NovelToon NovelToon
Erick-Melina Dosen Dan Mahasiswinya

Erick-Melina Dosen Dan Mahasiswinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Greta Ela

Melina Lamthana tak pernah merencanakan untuk jatuh cinta ditahun pertamanya kuliah. Ia hanya seorang mahasiswi biasa yang mencoba banyak hal baru dikampus. Mulai mengenali lingkungan kampus yang baru, beradaptasi kepada teman baru dan dosen. Gadis ini berasal dari SMA Chaya jurusan IPA dan Ia memilih jurusan biologi murnni sebagai program studi perkuliahannya dikarenakan juga dirinya menyatu dengan alam.

Sosok Melina selalu diperhatikan oleh Erick seorang dosen biologi muda yang dikenal dingin, cerdas, dan nyaris tak tersentuh gosip. Mahasiswi berbondong-bondong ingin mendapatkan hati sang dosen termasuk dosen perempuan muda. Namun, dihati Erick hanya terpikat oleh mahasiswa baru itu. Apakah mereka akan bersama?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Greta Ela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

Satu setengah bulan libur semester tidak terasa. Erick tetap menjadi orang yang menjemput Melina setiap malam, membawanya keluar dari kesunyian apartemen. Sejak pertengkaran ketegangan di mobil malam itu, Devano memang tidak lagi mengirimkan pesan. Seolah pria itu tahu ada sesuatu yang tidak beres pada Melina.

Melina hanya rutin bertukar kabar dengan Bunga melalui IG, VC, dan bahkan telepon suara. Namun, ada satu hal yang terus mengusik benak Erick. Selama dua bulan penuh, Melina tidak pernah sekali pun menyinggung soal pulang ke rumah orang tuanya. Ia seolah sangat betah di apartemen yang sepi ini.

Malam itu, mereka duduk di sebuah restoran mewah dengan konsep fine dining yang sangat privat. Cahaya lilin berpijar lembut di antara mereka, memantul di mata Melina yang tampak tenang namun menyimpan misteri.

Erick menyesap wine-nya perlahan, matanya yang tajam menatap Melina yang sedang memotong hidangannya dengan sangat rapi dan terlalu rapi, seolah setiap gerakannya telah dilatih untuk menjadi sempurna.

"Melina," panggil Erick dengan suara serak.

"Iya, Erick?" jawab Melina tanpa mendongak.

"Kenapa kamu tidak pulang? Liburan hampir selesai, tapi kamu tidak pernah menyebut soal rindu pada orang rumahmu. Apa kamu tinggal di sini hanya karena aku yang memintanya? Atau ada alasan lain?"

Pertanyaan itu langsung membuat Melina terdiam. Tangan Melina yang memegang pisau makan seketika membeku. Ia tertegun. Ia tidak ingin mengingat kejadian mengerikan itu lagi. Namun, melihat tatapan Erick yang menuntut jawaban, Melina tahu ia tidak bisa lagi menghindar.

Melina meletakkan alat makannya perlahan. Ia menarik napas panjang, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Wajahnya mendadak berubah datar, kehilangan binar yang biasanya ada saat mereka tertawa bersama.

"Aku tidak punya rumah untuk pulang, Erick," ujar Melina pelan, suaranya terdengar sangat pelan.

Erick mengernyitkan dahi.

"Apa maksudmu? Orang tuamu di sana, kan?"

Melina tersenyum pahit.

"Orang tuaku... mereka bukan orang tua yang merindukan anaknya. Mereka hanya merindukan piala. Sejak aku kecil, aku adalah proyek mereka. Aku harus sempurna. Aku harus juara satu, aku harus bisa bahasa asing, aku harus bisa segalanya. Mereka tidak melihatku sebagai manusia, tapi sebagai investasi."

Melina terdiam sejenak, bayangan masa lalu yang suram kembali berputar di kepalanya.

"Waktu aku kelas 3 SMP, aku mendapatkan peringkat 3 secara paralel. Aku belajar mati-matian, tapi aku jatuh sakit saat ujian. Bagi orang lain, peringkat 3 adalah prestasi. Tapi bagi mereka, itu adalah aib. Malam itu, mereka tidak bertanya apakah aku sakit. Mereka mencaciku. Ayahku bilang aku sampah yang membuang-buang uang mereka, dan ibuku menghinaku karena aku kalah dari anak orang lain."

Erick terdiam. Ia tidak menyangka di balik kepolosan dan keanggunan Melina, ada luka sedalam itu.

"Hingga suatu hari," lanjut Melina dengan nada yang semakin dingin,

"Kakek dan nenekku, orang tua ayahku datang ke rumah. Mereka tidak tahan melihat aku yang setiap malam menangis di pojok kamar. Mereka membawaku pergi. Mereka adalah satu-satunya alasan aku bisa bertahan hidup sampai sekarang."

Melina menceritakan bagaimana ia menghabiskan masa SMA-nya bersama kakek dan nenek di desa. Hidup seadanya, jauh dari kemewahan yang kini Erick berikan. Ia belajar berkebun, membantu kakeknya mencangkul tanah, dan terkadang ikut berjualan sayur di pasar tradisional saat subuh. Di sana, ia merasa menjadi manusia, bukan lagi anak yang disiksa orang tuanya.

"Lalu bagaimana dengan orang tuamu sekarang?" tanya Erick lirih, rasa posesifnya kini berganti dengan rasa iba yang mendalam.

Mata Melina mulai berkaca-kaca, meski wajahnya tetap berusaha terlihat tegar.

"Mereka sudah menggantiku, Erick. Tak lama setelah aku pergi, mereka mengadopsi seorang anak perempuan yang masih bayi. Mereka ingin mencetak anak itu sejak nol agar menjadi versi sempurna yang gagal mereka dapatkan dariku. Mereka ingin anak itu mendapatkan pasangan kaya raya suatu hari nanti agar bisa mengangkat derajat mereka. Aku... aku menangis waktu tahu itu. Aku merasa benar-benar dibuang."

Suasana di meja makan yang mewah itu mendadak menjadi sangat canggung dan berat. Melina menceritakan bahwa kecerdasannya, beasiswa full yang ia dapatkan, semuanya adalah bukti perjuangannya agar ia bisa membalas budi pada kakek dan neneknya. Ia berjanji hanya akan pulang menemui mereka saat ia sudah lulus dan sukses, bukan untuk menemui orang tuanya.

"Aku rindu kakek dan nenek," bisik Melina.

"Setiap kali aku melihat kemewahan yang kamu berikan, aku teringat tangan kakek yang kasar karena berkebun untuk membiayai sekolahku dulu. Itu sebabnya aku tidak mau pulang ke rumah orang tuaku. Bagiku, mereka asing."

Erick terdiam seribu bahasa. Ia menatap gadis di depannya dengan pandangan yang benar-benar baru. Selama ini ia menyukai Melina karena kecantikan dan kepolosannya, namun kini ia menyadari bahwa Melina adalah baja yang ditempa oleh api penderitaan. Rasa ingin melindungi yang ia rasakan kini berkali-kali lipat lebih kuat.

Erick mengulurkan tangannya di atas meja, menggenggam jemari Melina dengan sangat erat, namun lembut.

"Maafkan aku karena menanyakan itu. Aku tidak tahu."

"Tidak apa-apa," jawab Melina datar, meski matanya menunjukkan luka yang menganga.

"Setidaknya sekarang kamu tahu, bahwa aku memang tidak punya tempat lain selain di sini... atau bersamamu."

Malam itu, kencan yang seharusnya penuh kemesraan berakhir dalam keheningan yang penuh pemikiran. Erick menyadari bahwa Melina bukan hanya seorang mahasiswi yang ia cintai secara posesif, tapi seorang wanita yang butuh disembuhkan.

Dan di sisi lain, Melina merasa sedikit lega meski suasana menjadi kaku, karena akhirnya ada satu orang lagi di dunia ini yang tahu bahwa di balik senyum manisnya, ada trauma yang belum sepenuhnya sembuh.

Liburan tinggal menghitung hari, dan masa lalu yang Melina ceritakan seolah menjadi kesalahan besar bagi Erick.

Setelah melalui keheningan yang panjang itu, Erick meneguk satu kali lagi winenya. Ia lalu pergi ke kasir dan membayar makan malam itu dengan sekali tab pada kartu kreditnya.

"Kita pulang Melina." Erick menggandeng tangan Melina.

Didalam mobil pun mereka agak sedikit canggung. Mungkin Melina masih memikirkan kakek dan neneknya didesa. Ia ingin pulang tapi tiket pesawat ia rasa lebih cocok untuk ditabungkan saja mana tau ada keperluan mendadak.

Sesampainya dibelakang apartemen, Erick menghentikan mobilnya, menunggu Melina keluar.

"Makasih Erick." ucapnya pelan. Terlihat wajah Melina masih sedih karena pertanyaan Erick tadi. Harusnya Ia tidak menanyakan itu.

"Melina, aku minta maaf." ujar Erick

"Gak apa-apa kok. Kan kamu gak tahu."

Sebelum keluar dari mobil, Erick mencium punggung tangan Melina lalu memeluknya.

"Aku luan ya. Makasih."

Melina lalu keluar dari mobil Erick dan pelan-pelan menaiki tangga. Ia masuk ke apartemennya, tiba-tiba saja air matanya jatuh.

"Aku rindu nenek.... aku rindu kakek..." tangisnya pecah.

1
Atelier
cepet sembuh ya Mel
Atelier
ini ujian🤭 pak...
Atelier
iya kadang emang begitu kok Mel
Tina
Jangan macam² ya erick, gw sentil ginjal lo nanti 🙄
Tina
paham rasanya jadi melina, energi terkuras karena frekuensi mereka tak sama 😌
Tina
ckckck erick, bisaan milih gaun kyak gitu.. apa maksudmu??🙄
Greta Ela🦋🌺: Author juga ga tau kak🤭
total 1 replies
Tina
so sweet banget kamu pak 😄
Tina
aku penggemar cowok gepeng, dan ini asli guanteng 😊
Atelier
jangan Erick!
Alexander BoniSamudra
jadi penasaran perbandingan harga makanan kantin SMA sama kantin Kampus 🤔
Greta Ela🦋🌺: Namanya juga anak kuliahan🤭
total 3 replies
Alexander BoniSamudra
Dosen : diluar perkiraan BMKG 😑
Alexander BoniSamudra
jadi keingat pas ujian praktek SMA😭😭😭
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
keknya pak Erick bentar lagi khilap deh😭
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
saingan baru ahay 😂😂
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
kasian aaaaa seneng kali ya🤣🤣🤣
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
eh beneran pak Erick lebih ganteng dari devano😭
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤: balik lagi dukung pak Erick ah🤣
total 2 replies
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
panas gak tuuhh😂
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
iyess satu kelompok 🤣
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
kira kira pilih devano atau lak Erick nihh pemirsa wkwkwk
Mike_Shrye ❀∂я⒋ⷨ͢⚤
eh siapa ya... penisirin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!