Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10 keinginan Nara
"Gimana keadaannya, apa perlu kita bawa ke rumah sakit?"
Raffi dengan tenangnya bertanya pada Rendra yang kini sudah ada dalam kamar pribadi Raffi.
"Dia hanya tertekan, beban hidupnya terlalu berat untuk gadis seusia dia, apa lagi kau juga memaksakan kehendakmu padanya, membuat dia semakin depresi, mungkin untuk beberapa hari ini lepaskan dia, biarkan dia melakukan hal yang membuatnya bahagia."
Tanpa berpikir panjang dan menyadari akan ucapannya, Dokter Rendra dengan santainya menyiapkan vitamin juga obat buat Nara.
"Jadi menurutmu aku penyebab depresi dia,,,,?"
Raffi sudah menaikkan satu oktaf nada bicaranya dengan penuh penekanan. Membuat Dokter tampan itu menyadari kesalahan ucapannya. Ia tak ingin menjadi santapan sarapan pagi Raffi maka dengan segera ia berinisiatif untuk pergi dari kamar itu.
"*Maaf Raf,,, tapi yang ku katakan itu demi kebaikan Nara dan juga calon anak kalian."
"Oh Tuhan, maafkan aku harus membohongi singa ini, kalau tidak dia pasti akan mengoyak tubuhku jadi santapan paginya, maafkan aku Tuhan, dan tolong kabulkan doaku ini, beri kehidupan di rahim Nara*."
Gumam Dokter Rendra dalam hatinya, dan seakan Raffi pun bisa mendengarnya.
"Kau tak perlu berbohong hanya untuk menyelamatkan nyawamu, mana mungkin Nara hamil, sedangkan kami baru dua kali melakukannya."
Ucap Raffi dengan entengnya sambil bersedekap menatap dingin ke arah Dokter Rendra.
"Kau pikir aku anak kemarin sore yang percaya saja dengan semua katamu, kamu pikir aku bodoh, tidak bisa melihat semuanya, aku tau kau seperti apa Bro,,, pasti tak ada ampun tuk Nara dari kemarin kau mengangkat tubuhnya ke dalam pesawat. Kondisinya cukup lemah, pasti dia kelelahan karena ulahmu, dasar tak punya hati."
Dokter Rendra lagi lagi mengatakan hal yang membuat Raffi marah, namun dia masih menahan emosinya karena masih membutuhkan Rendra untuk mengobati Nara.
"Ingat,,, kalau kamu ingin cepat memiliki momongan, buat hati Nara bahagia, jangan sampai ia tertekan dan stress dengan semua masalah yang ada, kamu harus mengerti itu."
Dokter Rendra yang mulanya takut kini melihat Raffi seakan mendengarkan semua katanya pun semakin berani mengeluarkan semua uneg uneg di hatinya, kapan lagi bisa mengerjai Raffi, itu pikir Dokter Rendra.
"Dan satu lagi, kalau ingin segera dapat momongan, kamu harus lebih banyak bersedekah, contohnya naikin kek gajiku,, he,, he,, he,,"
Tanpa dosa Dokter Rendra tertawa terkekeh kearah Raffi, niat hati ingin mengerjai sahabat karibnya itu.
Raffi yang mendengar penuturan Dokter Rendra hanya tersenyum tipis.
"Emang kamu ingin di gaji berapa? Apa gajimu selama ini tidak cukup menghidupi hidupmu?"
Dengan santainya Raffi kemudian mendekati sahabatnya itu, kini mereka berdua sedang berhadapan.
"Berapa yang kau inginkan?"
Senyum devil pun terbit di bibirnya. Membuat Rendra bergidik ngeri.
"Ah,, sudah lupakanlah,,, aku sudah cukup dengan gaji yang sekarang, bahkan lebih dari kata cukup."
Rendra hanya tersenyum getir, melihat Raffi sudah mengikis kedua lengan bajunya sampai siku. Ia bisa membayangkan bogem mentah dari sahabatnya itu.
"Ayo Ren, kita olah raga pagi dulu, lama aku nggak olah raga denganmu,,," ucap Raffi sambil menarik krah kemeja Rendra, membuatnya wajah mereka saling berdekatan.
Dan saat Raffi ingin memberi warna di wajah tampan Dokter Rendra, ponselnya pun berdering.
"Angkat dulu ponselmu, sapa tau penting, baru kita olah raga pagi."
Rendra menghempas tangan Raffi yang mencengkram krah kemejanya.
Raffi pun segera mengangkat ponselnya, terdengar di seberang suara asisten pribadinya.
"Tuan,,, Nyonya Cindy mengalami kecelakaan, sekarang ada di Rumah Sakit kota B."
Raffi yang mendengar itu sedikit terkejut," lakukan yang terbaik untuk menyelamatkan hidupnya, aku belum membuat pembalasan padanya."
