Menikahi Paman Kecil Pacarku

Kunjungan tiba-tiba mama Arga membuat Fiona semakin tidak nyaman untuk saat ini. Apalagi Arga langsung berterus terang kalau Fiona hamil. Pasti dia dicap perempuan tidak baik-baik.

"Jadi kamu menikahinya karena dia terlanjur hamil?"

Pertanyaan mama Arga membuat Arga menatap wajah Fiona. Terlihat sekali Fiona merasa terganggu dengan kalimat tanya tersebut.

"Lalu apa kamu yakin? Kalau itu anak biologis kamu?"

Sang mama lagi-lagi membuat suasana jadi kurang nyaman, terkhusus bagi Fiona.

"Ma ...." Arga mencoba membuat sang mama agar tidak berbicara dan melukai perasaan Fiona.

"Kenapa? Wajar Mama curiga. Jangan-jangan itu bukan anak kamu. Bisa saja itu anak pria lain."

"Cukup, Ma!" Arga masih fokus menatap Fiona. Khawatir menyinggung perasaannya.

"Sudahlah! Kamu sudah dewasa ... Kalau untuk main-main, silahkan. Bagus juga kamu tidak ijin atau memberitahu Mama. Jangan sampai keluarga besar kita juga tahu. Apalagi kita tidak tahu asal usulnya. Main-main saja kamu sampai bosan. Jangan sampai media tahu. Ingat, kamu adalah wajah perusahaan. Mama tidak mau hal ini akan berimbas pada bisnis keluarga. Itu saja keputusan dari Mama. Sekarang Mama akan pergi."

Wanita paruh baya itu keluar dari apartemen, hanya melirik sekilas pada Fiona sebelum benar-benar pergi. Kesan pertama sudah buruk. Sepertinya mama Arga kurang suka dengan keberadaan Fiona di sisi Arga sekarang ini. Bagi mama Arga, kebetulan sekali pernikahan itu dilangsungkan diam-diam. Baginya mungkin Fiona hanya cari pria kaya yang bisa membiayai hidupnya. Zaman sekarang, banyak anak muda yang mencari jalan pintas. Belum apa-apa Fiona sudah mendapatkan nilai minus di depan mertuanya.

Sementara itu, Arga kini merasa bersalah sendiri saat melihat Fiona diam saja setelah sang mama pergi.

"Maafkan ucapan orang tua saya. Kamu pasti merasa tidak nyaman."

Fiona mengangkat wajahnya, menggeleng pelan. "Om Arga tidak perlu khawatir. Ini hanya pernikahan kontrak setahun. Saya tidak akan melibatkan perasaan di dalamnya. Saya mau mandi dulu, permisi!"

Arga menatap Fiona yang beranjak pergi ke kamarnya. Sepertinya kecewa mendengar jawaban Fiona. Karena lagi-lagi Fiona menegaskan, kalau ini cuma formalitas, status mereka palsu.

...****************...

Hubungan Arga dan Fiona terlalu dingin, keduanya hanya akan menyapa ala kadarnya. Arga kembali fokus pada pekerjaan, sementara Fiona juga fokus pada kuliahnya. Selama kehamilannya masih kecil, dia belum mau mengajukan cuti. Tapi sudah pindah kampus, selain untuk menghindar dari orang-orang yang dikenalnya dulu, juga untuk menghindari Davin. Karena sampai detik ini, Fiona masih memblokir nomor lelaki tersebut.

Sebelum menikahi Arga, lelaki itu sempat menelponnya berkali-kali. Minta Fiona untuk meninggalkan Arga. Davin bisa memberikan perlindungan pada Fiona, bahkan membantu untuk mencari rumah sakit dan dokter terbaik guna menggugurkan janin yang membuat Fiona dan Arga terikat seperti sekarang ini.

Fiona menolak tawaran itu, karena dokter juga sudah mengingatkan kalau resikonya sangat bahaya. Bisa mengancam nyawanya sendiri jika dipaksa. Alhasil, Fiona memilih menikah selama setahun dengan Arga. Setelah itu, masalahnya akan selesai. Ia bisa hidup bebas dan menggapai lagi cita-citanya.

