Siapa sangka moment KKN mampu mempertemukan kembali dua hati yang sudah lama terasa asing. Merangkai kembali kisah manis Meidina dan Jingga yang sudah sama-sama di semester akhir masa-masa kuliahnya.
Terakhir kali, komunikasi keduanya begitu buruk dan memutuskan untuk menjadi dua sosok asing meski berada di satu kampus yang sama. Padahal dulu, pernah ada dua hati yang saling mendukung, ada dua hati yang saling menyayangi dan ada dua sosok yang sama-sama berjuang.
Bahkan semesta seperti memiliki cara sendiri untuk membuat keduanya mendayung kembali demi menemui ujung cerita.
Akankah Mei dan Jingga berusaha merajut kembali kisah yang belum memiliki akhir cerita itu, atau justru berakhir dengan melupakan satu sama lain?
****
"Gue Aksara Jingga Gayatra, anak teknik..."
"Meidina Sastro Asmoro anak FKM, kenal atau tau Ga?"
"Sorry, gue ngga kenal."
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Godaan terdahsyat
Jingga hanya berkata, sampai kapan alasan basi itu akan menjadi alasan utama dirinya merana? Taukah Mei, jika mereka sedang sama-sama menyakiti. Mungkin alasan basi itu akan tertawa karena telah berhasil membuat dua orang yang sama-sama saling menyayangi tercerai berai bermusuhan selama ini.
Jingga dan Mei masuk kembali melewati pintu dapur.
Lain Jingga yang tenang saja seolah tak terjadi apa-apa, lain pula dengan Mei yang sudah syok lahir batin melihat keberadaan seseorang di meja makan. Memikirkan apakah obrolannya dan Jingga tembus dari dinding bilik dapur? Mengira-ngira sekencang apa perdebatannya dan Jingga tadi.
Ia bahkan mencoba melepaskan genggaman tangan Jingga dari tangannya, meski hasilnya nihil karena tangan Jingga seperti di lem saat ini. *Tak mau lepas*.
Melihat itu, ia hanya mendengus menyuapkan nasi dan telur semur ke dalam mulutnya santai, "gue ngga denger kok. Gue ngga denger lo bilang Mei dijodohin sama si Ijat," lelaki itu memandang Jingga, namun sejurus kemudian beralih tatap pada Mei, "gue juga ngga denger waktu Jingga bilang nyusul lo ke Bandung, Mei."
Jingga terkekeh geli, genggaman tangan mereka akhirnya terlepas, bukan karena usaha Mei yang meronta-ronta, tapi memang Jingga yang sudah melonggarkan pegangannya, hingga Mei dengan mudah melepasnya.
"Ini makanan siapa, acak-acakan begini? Mana ngambil porsi dua orang, lagi...maruk banget." Ujar Arshaka menghardik diantara kunyahannya.
"Itu..." Mei gelagapan tapi tak urung ikut duduk di kursi dekat Jingga dengan perasaan gugup nan panik, persis maba ketemu senior galak melihat wajah Arshaka lekat.
"Punya gue sama Mei." Jujur Jingga yang kelewatan. Mei menggeleng kencang panik namun Arshaka sudah menatap menyipit, menudingnya duluan, "wahhh, bisa-bisanya ya lo berdua sepiring sendoknya cuma satu. Ngga usah ngalesan ngga ada piring sama sendok lah, basi..." namun sejurus kemudian setelah Shaka melihat rak piring ia mengernyit, "wah anjirrr! Piring pada kemana?!" hebohnya. Pasalnya ia makan di piring semur telur yang sayang saja jika bumbunya tak ia habiskan juga.
Pagi-pagi sekali, Nalula sudah heboh dengan tumpukan piring bersih yang berada di atas rak penyimpanan bumbu.
"Woyy! Ini kerjaan siapa, usil banget njirrr!"
"Piring-piring bersih jadi kotor lagi ah, pikettt!" teriaknya.
"Senja sama Arshaka!"
"Ah elah, nambah-nambah kerjaan aja...kalo usil jangan nyusahin orang dong!" omel Shaka yang kini beranjak dari duduknya dengan misuh-misuh karena hawa dingin dan pekerjaan berat, bukan untuk mencuci piring...namun untuk meminta Senja, "Nja, cuci piring sono...nyapu biar gue aja."
Senja yang tengah asik menyapu halaman seraya bersenandung praktis menggidikan bahunya, "ogah ah. Kuteks gue copot nanti...kan bagian elo cuci piring."
