Di suatu hari paling terpuruk di hidup Dinda, dia bertemu dengan seorang wanita paruh baya. Wanita tua yang menawarkan banyak bantuan hanya dengan satu syarat.
"Jadilah wanita bayaran."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WB&CEO BAB 10 - Merasa Dipermainkan
Senyum Dinda lama-lama berubah jadi getir saat dia membiarkan Liora terus memukulnya, membuatnya berantakan.
Beberapa orang mulai datang untuk menolong dan melerai mereka.
Kini Dinda seperti sudah tak berdaya, disaat seperti ini dia harus kembali memerankan aksinya. Sampai detik ini, semuanya masih sesuai rencana.
"Maafkan aku Liora, aku dan Alden hanya saling mencintai," balas Dinda lirih.
"Jaga ucapan mu!! DASAR JALAANG!" Pekik Liora, dia benar-benar sudah hilang kendali, amarahnya memburu dan semakin jijik ketika mendengar wanita sialan ini bicara.
Tapi kini tubuhnya telah dipegangi oleh beberapa wanita yang melerai mereka, buat Liora tak bisa lagi menyerang Dinda semaunya.
"Berhenti bicara tentang Alden! mulut kotor mu bahkan tak pantas menyebut nama itu!!" geram Liora, dia masih berusaha melepaskan diri dan ingin kembali menjambak Dinda. Usahanya yang kuat akhirnya berhasil, saat terlepas dia kembali menarik rambut panjang Dinda dan menjambaknya kuat.
"Awh!" pekik Dinda, ini bukan bohong, namun sakit dikepalany benar-benar terasa.
"Lepaskan! jangan main hakim sendiri!" pekik seorang wanita yang entah siapa, dia dan teman-temannya terus berusaha untuk melerai perkelahian ini.
Belum tau mana yang salah dan mana yang benar, namun kondisi Dinda yang sudah tak berdaya memuat mereka semua iba.
Dan saat Dinda berhasil lepas dari bekalan Liora, dia akhirnya mengangkat wajah, menangis hingga air mata itu terlihat jelas mengaliri wajahnya yang telah lebam.
"Aku mohon jangan begini Liora, aku tidak ingin terjadi sesuatu pada anakku," ucap Dinda lagi, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sebuah ucapan dan pergerakan yang menarik simpati orang.
"Cih! benar-benar wanita menjijikkan! Alden bahkan berulang kali bicara padaku bahwa dia tidak mengenal mu!"
"Dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk membicarakan ini semua."
"Stop! Menjijikkan!" Kaki Liora coba menendang, namun tak sampai.
Kegaduhan itu bahkan jadi pusat perhatian di jalanan. Liora tak peduli lagi dengan tatapan semua orang, yang dia inginkan kini hanya satu, menghajar wanita sialan ini dan memberikan pembalasan yang setimpal.
"Liora!!" teriak seorang pria yang tiba-tiba hadir diantara mereka.
Alden datang setelah seorang temannya menghubungi dan mengatakan jika ada dua orang wanita tengah berkelahi memperdebatkan dia.
Sudah dia duga jika kedua wanita itu adalah Liora dan Dinda, ternyata benar dugaannya.
Namun dia kira, Dinda lah yang akan menghajar Liora hingga tak berdaya. Tapi kini dugaannya salah, justru Liora lah membuat Dinda jadi tak karuan. Bahkan gaun yang dikenakan Dinda sobek di bagian pundaknya, sobek hingga turun ke bagian dada.
"Al," panggil Dinda lirih, bahkan hanya gerakan bibirnya saja yang terlihat memanggil. Sementara suaranya hanya seperti hembusan nafas.
"Jangan sebut nama kekasihku! saat tidak tahu malu!!"
Namun Alden pun menatap Dinda dengan iba.
Melihat tampilan yang sudah berantakan itu Alden dengan segera melepas jaket yang dia kenakan dan memberikannya pada Dinda. Dia tak suka jika ada seorang wanita dilecehkan di depan umum seperti ini.
"Alden! apa yang kamu lakukan?!!" pekik Liora lagi, bertanya dengan nada tidak terima. Matanya menatap nyalang butuh kejelasan untuk ini semua.
Bagaimana bisa di saat seperti ini Alden malah membela wanita sialan itu?!
