Aku tidak pernah menyangka jika kisah cintaku bisa serumit ini. Berawal dari perkenalan yang tidak kusengaja dengan seorang pria yang mengaku masih singel, ternyata dia adalah seorang pria beristri.
Disaat aku mencoba untuk move on, ternyata Allah kembali menguji ku dengan seorang duda beranak satu. Lalu sanggupkah aku lepas dari jerat sang duda?
jangan lupa baca dan suscribe aku ya.. Terima kasih 😊🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjerat Cinta Duda 10
" Bikin malu. Cuih!" Papa meludah sembarangan.
"Kita tanya dulu pa, biar lebih jelas." Mama berusaha menjadi penengah diantara aku dan papa.
" " Tanya.. tanya sama anakmu itu!" Papa menunjuk wajahku.
"Apa benar kamu menjadi pelakor?" Ucap mama tegas.
Sontak aku menggeleng, " Dengerin Zahra dulu ma!" Pintaku.
" Ayo jelaskan! Memalukan tingkahmu itu. Mati-matian papa bekerja untukmu, nyatanya prilaku mu serendah itu." Emosi papa memuncak.
" Apa sudah tak ada lelaki yang mau sama mu lagi?" Ucapan papa semakin kasar.
Hatiku seperti tersakiti, entah dapat keberanian dari mana hingga aku bisa membantah ucapan papa, " mengapa papa harus sama seperti mereka yang menghina Zahra? Yang papa tau setiap hari hanya kerja, kerja dan kerja. Memangnya Zahra tau lelaki itu sudah punya istri. Zahra gak tahu pa... Papa enggak tahu apa-apa. Jadi jangan tahunya ikut memaki Zahra. Papa keluarga Zahra, bahkan orang tua Zahra. Seharusnya yang papa lakukan adalah memberi dukungan buat Zahra bukan ikut-ikutan menghakimi Zahra seperti orang lain." Keluar sudah unek-unek ku bak lava yang di keluarkan dari perut bumi.
" Kurang ajar beraninya kamu menyalahkan papa!" Tangan papa terangkat tinggi hendak memukulku, namun dipegang oleh mama.
" Cukup pa! Bukan dengan kekerasan penyelesaiannya." Mama memberi peringatan pada papa
" Apa? Papa mau pukul Zahra? Silahkan pa! Pilih yang mau papa pukul biar papa merasa puas!" Aku setengah berteriak menantang papa.
" Cukup Zahra! Jangan bertindak kurang ajar pada papa." Mama berang melihat tingkahku.
" Sekali saja mendengarkan penjelasan Zahra pa, ma. Sekali saja tidak menghakimi Zahra seperti mereka yang di luar sana. Zahra capek ma.. Zahra capek pa.." Aku menangis dengan suara kencang. Lelah lahir batin menghadapi permasalahanku.
Papa meninggalkanku dan mama. Selalu begitu. Mama mendekatiku, merangkul dan memelukku.
" Apa yang terjadi padamu Zah? Cerita sama mama, kamu gak sendiri. Ada mama Zah."
Dan memang benar apa yang di katakan mama. Mama memang selalu ada untukku. Mama bagai ibu peri untukku, mama bagai bidadari untukku dan mama bagai malaikat tak bersayap untukku.
" Ma, Zahra tertipu. Lelaki itu bilang dia single, nyatanya dia pria beristri." Ucapku terisak-isak.
" Erik?"
Aku mengangguk.
" Kamu tahukan feeling mama gak bagus saat tahu kamu berdekatan dengan Erik. Hati mama itu merasa kalu Erik bukan lelaki baik yang pantas kamu dapatkan. Apalagi sampai meminjam uang kamu dalam waktu yang sangat singkat. Sekarang kamu tahu kan arti marah mama yang kemarin? Mama tahu kamu sudah dewasa, mama mengerti jika kamu mulai menyukai lawan jenis. Tapi yang paling harus kamu mengerti carilah laki-laki yang bisa membimbing kamu meraih surganya Allah, bukan hanya untuk memanfaatkan kamu dan untuk bersenang-senang dengan kamu " ucap mama panjang lebar menasehatiku.
" Wajar kalau papa kamu marah. Yang papa tahu kamu adalah gadis kecil papa yang masih polos. Kamu tahu? Betapa kecewanya papa dan mama, bahkan papa mu sampai meneteskan air mata melihat kamu di tuduh dan di permalukan bahkan dianggap sebagai pelakor oleh mereka-mereka itu. Papa sangat menyayangi mu, apa yang dilakukan papa tiada lain adalah untuk kebahagiaan kita berdua. Minta maaflah pada papa, bagaimanapun kerasnya sifat papa, tapi papa adalah lelaki terbaik untuk kita." Ucap mama bijak.
Aku menatap mama penuh haru. Mama adalah wanita yang lembut, wanita yang bijak yang terkadang selalu kujadikan panutan dan terkadang sudah bisa menjadi teman untuk ku.
" Temui papa di kamar!" Perintah mama dengan lembut.
Aku bangun dari duduk ku, berjalan kekamar mama dan papa.
" Pa.." panggilku sambil mendorong pintu kamar yang tertutup separuh.
Papa sedang duduk di kursi sambil menghisap rokok. Papa hanya melirik ku sekilas, setelah itu tampak tidak perduli padaku.