Jingga melirik sebentar namun kemudian melanjutkan pekerjaannya membantu Jovian di halaman.
Lula, tangannya masih memegang spatula berjalan ke arah luar bermaksud mencari keberadaan Arshaka dan Senja, "malah ngobrol ihh, ini orang-orang mau pada sarapan, piringnya ngga ada yang bersih." Omelnya persis ibu kost sambil menunjuk-nunjuk spatulanya.
"Ntar Senja yang cuci." Tuduh Shaka.
"Apaan ih, ntar Shaka yang cuci, La...tenang aja dia calon bapak-bapak rumah tangga." Ujarnya tak terima.
Mereka yang ada disana hanya bisa menggeleng dengan keributan keduanya.
"Lo berdua, bukan saling tuduh begitu...berat sama dipikul, ringan sama di go cleanin aja..." Cibir Arlan. Perdebatan pagi yang memang akan selalu menjadi keributan di posko kini dilatari oleh kebisingan alat perkakas yang beradu dengan bahan proyekan.
Jingga mengusap keringat yang menetes dari ujung keningnya melihat keduanya berdebat sengit.
"Iya ih, lagian kerjaan siapa coba yang naro piring di atas rak bumbu gitu. Ngaku hayooo! Tanggung jawab!" Syua menunjuk ke arah Jovian yang tak terima dan menepis udara, lantas telunjuknya berganti arah ke Arlan yang sama-sama mengelak, "gue mending ngusilin ngumpetin ko lor Jovi ke genteng biar cuaca panas seharian."
"Kemaren waktu makan siang perasaan masih ada deh, yang terakhir makan siapa?" tuduh Zaltan ke arah sembarang memandang Maru, Mahad dan Alby yang menggidikan bahu.
"Gue. Tapi itu piring udah pada lenyap..." akui Mei.
"Iyeee, makanya lo makan sepiring berdua sama bang Jing..." ujar Arshaka membuat mereka menoleh horor bukan Mei saja yang merasa mendapatkan serangan jantung dadakan saat itu tapi mereka.
"Aslinya Mei?" tanya Syua. Mau tak mau Mei mengangguk menyetujui ucapan si ember Arshaka. Jingga terlihat tenang saja disana, seperti tak terpengaruh, anteng gergajiin bambu, padahal tatapan Mei sudah mengisyaratkan sinyal SOS, seolah sedang meminta pertolongan Jingga, tapi orangnya emang perlu ditampol sih!
"Terus, abis itu lo ngerasain tanda-tanda rabies ngga?" tanya Jovian yang langsung dihadiahi toyoran kepala oleh Mahad sambil tertawa, "lo kira Jingga as uu."
"Tapi semalem kita makan---"
"Nasi kotak kali, semalem kan dapet nasi kotak dari ibu-ibu pkk." Cerita Maru, Alby mengangguk membenarkan, "terus lo berdua lagi ngapain nyimak obrolan disini, bukannya cuci piring?" tuduhnya pada Arshaka dan Senja.
"Supaya anak-anak makan pake alas daun alpuket." Ujar Arshaka ngasal, namun kini dirinya dan Senja sudah berjalan ke arah dalam posko.
"Lagian siapa juga yang usil, ngga ada kerjaan banget." Omel Alby jua. Tatapan Mei justru mengarah pada si bapak kordes satu itu, ia sedikit curiga pada kekalemannya sejak tadi, siapa tau kan di balik sungai yang hening ada jiwa usil yang meronta-ronta.
Syua melanjutkan pekerjaan Senja yang mengikat plastik sampah dan membawanya ke pinggiran pagar bambu agar tak berantakan lagi, sebab si empunya kini sudah beranjak ke dalam, bersama dengan sapaan ramahnya pada beberapa warga yang turut menyapa, memberikan obrolan ringan.
Mei yang masih duduk di kursi beranda kembali mengalihkan fokusnya pada log book dan beberapa catatan penting kelompok 21.
"Guys, yang dapet paket dari rumah mesti ambil di balai desa ya...soalnya yang nyampe kesini cuma kantor pos." Ujar Mei lagi.
"Oke."
"Ga, hape lu bunyi terus dari tadi nih! Kana telfon!" seru Arshaka yang sudah kembali dari dapur.
