Perjalanan hidup Kanaya dari bercerai dengan suaminya.
Lalu ia pergi karena sebuah ancaman, kemudian menikah dengan Rafa yang sudah dianggap adiknya sendiri.
Sosok Angela ternyata mempunyai misi untuk mengambil alih harta kekayaan dari orang tua angkat Kanaya.
Selain itu, ada harta tersembunyi yang diwariskan kepada Kanaya dan juga Nadira, saudara tirinya.
Namun apakah harta yang di maksud itu??
Lalu bagaimana Rafa mempertahankan hubungannya dengan Kanaya?
Dan...
Siapakah ayah dari Alya, putri dari Kanaya, karena Barata bukanlah ayah kandung Alya.
Apakah Kanaya bisa bertemu dengan ayah kandung Alya?
Lika-liku hidup Kanaya sedang diperjuangkan.
Apakah berakhir bahagia?
Ataukah luka?
Ikutilah Novel Ikatan Takdir karya si ciprut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si ciprut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Kanaya
Beberapa minggu berlalu sejak Rafa dan Kanaya bersembunyi di rumah kayu kecil di tepi hutan.
Waktu itu memberi mereka ketenangan sementara, tapi Rafa tahu ancaman Angela belum hilang.
Setiap kabar dari kampung, setiap gosip yang sampai ke telinga mereka, selalu membuat hatinya berdebar.
Suatu malam, Rafa menatap Kanaya yang sedang tidur dengan bayi di pelukannya.
Ia menarik napas panjang.
“Kak… aku sudah memikirkan ini,” ucap Rafa pelan.
“Tempat ini cukup aman untuk beberapa bulan… tapi Angela bisa saja mencari kita lebih jauh lagi.
Kita harus pindah ke tempat yang lebih jauh, lebih tersembunyi. Kali ini, tidak ada yang bisa menemukan kita.”
Kanaya membuka mata, wajahnya masih letih.
“Rafa… lagi? Aku sudah mulai merasa sedikit tenang di sini…”
Rafa menggenggam tangannya lembut.
“Aku tahu, Kak… tapi ini demi keamanan kamu dan bayi.
Kalau kita tetap di sini terlalu lama, mereka bisa melacak jejak kita. Aku tidak mau risiko itu.”
Kanaya menunduk, memeluk bayinya erat.
Rasa takut bercampur lega—meski berpindah lagi melelahkan, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli dan melindungi mereka.
Beberapa hari kemudian, Rafa menyiapkan rute baru.
Ia memilih jalur malam, melewati hutan dan desa-desa terpencil.
Setiap langkah dihitung, setiap jalan setapak diperiksa, jejak mereka ditutupi.
Kanaya mengikuti Rafa dengan bayi di gendongan, mata tetap waspada.
Rafa mengajarkan Kanaya teknik sederhana:
Mematikan suara lampu minyak saat digeser
Menutup rapat pintu dan jendela tanpa menimbulkan suara
Menyembunyikan bayi jika ada yang mendekat
Di perjalanan, Rafa terus memantau sekitar.
Hatinya penuh kewaspadaan, tapi juga rasa tanggung jawab yang besar:
“Tidak peduli seberapa jauh atau sulitnya, selama aku masih bernapas, Kanaya dan bayi ini aman di bawah perlindunganku.”
Malam itu, mereka tiba di sebuah pondok tua yang tersembunyi di tepi danau terpencil, dikelilingi pepohonan rimbun dan jauh dari jalur utama.
Tempat itu cukup terpencil untuk menyembunyikan mereka dari siapa pun, bahkan pengintai berpengalaman sekalipun.
Kanaya menghela napas panjang, menatap danau gelap, lalu tersenyum tipis.
“Rafa… terima kasih. Aku… merasa sedikit aman di sini.”
Rafa tersenyum, menepuk bahunya lembut.
“Aku akan selalu memastikan begitu, Kak.
Dimana pun kita berada… aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuhmu atau bayi ini.”
Malam itu, di tepi danau, ketenangan sementara menyelimuti mereka.
Namun Rafa tahu, ancaman Angela tetap mengintai—dan mereka harus lebih pintar, lebih cepat, dan selalu waspada.
***
Malam itu, Orang suruhan Angela berdiri di balik semak-semak, menatap pondok tua di tepi hutan dari kejauhan.
Lampu bulan menyorot atap kayu yang retak, alam yang gelap memantulkan bayangan pepohonan.
Sejak beberapa jam terakhir, ia mengamati dengan teliti setiap gerakan di sekitar pondok, berharap melihat Kanaya atau Rafa.
Namun, yang ia lihat hanyalah… kesunyian total. Pondok itu kosong.
Orang itu mencondongkan tubuh, memeriksa jendela dan pintu.
Tidak ada furnitur, tidak ada lampu, tidak ada tanda kehidupan. Hanya lantai berdebu dan dedaunan yang berserakan.
Ia mengeluarkan ponsel, mengetik cepat pesan ke Angela:
“Target tidak terlihat. Pondok tua di tepi hutan kosong. Tidak ada tanda-tanda aktivitas baru. Perlu instruksi selanjutnya.”
Angela membaca pesan itu, duduk di kursi dengan wajah dingin.
“Kosong?” gumamnya, matanya menyipit.
“Tidak mungkin… Rafa tidak akan semudah itu membiarkan mereka ditemukan.