Dengan tatapan yang dingin menusuk, Raffi pun menutup ponselnya, meski lawan bicaranya tak melihat tatapan membunuh itu, namun dari nada bicaranya yang menahan geramnya, bisa dipastikan kalau sekarang ia dalam suasana hati yang buruk.
Rendra yang ikut mendengarkan pembicaraan mereka hanya bisa membuang nafasnya perlahan. Ia juga tau akan perselingkuhan Cindy, istri sahabatnya itu. Makanya Raffi selalu menyuruh Rendra untuk memeriksanya, takut jika ada virus atau kuman yang dibawa pulang oleh istrinya itu, meski mereka sudah tidak berhubungan intim.
Mungkin karena itu, saat Raffi melihat Nara yang masih polos dan lugu, ia bagai mendapat angin segar dalam percintaannya, sungguh Nara sudah membangkitkan gairahnya yang kini sempat membeku karena keadaan yang membuatnya harus bersolo saat hasratnya muncul, karena ia tak mau menyentuh istrinya lagi, karena pengkhianatan Cindy, juga hasil medis yang menyatakan kalau istrinya itu mandul.
Namun hanya dia saja yang tau, karena ia tak ingin menyakiti hati orang tuanya untuk kesekian kali. Karena harapan mereka mempunyai penerus keluarga pupus sudah jika tau menantu kesayangan mereka itu mandul.
"Apa kau tak ingin menemani istrimu,,,"
Raffi menatap tajam kearah Rendra,"apa pantas dia di sebut seorang istri dengan segala kelakuan buruk dia,,,"
Raffi pun melangkah keluar kamar," temani aku olah raga sekarang,,,"
Rendra yang mendengar perkataan Raffi hanya bisa menarik nafas dalam dalam. Ia bisa merasakan sakit hati sahabatnya itu. Dengan langkah gontai ia berjalan mengikuti Raffi ke ruang gym nya.
Disana Raffi sudah menunggu Rendra di ring tinjunya, Raffi pun melempar sarung tangan tinju ke arah Rendra sambil tersenyum penuh arti.
"Habislah gue hari ini,,"
gumamnya pelan sambil memasang sarung tangan tinju itu, namun semua kata katanya bisa di dengar oleh Raffi.
"Gak usah ngeluh, ayo naik, aku ingin liat kemampuanmu sekarang."
Dengan berat hati Rendra pun naik ke atas ring, setelah keduanya siap, mereka pun saling jual beli pukulan, namun bagi mereka tak hanya tinju saja yang dimainkan, tapi keahlian bela diri mereka pun di keluarkan.
Entah sudah berapa kali pukulan mengenai wajah tampan Rendra, dan sudah berapa lama mereka beradu kemampuan hingga,,,"
"Tuan,,, Nona Nara sudah siuman,,,"
Tiba tiba saja kepala pelayan masuk dengan nafas yang ngos ngosan karena ia tadi berlari dari kamar Raffi ke ruang olah raga Raffi.
Rendra pun menarik nafasnya lega, karena tadi ia sempat akan di pukul Raffi saat posisinya terjatuh dan Raffi siap melayangkan tinjunya ke arah wajahnya yang kini sudah memar terkena pukulan Raffi.
"Selamat kamu hari ini, tapi ingat, jika kau tak tau diri lagi jangan salahkan aku,,,"
Raffi pun bangkit dari jongkoknya sambil menepuk pelan pipi Rendra.
"Terima kasih Nara,,, kau penyelamatku hari ini."
gumamnya dalam hati, lalu ikut bangkit dan mengikuti langkah Raffi menuju ke kamarnya.
Namun langkahnya terhenti karena Raffi sudah memberi kode agar dia keluar dari mansion Raffi dengan tangannya.
Dengan membuang nafas kasar, Rendra pun mengikuti perintah Bos juga sahabatnya itu.
Raffi pun mendekati Nara yang sudah bersandar di kepala ranjang dan sedang melihat ke arahnya.
Sejenak Nara terpaku melihat Raffi, pria yang begitu sempurna dengan bentuk tubuh yang sempurna, jadi idaman tiap wanita,,, "alangkah beruntungnya aku jika dia jadi milikku seutuhnya."
Pikiran liar Nara yang telah tercemari oleh Raffi pun bergejolak, membuat wajahnya memerah merona karena malu dengan dirinya sendiri telah berpikir liar kayak gitu. Ia pun spontan menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Raffi hanya tersenyum melihat tingkah Nara,"*a*pa yang kau pikirkan, mengingat malam panas kita atau kau terpesona dengan tubuhku ini."
Raffi membuka tangan Nara, pandangan mereka saling beradu.
"Tuan,,, saya ingin bertemu dengan adik adik saya,,,"
Ucap Nara pelan saat Raffi sudah menutup bibirnya dengan ciuman yang lembut dan menuntut.
"*Aku akan kabulkan permintaanmu, tapi puaskan dahagaku dulu,,,"
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹*