NovelToon NovelToon
Terjebak Takdir Keluarga

Terjebak Takdir Keluarga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:44
Nilai: 5
Nama Author: Siti Gemini 75

Eri Aditya Pratama menata kembali hidup nya dengan papanya meskipun ia sangat membencinya tetapi takdir mengharuskan dengan papanya kembali

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Semalam di Villa, Seumur Hidup Derita

Sudah dua bulan lebih Eri tak menjumpai Dea sejak malam di villa itu. Bukan karena cintanya pudar, melainkan jadwal kuliahnya yang menggila.

"Yan, besok kan libur. Gue ikut lo pulang, ya!" kata Eri usai kuliah, dengan nada rindu yang kentara.

Ryan menyeringai. "Boleh, deh. Kangen Dea, ya?" godanya.

"Ah, bisa aja lo, Yan!" balas Eri, tersipu. "Gue nggak mau Dea mikir yang aneh-aneh karena udah lama nggak ketemu," jelasnya.

"Gue rasa Dea ngerti kok. Akhir-akhir ini jadwal kita emang kayak dikejar setan, nggak ada waktu buat napas," hibur Ryan.

"Ya, semoga aja Dea ngerti," sahut Eri, harap-harap cemas. "Kalau gitu, cabut sekarang ke rumah lo!" ajaknya, menghidupkan motornya. Ryan mengikutinya dari belakang.

Sementara itu, di rumah Dea...

Dua hari belakangan, Dea terus-terusan muntah, membuat Pak Prasetyo dan Bu Dinda kalang kabut. Mereka membawanya ke dokter, dan vonisnya membuat dunia serasa runtuh: Dea positif hamil.

Mendengar penjelasan dokter, wajah Pak Prasetyo memerah padam, amarahnya membuncah. Namun, ia berusaha menahannya, tak ingin membuat keributan di rumah sakit, apalagi sampai dokter tahu bahwa anak gadisnya hamil di luar nikah. Harga dirinya bisa hancur berkeping-keping. Ia hanya mengiyakan semua yang dikatakan dokter, lalu bergegas pulang.

Sesampainya di rumah, Pak Prasetyo mendudukkan Dea di kursi dengan kasar. "Siapa laki-laki yang melakukan ini padamu, De?" tanyanya dengan tangan terkepal kuat.

Dea hanya menunduk, tak berani menatap wajah murka ayahnya, apalagi menjawab pertanyaannya.

"Sekarang jawab pertanyaan Ayah, De! Siapa yang menghamilimu, hah?!" Suara Pak Prasetyo bergetar, mengangkat wajah Dea yang masih tertunduk.

Dea tetap bungkam, rasa takut dan bersalah menghimpitnya.

Pak Prasetyo menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar. "Apa kamu pikir dengan diam, masalah akan selesai, hah?!" bentaknya, semakin emosi.

"Jawab saja pertanyaan ayahmu, De. Memang benar kata ayahmu, diam tidak akan menyelesaikan masalah. Coba pikir, kalau kamu diam dan tidak memberi tahu siapa laki-laki yang menghamilimu, bagaimana kami bisa meminta tanggung jawab? Kalau tidak ada yang bertanggung jawab, siapa yang akan menanggung bayi dalam kandunganmu? Kamu mau dicap sebagai gadis nggak bener karena hamil tanpa suami?!" tutur Bu Dinda, berusaha memberi Dea pengertian dan keberanian.

Mendengar perkataan ibunya, Dea merenung. Ada benarnya juga apa yang dikatakan ibunya, tapi ia masih ragu dan takut, sehingga tak kunjung menjawab pertanyaan ayahnya.

"Sekarang jawab pertanyaan Ayah, siapa yang membuatmu hamil?" tanya Bu Dinda lembut.

"Yang melakukannya... Kak Eri!" jawab Dea dengan suara lirih dan gemetar.

"Eri? Eri temannya Ryan?" tanya Pak Prasetyo dengan nada tak percaya.

"Iya, Ayah," jawab Dea, terisak.

"Hem, sudah kuduga dari awal. Aku harus minta tanggung jawab pada anak itu!" gerutu Pak Prasetyo. "Aku harus menemui Eri!" katanya dengan nada gemetar.

"Kita akan menemuinya di mana? Kita kan tidak tahu rumah Eri!" kata Bu Dinda.

Mendengar ucapan istrinya, Pak Prasetyo terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku akan ke rumah Ryan, minta alamat Eri padanya!"

"Terserah Bapak saja, bagaimana baiknya. Aku tidak bisa memberi jalan keluar. Tapi, kalau Bapak mau menemui Ryan, jangan umbar amarahmu di sana. Nanti Ryan kamu amuk juga!" kata Bu Dinda, mencoba menenangkan suaminya.