...****************...

Tepat satu bulan setelah Fiona dan Arga menikah, hari itu Arga tidak pulang ke apartemennya. Fiona pikir mungkin Arga sibuk dengan pekerjaannya.

Satu hari Arga tidak pulang, Fiona masih maklum. Mungkin Arga sedang melakukan perjalanan bisnis. Karena selama sebulan ini, pria itu memang selalu sibuk. Paling mereka bertemu saat pagi, itupun sebentar. Arga langsung ngantor dan Fiona langsung ke kampus. Malam nya pun jarang ngobrol, kalau sudah sampai rumah, mereka akan masuk kamar masing-masing. Seperti orang asing yang terjebak tinggal satu atap.

Tiga hari berlalu, Arga tidak menelpon pulang kapan atau sekedar memberikan kabar.

Sore itu pulang dari kampus, Fiona merasa apartemen terasa sepi. Beberapa hari dia saja yang tinggal di sana, untuk Art yang biasanya datang, Fiona minta jangan datang dulu, karena memang apartemen masih rapi dan bersih. Fiona bisa menanganinya sendiri.

Capek dan bosan, Fiona duduk di ruang tengah sambil menyalakan TV. Menonton Film dan makan camilan, tiduran di sofa sampai dia ketiduran.

Terlalu lelap dan tidurnya nyenyak, ia tak sadar ada orang yang masuk.

(Sepertinya dia memang tidak peduli padaku ... Dia bahkan tidak bertanya keberadaan ku ... Beberapa hari tidak ada kabar, kamu masih kelihatan baik-baik saja)

Sosok itu berdiri di samping sofa, melepaskan jasnya dan menatap wajah teduh Fiona yang masih tertidur. Ingin tangannya menyentuh pipi Fiona, tapi diurungkan dan memilih ke kamar.

Arga kembali sambil membawa kain selimut, dia letakan dengan hati-hati ke tubuh Fiona, kemudian masuk lagi ke kamarnya sendiri.

...----------------...

Dini hari, Fiona terbangun karena sudah tidur dari sore. Ia menatap plafon, ganti melihat TV yang sudah mati. Kemudian melihat meja juga sudah bersih, padahal tadi ada beberapa bungkus Snack yang dia makan.

"Apa bibi Art tadi mampir ke sini?" gumamnya.

Fiona mencoba duduk, dan pandangannya teralihkan pada selembar kain selimut di atas tubuhnya. Bukan selimutnya, aromanya beda.

Fiona langsung menoleh ke pintu kamar Arga, ini adalah aroma pria itu. Parfume mahal milik Arga, Fiona hafal karena mulai Familiar dengan aromanya.

"Apa dia sudah kembali?" gumamnya lagi.

Klik!

Suara pintu terbuka, buru-buru Fiona merebahkan diri. Pura-pura tidur lagi. Ia langsung memejamkan mata.

(Kenapa aku harus pura-pura begini?)

Fiona merutuki diri sendiri, matanya semakin terpejam manakala terdengar suara derap langkah kaki yang mendekat.

(Dia ke sini? Kayaknya tambah dekat. Aku harus pura-pura tidur atau langsung bangun saja?)

Fiona masih pura-pura tidur, sedangkan Arga langsung jongkok dan perlahan membopong tubuh Fiona. Kasian tidur di sofa, Arga berniat memindahkan ke kamar tidur Fiona.

(Aduh ... Bangun aja atau lanjut pura-pura?)

Fiona tidak mau ketahuan, akhirnya dia memilih tetap menutup mata, pura-pura tidur saja.

Tiba di kamar, Arga perlahan meletakan Fiona. Bahkan diselimuti sampai hanya terlihat kepalanya saja. Mengatur suhu ruangan dan meletakkan remot AC di atas nakas. Sebelum pergi, dia tatap lagi wajah Fiona.

Mumpung Fiona tidur pulas, Arga tiba-tiba membungkuk sedikit. Ia kecup kening Fiona dan saat bibir sudah menempel di kulit kening wanita itu, mata Fiona reflek langsung terbuka.

"Om ngapain?"