"Mbak, aku mau beli mainan, boleeeh?"
Seorang pria dewasa yang ditemukannya terbangun dan tiba-tiba merengek sepeti seorang anak kecil. Luaticia atau Lulu sungguh bingung dibuatnya.
Selama sebulan merawat pria itu, akhirnya dia mendapat informasi bahwa sebuah keluarga mencari keberadaan putra mereka yang ciri-ciri nya sama persis dengan pria yang dia temukan.
"Ngaak mau, aku nggak mau di sini. Aku mau pulang sama Mbak aja!" pekik pria itu lantang sambil menggenggam erat baju Lulu.
"Nak, maafkan kami. Tapi Nak, kami mohon, jadilah pengasuhnya."
Jeeeeng
Sampai kapan Lulu akan mengasuh tuan muda tersebut?
Akankah sang Tuan Muda segera kembali normal dan apa misteri dibalik hilang ingatan sang Tuan Muda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lagi 21
"Hanya Ditrian yang bisa jadi CEO di perusahaan ini, dan tidak ada yang lain."
Steven sepakat dengan ucapan Reneta tentang posisi Ditrian yang tidak bisa diturunkan oleh siapapun juga. Dia juga tidak bisa diganti oleh siapapun meskipun itu Steven sekalipun.
"Kenapa sih, kenapa kalian ini batu sekali. Sudah jelas Ditrian tidak melakukan tugasnya dengan baik. Dia hanya bisa ilang-ilangan begini terus. Setiap ada rumor, dia menghilang. Begitu terus. Lalu bagaimana nasib dari perusahaan ini?" pekik salah satu pegang saham. Agaknya mereka tidak berhenti sampai di situ saja. Mereka nampaknya ingin terus mendesak agar Ditrian diturunkan.
"Heh para orang tua. Kalian apa nggak inget, dulu minta-minta ke Ditrian buat gabung ke perusahaan ini. Kau, kau maksa banget beli saham punya Ditrian. Dan kau, kau juga maksa banget buat jadi investor. Apa semua itu Ditrian yang minta? Nggak kan? Seharusnya kalian inget bahwa paman ku itu cukup baik hati buat nerima kalian semua. Dan apa tadi kalian bilang, nasib perusahaan? Cih, jangan sok-sokan. Kalian kesini cuma buat nyari-nyari kesalahan dari paman ku itu kan?"
Doeeeeeng
Vindra hari ini memang tengah ada keperluan di perusahaan. Dan saat memasuki loby, dia mendengar bahwa ada rapat dadakan pemegang saham plus investor dari seorang resepsionis. pegawai bagian depan itu sudah mendapat mandat dari Ditrian, jika terjadi anomali maka harus segera melapor kepadanya atau Vindra saat mereka berdua sampai di perusahaan.
Mendengar hal tersebut, Vindra langsung begegas menuju ruang rapat yang berada di lantai yang sama dengan ruangan CEO.
Ketika hendak mengetuk pintu ruang rapat itu, Vindra mendengar banyak hal terkait Ditrian. Salah satunya tentang kerisauan para orang itu terhadap Ditrian yang tidak ada di tempat saat ini. Tentu saja Vindra langsung naik pitam. Dan apa yang dikatakannya tadi memang benar adanya, bahwa orang-orang di sinilah yang ingin bergabung, dan bukan keinginan Ditrian.
Semua orang yang ada di ruang rapat itu terdiam ketika mendengar perkataan Vindra. Yang tadinya masih sangat ngotot ingin menurunkan Ditrian, wajahnya sekarang menunduk.
"Kenapa diam? Oh fakta ya?Jadi jangan pernah ngadi-ngadi buat nurunin Uncle Ditrian. Jangankan nurunin, kalian berfikir seperti itu aja udah nggak ada hak sama sekali. Ingat sekali lagi, Uncle ku itu adalah pemilik. Dia bukan hanya CEO tapi founder, camkan itu. Sekarang BUBAR!"