"Cieeee!" seru Alby, kemudian ia mengangkat tangannya dibuat seperti gagang telfon di depan telinga, "halo bang, adek rinduuu! Abang 4 hari disana udah mirip singkong bakar belum?!" godanya ditertawai yang lain, "angus itu bang sat," tawa Mahad. Sementara tatapan Mei tak bisa dijabarkan lagi nyalangnya melihat Jingga meski kemudian ia menghela nafasnya berat.
"Abang, adek minta jajan...si Kana kan begitu kalo ketemu Jingga, kaya ke bapaknya sendiri..." kini cibir Jovi kembali memantik tawa mereka.
Jingga melewatinya begitu saja masuk ke dalam dan menerima ponsel dari tangan Arshaka, "ati-ati lo bang, dedek ngamuk tau abang berpaling." Tak kalah panas, Arshaka tertawa dan justru meminta maaf pada Mei, "canda Mei."
Dih apaan deh?! Mei merotasi bola matanya seraya mendengkus.
Diantara panggilannya itu, beberapa kali Jingga melirik Mei dan mengangguk-angguk.
Ragu itu semakin membuat Mei kesulitan untuk bernafas kali ini. Di satu sisi ia merasa bahagia menemukan kejelasan dari kesalahpahamannya dan Jingga tentang 4 tahun lalu, tentang sikap dingin Jingga yang tanpa ampun. Tentang hatinya yang nyatanya masih belum bisa berpaling dari cintanya. Tapi di sisi lain, ia tak mau menjadi perusak hubungan orang....Mei tidak sejahat itu untuk merenggut kebahagiaan Kana.
"Ru, ini file yang dari hari pertama udah gue susun ya...jadi kalo nanti pak Sulaeman nanya laporan mingguan tinggal kirim aja." Ia berdiri dari duduknya dan berbalik.
"Oke!" Angguk Maru, namun naas, gerakannya bersamaan dengan Jingga yang hendak kembali keluar, hingga membuat keduanya bertabrakan.
"Duh, sorry...sorry..." Mei menghindari tatapnya dari Jingga dan berusaha mengambil sisi lain di gawang pintu.
"Kenapa?" sadar akan gelagat Mei, Jingga justru menahan langkah gadis itu dengan badannya.
"Apanya?" tanya Mei kini mendongak.
"Kamu.."
"Gue? Gue ngga kenapa-napa." Jawabnya. Alis Jingga mengernyit, "gue?"
Anggukan cepat Mei seolah mempertegas jawabannya, "awas minggir gue mau lewat."
Jingga mendengus, "Coba bilang sekali lagi...mau masuk, kan? Coba ijin yang sopan..." tangannya refleks bersidekap.
Mei menatap lelaki ini tajam, oke! Sekarang ia tak akan tergoda lagi, dan akan berkata stop Jingga! Jangan menggodanya lagi! Tapi maksud hati tak selalu sejalan dengan kenyataan, karena yang dilakukan Mei justru sebaliknya.
Jingga bersidekap kekeh menghalangi pintu masuk, "ayo, coba mana gue itu?"
"Ga, nyebelin banget sih!" sewotnya mendorong badan Jingga singkat dengan laptop di tangannya.
Jingga terkekeh, "nakal banget mulutnya...perlu dicium ngga?"
Kembali Mei mendorongkan laptopnya ke arah Jingga. Tanpa disadari jika suara bising di belakang berangsur terhenti dan menumbuhkan tatapan-tatapan melongo anggota kelompok 21.
"Itu pacar orang lagi godain Meidina?" tanya Alby pada kawan-kawannya.
"Si an jing, pacar orang." Tawa kecil Jovi dan Arlan, "maksud lo, Kana?" tanya Arlan diangguki Alby.
"Kana udah kaya adek sendiri buat Jingga. Saban hari minta jajan mulu tuh anak di kampus, heran gue, kapan Jingga mungut anak marmut coba?!" Jovi kini melanjutkan pekerjaannya. Bukan Alby atau Mahad yang kini berjalan tapi Syua, "Ga woyyy! Peraturan kkn, jangan ada yang cinlok elahhhh! Pro dong prooo!" sewotnya.
Untung saja, karena Syua...kini Jingga lebih lengah dan Mei segera menembus benteng takeshi di depannya itu.
"Elah, peraturan gila macam apa itu Ci Yu...biarin aja napa, cinta bersemi di posko kkn...kan kalo mereka jadian, kita juga yang enak, dapet peje!" ujar Arlan.
.
.
.
jadi jangan ada yg di tutup²in lagi ya cantik