Siapkan tim lain. Aku akan ke sana sendiri jika perlu.
Mereka pasti sudah pindah. Cari jejak terbaru mereka, sekarang juga.”
Dian menatap hutan gelap lagi, merasa sedikit tegang.
Meski pondok kosong, ia tahu ini bukan akhir.
Rafa dan Kanaya pasti berada di sekitar sini, bersembunyi dengan rapi.
“Mereka pasti masih di hutan ini. Aku hanya perlu menemukan satu petunjuk… satu langkah salah… dan kita bisa tahu kemana mereka pergi,” pikir orang suruhan Angela itu dalam hati.
Di pondok kosong, Rafa dan Kanaya telah lebih dulu menyiapkan rencana darurat—menyadari bahwa setiap tempat bisa dipantau pengintai.
Meskipun tidak terlihat, mata Angela dan pengintainya semakin dekat, dan ketegangan mulai terasa.
Malam itu sunyi… tapi ancaman nyata kini mengintai lebih dekat dari yang mereka duga
***
Di sebuah ruangan mewah, Barata duduk sendiri di kursi empuk, menatap tumpukan berkas perceraian di meja.
Amplop itu masih belum dibuka, tapi rasanya seperti beban berat di dadanya.
Ia meneguk kopi yang sudah dingin, memutar-mutar cangkirnya.
Di kepala Barata, bayangan Kanaya dan bayi kecil itu terus muncul.
“Apa yang kulakukan?” gumamnya pelan.
“Apakah ini benar-benar yang dia butuhkan… atau ini malah menghancurkan hidupnya?”
Rasa bersalah mencekam dadanya.
Ia ingat bagaimana Angela memaksa untuk menyelesaikan perceraian, bagaimana ia mengikuti semua permintaan Angela tanpa mempertimbangkan perasaan Kanaya.
Ia menatap ponselnya, ingin menghubungi Kanaya, ingin menanyakan keadaan bayi, ingin… melihatnya.
Namun rasa takut dan malu menahannya. Angela ada di sekitar, dan satu pesan salah bisa membuat segalanya kembali hancur.
Barata menunduk, memeluk kepalanya dengan tangan.
“Kalau anak itu… jika anak itu memang aku… apa yang kulakukan sekarang?” gumamnya.
Pikiran itu membuat jantungnya berdegup cepat, tapi juga semakin menyesakkan.
Ia tahu satu hal: meski ingin menolong, satu langkah yang salah bisa menghancurkan keselamatan Kanaya dan bayi.
Rasa bersalah bercampur keraguan:
Apakah ia masih bisa menebus kesalahan pada Kanaya?
Apakah ia berani menghadapi Angela jika mencoba mencari Kanaya diam-diam?
Dan yang paling menakutkan… apa yang akan terjadi jika anak itu memang anaknya sendiri?
Barata menatap jendela, cahaya matahari sore menembus tirai.
Hati kecilnya berharap: semoga Kanaya dan bayi itu baik-baik saja.
Namun keraguannya masih membelenggu langkahnya, membuatnya terjebak antara rasa bersalah, takut, dan keinginan untuk menolong.
“tidak aktif” saat ia mencoba menelepon Kanaya.
Rasanya seperti ada benda berat menekan dadanya.
Ia mencoba berkali-kali, mengetik pesan singkat, tapi tidak ada balasan.
Setiap detik yang berlalu membuatnya semakin gelisah.
“Kenapa dia tidak menjawab? Apa dia baik-baik saja?” gumamnya, suara pelan tapi penuh cemas.
Rasa bersalah dan penyesalan mencampur aduk.
Ia tahu Angela pasti masih mengawasi dan bisa mencegah Kanaya menjawab teleponnya.
Namun yang lebih menakutkan adalah tidak tahu keberadaan Kanaya dan bayinya.
Barata menatap foto Kanaya di meja kerja, tangan gemetar.
“Aku harus… memastikan dia aman. Tapi bagaimana caranya?
Angela ada di mana-mana… aku tidak bisa bergerak seenaknya.”
Ia meneguk kopi yang sudah dingin, menunduk dalam keputusasaan.
Rasa ingin melindungi Kanaya dan bayi itu bercampur dengan rasa takut:
Jika aku mencoba, Angela bisa marah… bisa menghancurkan semuanya.
Tapi jika aku diam, Kanaya dan bayi itu… bisa dalam bahaya.
Barata menutup mata sejenak, menarik napas panjang.
“Semoga… semoga dia baik-baik saja,” gumamnya lirih,
tapi hatinya tetap dihantui ketidakpastian.
Di sisi lain, Rafa dan Kanaya benar-benar aman… untuk sementara.
Tetapi Barata hanya bisa berdoa dan menahan diri, sementara Angela masih bergerak di luar, menyiapkan langkah selanjutnya.
.
.
.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kira2 gmn akhir dari kisah ini
hahh jd anak itu anak siapa alya kok bisa kanya sma barata dan kok bisa alya hamil hadeh kepingan puzel yg bener2 rumit tingkat dewa 🤣🤣🤣🤣
jawaban dr alya anak dia bukan kira2 kasih flash back nya kapan 🤣🤣🤣
jane apa.sih iki 🤣🤣🤣
ini cerita gak tembus retensi, keterlaluan si LUN itu gak bantu promosiin 😤😤😤
ini bukan genre konflik etika, tetapi horor/ misteri