Vindra tak lagi menggunakan bahasa yang formal. Dia sudah terlanjut marah terhadap orang-orang yang wajahnya penuh dengan keinginan mendapatkan keuntungan semata. Sebagai keluarga sekaligus teman sepermainan, Vindra tahu betul bagaimana kerasnya usaha Ditrian sampai perusahaannya bisa sebesar ini.
Drap drap drap
Orang-orang itu pergi dengan tergesa-gesa setelah diusir oleh Vindra. Hal itu membuat tiga orang yang masih tinggal di ruang rapat merasa lega.
"Haaah, untung kamu datang tepat waktu, Vind,"ucap Steven. Dia merasa sangat lega karena masalah ini bisa dirampungkan dengan cepat.
"Iya Mas Vindra, untung Mas Vindra datang di waktu yang tepat. Orang-orang itu sungguh keterlaluan,"sahut Oland. Dia tak ada bedanya dengan Steven yang merasa lega.
Pun dengan Reneta, tapi wanita itu hanya memilih diam. Dia kurang dekat dengan Vindra, atau secara teknis Reneta merasa tidak nyaman karena pengakuan cinta yang dilakukannya kepada Ditrian juga diketahui oleh Vindra.
"Ya, aku juga baru tahu tadi dikasih tahu si Nela. Haah, mereka bener-bener kurang kerjaan. Udah paling bener duduk diam dan tinggal nerima keuntungan, eh malah sok pura-pura mau ngurusin perusahaan yang selama ini nggak pernah ikut ngurus barang secuil pun. Lain kali kalau ada lagi kayak gini, beneran aku siram pake air mereka itu,"jawab Vindra dengan perasaan berapi-api.
Nela yang disebut oleh Vindra adalah petugas resepsionis. Nela bukan resepsionis biasa. Dia bisa dibilang sebagai salah satu orang kepercayaan Ditrian. Dan Vindra tahu betul akan itu.
Sebenarnya kedatangan orang-orang tadi sudah langsung ia laporkan kepada Ditrian melalui pesan, namun tidak ada tanggapan. Alhasil ia pun menghubungi Vindra, tapi Vindra pun sulit dihubungi. Dan Nela baru bisa melapor langsung ketika Vindra sudah datang ke perusahaan.
"Ya sudah kalau begitu, kita balik dulu ke ruangan ya, Vind. Mungkin produk baru belum bisa kita luncurin. Ditrian juga belum balik ke perusahaan, jadi sebaiknya memang kita tunda dulu." Steven menjelaskan apa rencana mereka setelah ini kepada Vindra.
Vindra sendiri tidak bisa mengiyakan atau menolak. Pasalnya saat ini Ditrian belumlah siap. Meski sudah berlajar dan sudah mulai menguasai 'akting' yang diinginkan, tapi menurut VIndra masih jauh jika Ditrian harus terjun ke perusahaan.
"Bagaimana baiknya saja, Stev. Makasih ya udah ngehendel semuanya. Kalau begitu aku mau ke bagian produksi dulu,"sahut Vindra. Dia menepuk lengan Steven sambil berlalu.
Setelah Vindra mengilang dari balik pintu, ketiga orang itu pun juga membubarkan diri dan masuk ke ruangan mereka masing-masing.
Reneta nampak kesal tapi dia sekarang bisa lega karena orang-orang itu sudah pergi. Oland juga berpikir demikian. Ia yakin bahwa orang-orang itu tidak akan berani macam-macam.
Lalu Steven, dia tak langsung duduk di kursi kejanya dan mengerjakan pekerjaan seperti yang dia katakan tadi kepada Vindra. Steven memilih untuk merebahkan tubuhnya di ruang istirahat yang dia buat di balik rak buku besar ruangannya.
"Haaah, Beneran capek rasanya,"ucapnya lirih. Steven memejamkan mata, menaruh tangan kanannya di atas kening dan mencoba melepaskan lelahnya meski hanya sejenak.
Drtzzzz
Ck
Pria berwajah tampan itu bedecak kesal dengan bunyi ponselnya. Dia masih ingin bersitirahat dan tidak ingin diganggu oleh siapapun.
Akan tetapi ponselnya terus berdering. Mau tidak mau Steven pun bangkit dan menjawab panggilan tersebut.
"GOBLOK!!"
TBC