Aku berjalan mendekati papa. Papa mematikan rokok yang ada di tangannya.
" Maafin Zahra pa." Aku berlutut di dekat kaki papa.
Papa memegang bahuku, " maafkan papa yang terlalu sibuk. Maafkan papa yang tidak punya waktu banyak untuk menemani kamu. Maafkan papa yang tidak bisa mengerti kamu. Maafkan papa yang tidak bisa menjadi orang tua terbaik untuk putri papa satu-satunya." Papa mulai terisak.
" Papa gak salah, Zahra yang salah." Aku mengusap air mata papa.
" Kamu putriku, anak yang paling papa sayang. Sakit rasanya melihat kamu diperlakukan seperti itu oleh orang lain." Ucap papa sambil menunjuk dadanya.
" Pintarlah dalam menilai seorang lelaki, jangan melihat ketampanannya, tapi yang utama adalah lihatlah akhlaknya. Kalau akhlaknya sudah bagus, Insya Allah dengan sendirinya aura ketampanan seorang laki-laki akan muncul."
Nasihat papa begitu menghujam jantungku. Aku mencintai mas Erik bermula saat melihat parasnya. Aku begitu terpesona pada ketampanannya. Nyatanya ia tak ubah seorang lelaki brengsek. Lelaki yang doyan merusak harga diri seorang perempuan.
Papa mengusap pucuk kepalaku, " jangan terlalu percaya pada perkataan lelaki, apa lagi lelaki yang baru kamu kenal. Jangan pernah mau di sentuh oleh seseorang yang bukan muhrimmu. Seorang perempuan harus bisa menjaga harga diri. Kamu tahu mengapa papa selalu menyuruh mu menutup aurat? Selain karena hukumnya wajib, papa juga ingin kamu menjadi wanita yang berkelas, wanita yang mahal. Bukan menjadi wanita murahan yang auratnya bisa dilihat oleh siapapun." Jelas papa panjang lebar.
Aku memeluk papa, meminta maaf pada papa. Karena sudah emosi dan melawan papa. Kini aku sudah sedikit tenang karena mama dan papa sudah tahu masalahku.
" Sekarang tidurlah! Supaya besok kamu bisa tampil fresh!"
***
Pagi ini aku sudah bangun. Tak lupa mandi dan melaksanakan shalat dua rakaat( subuh).
Pagi-pagi sekali tim makeup yang di pesan mama sudah datang. Aku meminta di rias yang simple namun tetap cantik.
Yeah! Akhirnya aku sudah di rias.
Mama, papa dan aku sudah tampil kompak dengan seragam yang sama berwarna navy.
Kini kami bersiap untuk menghadiri acara wisuda kampusku.
Ini adalah hari yang membahagiakan sekaligus hari yang menyedihkan untukku.
Hampir semua teman-teman ku datang bersama pasangan mereka. Termasuk sahabatku, Putri. Ia datang didampingi orang tua juga suami tercintanya. Ada rasa iri melihat kebahagian sahabatku. Nyatanya percintaannya lebih mujur dibandingkan aku.
" Hai sayang.." Putri menyapaku dengan suara khasnya.
Putri pun menyalami kedua orang tuaku, begitu pun juga denganku yang juga menyalami orang tua juga suaminya.
Aku dan Putri berpelukan seperti orang yang sudah lama tak bertemu. Mama dan papa tampak akrab berbincang-bincang dengan orang tua Putri dan suaminya.
Tinggal kami berdua yang juga asyik mengobrol. Iseng-iseng ku singgung tentang penikahannya, " Bagaimana rasanya menikah?"
Ia tersenyum padaku penuh artinya, " Enak,enak banget punya suami. Nyesal banget aku terlalu lama menikah." Jawabnya sambil tertawa.
" Jelasin salah satunya?" Ucapku penasaran.
" Waktu bobo ada yang meluk." Ucapnya sambil menaik turunkan alisnya.
Aku kesal dengan jawabannya," bagaimana dengan malam pertamamu? Tidur bersama seranjang dengan orang lain?" Aku makin penasaran. " Emangnya kamu gak malu berganti pakaian di depan laki-laki?" Ucapku lagi.
" Dia bukan orang lain. Laki-laki yang sudah menikah dengan kita adalah suami kita. Kita halal melakukan ibadah bersama bahkan melakukan hubungan suami istri pun itu suatu ibadah." Jawabnya bijak.
Aku hanya manggut-manggut menanggapi ucapan Putri. Bagaimana bisa ia begitu dewasa setelah beberapa minggu menikah?
" Lalu bagaimana dengan malam pertama mu? Sakitkah?" Tanyaku serius.
" Sakit-sakit enak. Tiap malam gak mau nolak. Hahahah...." Ia tertawa kencang sehingga kami berdua menjadi perhatian orang-orang yang ada disekeliling kami.
" Percaya deh sama aku, menikah itu enak. Ada yang nemenin, ada yang jagain. Lagian kita bukan menikah muda. Insyaallah akan ada rezeki yang di beri oleh Allah.
Aku terdiam mencerna setiap ucapan Putri. Benarkah menikah itu enak?
Menurut kalian gimana teman-teman?
pelajaran Manis Untuk Suamiku
kshan zahra
yuk ah baca....