Menikahi Paman Kecil Pacarku
"Jangan lupa, kirim ke meja yang di sana, gadis cantik pakai baju merah!" seorang pemuda sedang berbisik pada salah satu pelayan cafe. Dia juga memasukkan beberapa lembar uang ke dalam saku pelayan tersebut.
"Baik!" ucap pelayan itu sambil menganggukkan kepalanya. Di tangannya ada nampan dan segelas minuman berwarna sedikit kuning keruh.
Pemuda itu kemudian memperhatikan dari jauh, dilihatnya sang kekasih sedang duduk memainkan ponselnya. Tak lama berselang, seorang pelayan datang sambil membawa nampan. Ia meletakan gelas itu kemudian pergi.
Fiona, gadis muda yang sedang menempuh pendidikan di salah satu kampus swasta itu pun meraih gelas tersebut. Matanya fokus pada HP, kemudian meraih gelas dan perlahan minum sampai tersisa separuhnya saja.
Dari jauh, sepasang mata mengamati bagai elang yang siap menerkam mangsanya, senyum tipis tergambar di wajahnya yang masih muda dan tampan tersebut.
Masih sambil senyum penuh kepuasan, bibirnya bergumam, "Malam ini kamu gak bisa ngelak lagi, sayang. Pacaran dua tahun, cuma pegang-pegang tangan? Tidak bisa, malam ini kamu akan jadi milikku!"
Setelah memastikan Fiona sudah meminum minuman yang dia berikan bubuk tertentu, pemuda itu kemudian menghampiri. Pura-pura dari kamar kecil, kemudian duduk santai seperti tidak terjadi apa-apa sambil menunggu pesanan mereka yang belum datang.
"Lama sekali?" protes Fiona.
"Antri," kata Davin, pemuda yang sudah dua tahun memacari Fiona sejak keduanya masuk universitas.
Tak lama berselang, pesanan makanan mereka datang. Fiona langsung bersemangat, karena memang sudah merasa lapar. Apalagi ketika melihat menu kesukaannya yang kelihatan lezat.
"Kelihatan enak banget, sepertinya malam ini akan tidur nyenyak," celoteh Fiona dengan muka polos.
Davin tersenyum ramah, kemudian mengusap rambut kepala Fiona. "Makan yang banyak sayang," ucapnya lembut.
Baru beberapa suapan, Fiona merasa ada yang tidak beres. Ia merasa lehernya panas, badan gerah dan tidak nyaman.
"Sayang, kayaknya alergi aku kambuh ... " gumam Fiona sambil melihat udang-udang di atas piring di depannya.
Sementara itu, Davin langsung memasang muka cemas. "Ya sudah, jangan diteruskan. Di mobil ada obat alergi kamu," ajak Davin.
Fiona tak curiga, daripada semakin tak nyaman, ia pun meninggalkan cafe meskipun makanan belum ia makan sepenuhnya.
Baru di parkiran, Fiona sudah merasa kepanasan. Matanya tidak fokus. Tubuhnya terasa tersiksa, biasanya efek alergi makanan tidak seperti Iki.
"Salah makan apa ini?" gumam Fiona tak nyaman. Fiona dipapah oleh Davin. Di parkiran kelihatan sepi, saat akan masuk mobil, terdengar ponsel Davin berbunyi.
"Kamu masuk mobil dulu," pinta Davin buru-buru menjauh. Ada telpon yang harus dia angkat.
"Hallo, Ma? Ada apa?" tanya Davin sambil matanya menoleh melihat pintu mobil yang masih terbuka. Dipikirnya Fiona sudah masuk ke dalam mobilnya.
"Kamu pulang sekarang, di rumah ada perempuan yang ngaku hamil anak kamu! Kamu jangan buat masalah terus, sebelum papamu tahu, cepat pulang sekarang!"
Davin hanya mengangguk paham, "Ya."
Kemudian mengumpat kesal, ia jadi ingat adik tingkat di kampusnya, beberapa bulan lalu mereka memang terlibat pesta di sebuah klub dan berakhir di sebuah hotel. Tapi dia tak menyangka, hal yang hanya untuk main-main itu justru jadi masalah.
Padahal sudah sepakat untuk melupakan, hanya senang-senang saja. Siapa yang menyangka, gadis itu datang ke rumah dan bertemu keluarganya, apalagi bilang hamil? Tidak mau percaya begitu saja, paling juga anaknya orang banyak, karena Davin tahu, dia bukan yang pertama pakai.
"Sepertinya rencana malam ini gagal ... Fiona ... Kamu selamat malam ini," gumam Davin lalu putar badan dan menuju mobilnya. Pintunya masih terbuka lebar, Gavin langsung melihat ke dalamnya, sedikit terkejut saat mobilnya kosong.
"Fiona ... Fio ... Fiona?"
