduga, Tuan Devano pasti tidak menandatangani berkas penting ini. Ada apa sih, sebenarnya. Apa yang membuat Tuan Devano pergi terburu-buru? Apa ini karena Misca, Misca, itu? Siapa sih, wanita itu? Lama-lama aku jadi penasaran dengannya!"
"Sepertinya aku harus mencari tahu sedekat apa hubungan mereka. Dengan begitu aku pasti bisa berjaga-jaga untuk menjauhi dia dari Tuan Devano. Ya, aku harus secepatnya menyelidiki semua ini. Tunggu saja, tidak ada satu wanita pun yang boleh mendekati Tuan Devano selain aku!"
***
Di rumah kediaman keluarga Nina, perasaan Misca menjadi tidak karuan. Apa pun yang dia ingin lakukan selalu saja salah.
"Ada apa ini? Kenapa perasaanku jadi tidak enak, jangan-jangan sesuatu terjadi pada Non Nina dan Nyonya Salsa juga Tuan Kris?"
Kecemasan di wajahnya terlihat begitu jelas. Dia langsung mengambil ponsel untuk menghubungi Nina yang berada di luar negeri demi memastikan bagaimana keadaan mereka di sana.
Tak lama Nina mengangkat sambungan telepon tersebut. Mereka berbicara panjang kali lebar yang membuat hati Misca sedikit tenang. Ternyata itu hanya firasatnya. Semua baik-baik saja tidak ada sesuatu yang terjadi.
Akan tetapi, saat sambungan telepon terputus Misca merasa hatinya masih belum tenang. Seperti ada yang mengganjal, entah apa.
Sampai di mana ingatannya langsung tertuju pada Cia. Tanpa berlama-lama Misca segera menghubunginya. Namun, tidak diangkat.
"Astaga, Non Cia ke mana? Tumben, tidak mengangkat teleponku. Biasanya dia selalu menggangguku setiap saat. Apa mungkin masih istirahat?"
Rasa khawatir Misca terhadap Cia sangat besar. Dikarenakan semalam mereka habis teleponan sampai larut hanya untuk menceritakan tentang kekesalan sang anak pada ayahnya.
Misca tidak menyerah. Dia terus mencoba dan mencoba sampai sambungan teleponnya terangkat, "Ayo, dong, Non Cia. Angkat telpon dari Bi Misca, jangan buat Bi Misca khawatir. Please, Non. Ang ...."
"Hallo, Non Cia. Non Cia baik-baik aja? Non Cia gapapa, 'kan? Non Cia lagi di rumah, 'kan? Non, Non ... jawab Bi Misca, Non gapapa? Non---"
"Saya akan membawa Cia ke rumah sakit Cakrawala!"
Sambungan telepon terputus sepihak. Misca yang panik tambah panik setelah mendengar kabar tersebut. Namun, dia hapal sekali suara siapa yang memberitahunya.
Tanpa membereskan dapur yang masih berantakan. Misca berlari ke arah kamar untuk bersiap-siap menyusul Cia ke rumah sakit.
Entah apa yang terjadi sama Cia. Misca benar-benar bingung. Setahunya semalam gadis itu baik-baik saja, bahkan video call sambil makan. Cuma kenapa paginya langsung mendadak drop seperti ini? Ada apa?
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...
" aku membencimu"