Namun, Pak Prasetyo tak menggubris ucapan istrinya, lantas bangkit dari duduknya dan bergegas menuju rumah Ryan.

Sesampainya di rumah Ryan, dilihatnya Ryan sedang mengobrol dengan Eri di teras depan rumah. Tanpa basa-basi, Pak Prasetyo langsung menghajar Eri tanpa ampun.

Eri yang tak menduga akan mendapatkan serangan mendadak seperti itu, sangat terkejut dan tak bisa menghindar. Mukanya babak belur dihajar oleh Pak Prasetyo.

"Ada apa ini, Pak? Kenapa Bapak tiba-tiba menghajar teman saya?" tanya Ryan, berusaha meredam emosi Pak Prasetyo yang bagai orang kesurupan menghajar Eri tanpa ampun.

"Diam kamu, Yan! Kalau kamu tidak mau aku hajar seperti bocah ini juga!" ancam Pak Prasetyo, semakin kalap.

Sementara Eri hanya diam, bingung tak mengerti apa kesalahannya.

"Tanya saja pada temanmu ini, Yan, apa yang telah dia lakukan pada Dea!" jawab Pak Prasetyo pada Ryan, sambil mengatur napas yang ngos-ngosan karena menahan marah.

"Maaf, Pak, sebenarnya apa salah saya? Kenapa Bapak memukuli saya?" tanya Eri, yang masih bingung karena belum tahu kesalahan yang telah dilakukannya.

"Dea sekarang hamil, dan menurut pengakuannya, kamu yang telah melakukannya!" kata Pak Prasetyo tanpa tedeng aling-aling.

Ryan menatap Eri lekat-lekat saat mendengar ucapan Pak Prasetyo.

Eri yang ditatap lekat-lekat oleh Ryan hanya diam, seakan-akan memang membenarkan tuduhan tersebut. Hal itu membuat Ryan berkesimpulan bahwa apa yang dikatakan Pak Prasetyo itu benar adanya.

Sementara itu, pikiran Eri melayang pada kejadian di villa. Mungkinkah apa yang mereka lakukan malam itu yang membuat Dea hamil? pikirnya.

"Kenapa kamu hanya diam? Mau lari dari tanggung jawab, kamu?!" bentak Pak Prasetyo saat melihat sikap Eri yang hanya diam.

Tangan Pak Prasetyo sudah terangkat kembali hendak memukul Eri lagi, namun dicegah oleh Ryan.

"Tunggu, Pak! Sabar!" kata Ryan.

"Aku ingin bocah itu menikahi Dea sebagai bukti tanggung jawabnya atas perbuatannya!" kata Pak Prasetyo pada Ryan.

"Kamu! Kenapa kamu hanya diam? Mana tanggung jawabmu, hah, bocah kurang ajar!" Pak Prasetyo membentak Eri keras.

"Saya akan bertanggung jawab atas perbuatan saya, tapi beri saya waktu untuk bicara kepada orang tua saya!" kata Eri sungguh-sungguh.

"Bohong! Kamu pasti akan menghindar dan berusaha lari dari tanggung jawab, iya kan?!" Suara Pak Prasetyo menggelegar bagai petir di siang bolong.

"Tidak, Pak! Saya tidak akan lari dari tanggung jawab. Saya tetap akan menikahi Dea, tapi beri saya waktu untuk bicara kepada orang tua saya dulu!" jelasnya lagi, berusaha meyakinkan Pak Prasetyo bahwa ia tidak akan lari dari tanggung jawab.

"Tidak! Aku tidak akan percaya dengan kata-kata bocah ingusan sepertimu, dan aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja! Kamu harus ikut aku ke rumahku agar kamu tidak kabur! Biarkan Ryan yang memberi tahu kedua orang tuamu, sekalian melamar Dea!" kata Pak Prasetyo kukuh.

Eri dan Ryan saling pandang.

Ryan mencari jawaban dari mata Eri, namun dia tidak bisa menemukan jawaban pasti dari mata Eri.

"Yan, tolong kamu ke rumah Bude dan Pakde, ceritakan apa yang telah terjadi padaku. Bilang kepada Bude dan Pakde suruh mereka mengabarkan semua ini pada Mama, biar mereka melamar Dea!" kata Eri pada Ryan setelah beberapa lama mereka saling bertukar pandang.

"Jadi, benar, Er, kamu telah melakukannya dengan Dea?” Tanya Ryan saat melihat sikap Eri yang menurut saja ketika Pak Prasetyo akan membawa pergi ke rumahnya.

"Iya, Yan, dan aku bisa mengerti kenapa Pak Prasetyo bersikap seperti itu!" terangnya.

Ryan menarik napas panjang, ia bisa mengerti, siapapun orangnya pasti akan berpikir seperti Pak Prasetyo kalau anak gadisnya dihamili anak orang.

\*\*\*\*\*\*\*\*\*

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!