Namun Alden yang tak ingin jadi bahan tontonan hanya pilih diam, dia menarik tangan Liora untuk segera pergi dari sana.
"TIDAK! aku tidak mau pergi! aku mau semuanya selesai saat ini juga! katakan! KATAKAN JIKA DIA HANYA JALAANG!!"
"Liora! cukup," balas Alden, suaranya pelan namun penuh dengan penekanan. Tatapannya pun coba ikut bicara, berharap Liora mengerti jika bukan seperti ini caranya.
Liora terdiam, hanya deru nafasnya yang terdengar jelas. Dia melirik Dinda dan melihat wanita itu yang menyeringai ke arahnya.
Awas kamu! batin Liora.
Tubuhnya di tarik oleh Alden untuk masuk ke dalam mobilnya, duduk di samping kursi kemudi. Kemudian disusul oleh Alden yang juga masuk ke dalam mobil itu.
Sementara motor Alden tetap ditinggal di sana.
Dengan segera Alden membawa mobil itu melaju pergi dari area kantor Carter Kingdom, menghindari semua keramaian yang telah tercipta.
Sementara Dinda banyak menerima bantuan dari semua orang. Satu orang wanita bahkan membantunya mencari taksi untuknya pulang.
Kini Dinda telah berada di dalam mobil, duduk dengan tubuhnya yang dibalut oleh jaket milik Alden.
Dia pererat jaket itu, menutupi tubuhnya yang kini benar-benar terlihat hina.
"Pak, pindah jalur ke jalan melati."
"Baik Nona," sahut supir taksi itu.
Dinda tak jadi pulang, dia tak mungkin menuju rumah sakit dengan keadaan yang seperti ini. Jadi Dinda putuskan untuk pulang lebih dulu ke rumahnya.
Menempuh perjalanan beberapa menit dan akhirnya dia sampai. Dinda turun, melepas jaket milik Alden dan membuangnya di tempat sampah yang ada di depan pagar rumahnya.
Baginya semua yang di lakukan kini hanyalah kenangan buruk yang tak akan pernah dia ingat untuk selamanya.
Dinda ingin ini semua segera berakhir. Ingin Alden dan Liora segera berpisah agar Gaida tak lagi memperalat dia.
Sementara itu di tempat lain, Alden menghentikan mobilnya di salah satu rest area.
Sesaat hanya ada hening diantara dia dan sang kekasih, baik Alden ataupun Liora masih sama-sama sibuk dengan pikirannya sendiri.
Liora yang semakin menaruh curiga namun tak ingin kehilangan, dan Alden yang tak menyangka jika masalah ini jadi semakin besar. Padahal ini hanyalah sebuah permainan.
"Kamu hanya salah paham Liora."
"Jangan membela wanita itu!" balas Liora dengan cepat, dia menatap Alden dengan tatapannya yang nanar, sakit sekali rasanya ketika pria yang dia cintai membela wanita lain.
Liora tak mampu mendengar semakin jauh. Cukup.
"Dinda memang salah."
"Jangan sebut NAMANYA!!" pekik Liora lagi, lengkap dengan air matanya yang mulai mengalir deras.
Alden coba meraih tangan Liora untuk ditenangkan, namun dengan cepat pula Liora menepis tangan Alden.
"Jangan pernah sebut nama wanita itu, aku jijik mendengarnya."
"Dia memang bersalah, tapi dia hanyalah wanita bayaran yang disuruh oleh seseorang untuk menghancurkan hubungan kita," terang Alden, dia harus segera mengatakan ini pada sang kekasih, tak ingin Liora semakin tenggelam dalam kesalahpahaman.
"Jangan mengada-ada, jelas-jelas berulang kali dia bilang hamil anak mu!"
"Tidak Liora, dia sudah mengakui semuanya padaku. Bahkan dia pun akan meminta maaf pada mu."
Liora menggeleng, kini kepalanya pusing sekali. Tak tau mana yang benar dan mana yang salah.
Kini dia malah merasa seolah telah dipermainkan.
Liora kembali menangis, sampai sesenggukan. Dia lantas menutupi kedua matanya dengan satu tangan.
Tak pernah terbayangkan dalam benaknya, jika hubungannya dan Alden akan jadi seperti ini.