Ia berjalan mengitari mobil, mencari di area parkiran. Tidak ada orang yang lewat, hanya beberapa mobil yang melintas.
"Di mana dia?"
Gavin merogoh saku celananya, mencoba menelpon sang kekasih.
(Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif)
"Syallll!" Gavin mengumpat lagi, kemudian sedikit berlari mencari ke sekeliling. Sampai beberapa menit kemudian, ia akhirnya menyerah dan masuk ke dalam mobilnya. Apalagi sang mama sudah miss call berkali-kali.
***
Di dalam mobil mewah, sopir kelihatan gelisah melihat spion.
"Pak Arga, kita akan ke mana? Ke rumah sakit dahulu atau ke apartemen?" tanya sang sopir.
Saat mereka di parkiran tadi, tiba-tiba seorang gadis langsung masuk dan duduk di belakang, duduk di sebelah Arga, pria matang berkacamata dan memiliki garis wajah yang tegas.
Sempat akan diusir karena salah masuk, tapi ketika Arga melihat dengan jelas muka si gadis, dia tahu kalau itu pacar sang keponakan. Arga juga tahu, ada yang aneh dari gelagat si gadis. Kondisinya tidak normal, bukan sakit parah yang butuh pertolongan dokter, tapi sepertinya terpengaruh obat tertentu.
Sebagai lelaki dewasa yang sudah matang dan banyak pengalaman, Arga tentu paham apa yang sedang terjadi pada pacar keponakannya itu. Tanpa mengatakan apapun, dia minta pada sang sopir sekaligus sekretarisnya itu langsung menjalankan mobilnya.
Arga dan Davin, rupanya keduanya sama-sama makan malam di tempat yang sama. Pada akhirnya, Fiona yang semula datang bersama Davin, kini justru pulang dengan mobil Arga, paman dari kekasihnya.
***
Apartemen
Arga membopong tubuh Fiona, gadis yang selalu sopan itu malam ini kelihatan seperti tidak terkendali. Beberapa kali dalam gendongan Arga, ia menarik dasi dan jas pria tersebut, sambil bibirnya mengoceh tidak jelas.
"Siapa kamu ... Turunkan aku, eh ... Siapa saja, turunkan aku."
Fiona masih saja mengoceh, sementara Tara, sekretaris Arga, lelaki itu jalan di belakang sambil membawa sepatu Fiona yang sudah lepas satu pasang.
"Kamu boleh pergi sekarang!" ucap Arga pada sang sekertaris.
Tara mengangguk, ia letakkan alas kaki milik Fiona di dekat rak, kemudian melirik sedikit. Dilihatnya Arga menurunkan tubuh Fiona di sofa.
(Malam-malam begini, kenapa tidak diantar ke asrama saja? Pak Arga kan tahu, gadis itu pacar Davin, ponakannya)
(Kenapa juga tidak dibawa ke rumah sakit? Hemm ... Apa pak Arga tertarik pada gadis ini? Tapi kan pacar ponakannya sendiri?)
Tara sibuk berasumsi sendiri, sampai Arga menoleh ke arahnya, karena lelaki itu tak kunjung pergi juga.
"Permisi!" pamit Tara buru-buru, tatapan Arga, membuat lelaki berjas hitam itu langsung segera keluar dan menutup pintunya.
Klek!
(Sudahlah ... Itu urusan keluarga mereka)
Tara menoleh ke pintu, wajahnya menyimpan rasa penasaran. Ingin mengetahui apa yang terjadi di dalam sana. Mengingat sang bos lama single. Sampai usia di atas 30 an. Kini di apartemen dengan seorang gadis muda. Memikirkan saja membuat Tara merinding.
***
Esok harinya
Gorden jendela masih tertutup, tapi sebagian sedikit tersibak, membuat beberapa cela dan cahaya masuk ke dalam ruangan kamar di salah satu apartemen mewah di pusat kota tersebut.
"Di mana ini?" pikir Fiona. Suara belum bisa keluar sempurna dari mulut. Bibirnya kering, begitu juga dengan tenggorokannya.
Ia memegangi kepalanya, kemudian menoleh ke samping. Seperti tersengat listrik, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, nyaris saja dia teriak kencang, spontan dia menutup mulutnya sendiri.
(Fiona ... Apa yang sudah kamu lakukan semalam???)
Fiona masih mengumpulkan banyak nyawa, sementara pria di sebelahnya masih tertidur dengan selimut yang menutupi sampai bagian pinggang saja. Wajah Fiona langsung pucat dan lemas, apalagi saat dia mengintip ke dalam selimut yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
ken darsihk
Selamat datang author Septtt , dede bayi sudah lounching kah
2025-12-02
0
BirVie💖🇵🇸
haiii bumil...baru tau ada karya baru d sini🙈
sehat2 yaaa
2025-12-07
3
Mariana Riana
aku absen KK sept..
semangatt💪🥰🥰
2025-12-03
1