Clara yang tak tau apa-apa.. malah terjebak pada malam panas dengan seorang pria yang tak dikenalnya akibat dari jebakan seseorang. Dan dihadapkan pada kenyataan jika dirinya tengah hamil akibat malam panas pada malam itu.
Akankah clara mempertahankan kehamilannya itu, atau malah sebaliknya? Dan siapakah pria yang telah menghamilinya? Dan siapa yang telah menciptakan konspirasi tersebut?
Yuk simak kisah clara disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Astaga Clar... Kau tau, aku tadi bertemu siapa?! Aku tadi bertemu...."
Eliza datang-datang sudah membuat keributan, sampai matanya tak sengaja menangkap sesosok tubuh yang tak dikenalnya namun seperti mengenal, barulah Eliza berhenti mengoceh.
"Mom, aunty ini siapa?" Arsen bertanya mewakili pertanyaan Eliza juga.
"Kenalkan, dia adalah aunty Mia, teman mommy," ucap Clara memperkenalkan. "Tidak apa kan kalau Mom juga mengundang aunty Mia?" lanjutnya dengan bertanya, karena Clara juga menghargai keinginan sang anak.
"Of course, Mom. Terserah pada Mommy saja," jawab Arsen dengan tersenyum.
"Astaga Clara! Apa benar dia anakmu?" ujar Mia dengan mata berbinar. "Menggemaskan sekali... Apa boleh aku bawa pulang saja, Clara?" lanjutnya, yang langsung mendapat protesan keras dari Arsen. Membuat semua orang yang berada di sana tertawa, tapi minim Eliza yang benar raganya berada di sana, tapi pikirannya entah kemana.
"Huh, sepertinya aku tidak akan bisa tidur malam ini," Mia kembali berucap setelah puas tertawa.
"Kenapa?" tanya Clara.
"Karena akan selalu terbayang rupa menggemaskan anakmu ini." jawab Mia sembari sedikit mencubit pipi Arsen.
Mia tidak tau saja, jika dibalik sosok menggemaskannya Arsen, ada sosok lain yang mampu menggemparkan dunia per-elektronikan. Dibalik sosok polos Arsen, tersimpan dendam untuk orang yang telah berani menyakiti sang mommy.
"Kau ini ada-ada saja. Sebentar lagi kau juga akan memiliki Baby mu sendiri," ucap Clara seraya mengelus perut buncitnya, Mia.
"Hehe. Ya, kau benar," Mia membenarkan sembari ikut mengelus perutnya sendiri.
"Baiklah, untuk menghemat waktu kita mulai saja acaranya, gimana?" tanya Clara meminta persetujuan semua orang.
"Tunggu dulu, Mom," sela Arsen.
"Kenapa? Apa masih ada tamu Arsen yang belum datang?" tanya Clara.
"No, Mom."
Memang siapa yang harus ditunggu? Sedangkan dirinya baru kemarin pindah ke kota ini. Fikir Arsen.
"Lalu?"
Arsen tidak menjawab lewat kata-kata melainkan menunjukkan jari kelingkingnya.
Clara yang mengerti pun hanya tersenyum seraya menggeleng dibuatnya.
"Baiklah, ayo Mom antar."
"No, Mom. Arsen bisa sendiri."
"Tapi sayang, kau masih asing di sini," tutur Clara merasa khawatir.
Memang, biasanya Arsen akan selalu pergi sendiri jika ingin ke toilet dari semenjak usianya masih lima tahun. Namun sebagai mommy, Clara akan tetap merasa khawatir, walau kekhawatirannya itu tidak pernah terjadi, karena Arsen selalu pulang kembali ke pelukannya dengan selamat.
"Mom, apa Mom tidak percaya pada, Arsen?"
"Bukannya Mom tidak percaya Arsen.., Tapi...."
"Mom... Percayalah, Arsyana nya Mom akan kembali dalam pelukan, Mom, oke," Arsen berucap sembari menggenggam tangan dan menatap dalam netra sang mommy agar tenang dan mengizinkannya untuk pergi hanya sendiri. Arsen berbuat demikian karena tak ingi selalu bergantung dan menyusahkan sang mommy.
Jika Arsen sudah menyebut nama panggilannya lengkap sedangkan dirinya tak suka jika dipanggil seperti itu, maka Clara pun jadi tak kuasa untuk mencegahnya.
Clara bisa saja membuntutinya dari belakang dan dari jarak jauh, tapi itu terkesan sangat tidak mempercayainya.
"Baiklah, tapi kau harus hati-hati," Clara akhirnya mengizinkannya juga.
"Terimakasih, Mom," ucap Arsen, dan selanjutnya langsung ngacir karena sudah tak tahan lagi menahan sesuatu yang secepatnya harus dikeluarkan. Yang sebelumnya kembali memakai maskernya.
Sementara Eliza yang sedari tadi diam saja, beranjak menghampiri Clara dan berbisik, "Clar.. Sebenarnya dia siapa? Kenapa aku merasa seperti pernah bertemu sebelumya.."
"Astaga Eliz!! Seriusly, kau tak mengenalnya?"
"Jangan keras-keras," omel Eliza dengan cemberut, karena dirinya merasa malu jika didengar orang yang tengah dibicarakannya.
"Hehe.. Dia itu Mia.. Masa kau tak mengenalnya? Dia itu__"
***
"Hey! Kau mau kemana Boys? Ayo cepat, semua orang sudah menunggu." ucap asisten Leo dengan cepat langsung mencekal pergelangan tangan seorang anak.
"Lepas! Uncle siapa?"
"Kau jangan bercanda, Boys. Kalau tidak, Uncle akan laporkan ke daddy mu. Ayo cepat, atau akan Uncle gendong," ancamnya.
"Uncle siapa sih? Kenapa mengancam ku?"
"Airlen..." panggil asisten Leo dengan tatapan tajamnya.
"Airlen, Airlen. Dasar aneh." ucap anak itu seraya akan pergi meninggalkan asisten Leo.
Namun baru beberapa langkah anak itu pergi, asisten Leo sudah menggendongnya.
"Aaaa... Tolong... Siapapun tolong aku.. Aku diculik. Mommy...tolong..." anak itu terus memberontak dalam gendongan asisten Leo.
"Tidak akan ada yang bisa menolongmu, Tuan rubah kecil,"
Ya, asisten Leo tak takut melakukan aksi semacam itu ditempat umum, karena siapa yang tak kenal dengan tangan kanan seorang tuan Arkhana Davidson itu.. Berurusan dengannya sama saja berurusan dengan tuan Arkhana Davidson langsung.
"Huuh, lepas! Aku bisa jalan sendiri." jadilah anak itu menyerah sendiri, karena sedari tadi berteriak meminta tolong tak ada seorangpun yang mau membantunya.
"Good Boys.. Sesuai keinginanmu," ucap asisten Leo sembari menurunkan anak itu dari gendongannya, namun terus menggenggam erat tangannya, mengingat jika anak yang bersamanya saat ini sering kabur jika berada di luar rumah.
"Hem... Sejak kapan Airlen mengganti pakaiannya?" fikir asisten Leo heran saat sadar akan pakaian yang dikenakan anak itu. "Ah, mungkin itu sebabnya dia begitu lama di toilet tadi. Ck, si Mr. perfect," sambungnya saat mengingat bagaimana pola hidup anak majikannya itu.
Sesampainya didepan pintu salah satu ruangan, anak itu menghentikan langkahnya, membuat asisten Leo mengernyit heran.
"Kenapa berhenti? Ayo masuk. Semua pasti sudah menunggu," ucapnya.
Namun yang diajak bicara hanya menatap asisten Leo, dan kemudian menatap kearah pintu ruangan disebelahnya.
"Aku mau kesana," tunjuknya.
"Untuk apa kesana?! sudahlah, ayo masuk. Jangan main-main lagi."
"Tapi__"
"Sudah, ayo," asisten Leo lekas menarik tangannya dan masuk kedalam ruangan didepannya, tak peduli lagi dengan apa yang akan dikatakan anak majikannya itu lagi.
"Ada apa?" tanya Granny Aerin. "Duduklah, kenapa hanya berdiri saja?" tegur Granny Aerin saat asisten Leo bersama anak itu telah masuk namun hanya berdiri di dekat pintu.
"Aku mau keluar."
"Mau kemana?"
Belum juga kembali berbalik, suara berat mengalihkan atensi anak itu. Membuatnya dengan reflek berjalan menuju tempat duduk dengan tatapan tetap tertuju pada asal suara tadi dan ke beberapa orang yang ada di sana.
***
"Ya ampun Arsen! Kenapa lama sekali? Aunty kira kau diculik. Ayo cepat, mommy mu sudah menunggu dengan cemas." cerocos Eliza menyambut kedatangan seorang anak yang baru saja keluar dari toilet.
"Aunty sia__"
"Sudah, ayo cepat," sela Eliza sembari menarik pergelangan tangan anak itu, dan tak memberi kesempatan anak itu untuk bicara.
"Aunty, aku__"
"Jangan banyak bicara, ayo masuk," Eliza kembali menyela dan menggiring anak itu untuk masuk ke dalam ruangan.
"Tuh lihat, betapa cemasnya mommy mu," ucap Eliza lagi seraya menunjuk ke arah Clara yang sedang mondar-mandir. "Cepat temui dia dan segera minta maaf," sambungnya.
"Minta maaf? Kenapa?"
"Astaga... Sudah sana," Eliza segera mendorong pelan anak itu ke arah Clara yang tengah membelakangi keduanya.
"Clara," panggil Eliza.
Clara pun segera berbalik mendengar panggilan itu, dan buru-buru menghampiri dengan berlari-lari kecil.
"Astaga Arsen, kau kemana saja... Mom sangat cemas," ucapnya sembari bersimpuh memeluk anak itu.
Secara reflek anak itu membalas pelukan Clara sembari berucap, "Sorry, Mom."
"Baiklah, karena kau sudah disini.. Ayo segera kita tiup lilin dan potong kuenya," ucap Clara sembari akan melepas pelukannya dari anak itu.
Akan tetapi, tanpa disangka anak itu justru semakin mengeratkan pelukannya, yang membuat semua orang merasa heran melihatnya.
"Why, Boys?"