Andini kesal karena sang ayah tidak menghadiri acara kelulusannya, ia memilih jalan sendiri dari pada naik mobil jemputannya
sialnya lagi karena keisengannya dia menendang sebuah kaleng minuman kosong dan tepat mengenai kening Levin.
"matamu kau taruh dimana?" omel Levin yang sejak tadi kesal karena dia dijebak kedua orang tua dan adik kembarnya agar mau dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arfour, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rata, tipis dan gak ada yang bisa dipegang
“Akhirnya selesai juga pengenalan kampus,”ujar Andini setelah seminggu lebih berkutat dengan pengenalan kampus dan hari ini mereka baru selesai perwalian.
“Mulai Senin besok kita sudah mulai belajar. Oh ya kau sudah perwalian belum?” tanya Andini pada Lidya dan Vania. Sejak dijadikan satu kelompok mereka menjadi semakin akrab apalagi Lidya dan Vania orangnya cukup menyenangkan walaupun mereka berasal dari daerah.
“Rencananya malam minggu ini kalian mau kemana? Aku sebenarnya ingin jalan-jalan tapi sepertinya tidur di rumah seharian jauh lebih menyenangkan ya?” ujar Andini Sambil tertawa. Setelah menghadapi satu minggu yang penuh dengan tantangan dan kegiatan yang menguras tenaga serta pikiran.
“Ya aku juga inginnya tidur, tapi besok rencananya orang tuaku akan datang menjengukku. Padahal aku juga belum terlalu lama tinggal di Jakarta, mungkin yang namanya orang tua seperti itu ya?” ujar Lidya membuat Andini hanya tersenyum masam, karena dia seperti tidak pernah merasa dirindukan oleh ayahnya.
“Aku rencananya akan pulang, karena hari Senin kan kita tidak ada mata kuliah. Jadi aku rencananya besok akan pulang dan kembali Senin sore. Bandung kan tidak terlalu jauh dari sini,” ujar Vania yang membuat lagi-lagi Andini merasa bahwa rumah bukan tempat yang nyaman untuk dirinya, tidak seperti kedua temannya yang dirindukan oleh keluarganya ataupun merindukan keluarganya.
“Nanti malam kita ketemu,” sebuah pesan masuk ke ponsel Andini dan dia hanya tersenyum.
“Kau sih enak, ayahmu tinggal satu rumah, jadi tidak perlu pergi ke mana-mana, eh tapi kenapa kau senyum-senyum sendiri sepertinya ada yang sangat membahagiakan. Ayo cerita pada kami, siapa orang tersebut? Apa itu pacarmu?” tanya Lidya penasaran.
“Bukan, aku belum punya pacar tapi aku punya seorang teman yang sering aku ajak untuk berantem dan itu ternyata menyenangkan, apalagi kalau sudah membuat dirinya kesal “ ujar Andini tertawa teringat akan Levin yang sering terlihat kesal jika perkataannya dibantah oleh dirinya.
“Lelaki atau perempuan temannya? aku rasa kalau lelaki dan bisa membuatmu tertawa, kalian pasti akan berjodoh,” ujar Vania yang membuat Andini mencibirkan bibirnya karena tidak percaya
“Sudah ah, aku pulang duluan. Sampai bertemu di hari Selasa,” ujar Andini sambil mencium kedua Pipi teman-temannya itu.
“Andini, Apa kau punya waktu malam ini?” tanya seorang pria yang berjalan bersama Duna.
“Itu rahasia Kak! yang pasti aku belum tahu punya rencana apa malam ini, tapi sepertinya kasur adalah tempat yang paling tepat untuk didatangi, karena kegiatan minggu kemarin membuatku tidak cukup tidur,” ujar Andini Sambil tertawa.
“Memangnya kau tidak punya pacar?” tanya Duna penasaran. Andini hanya tertawa kemudian dia melihat Pak Maman sudah datang.
“Aku pulang dulu ya Kak. Selamat berlibur akhir pekan,” ujar Andini lalu melambaikan tangan kepada Duna dan juga temannya itu Ia lalu masuk ke dalam mobil.
“Bagaimana kakakku bisa tergila-gila, dengan perempuan cuek seperti itu? anak orang kaya tapi dia tidak memperlihatkan kalau dia anak berada, malah bilang anak pembantu pada kakakku. Tadinya aku pikir Kakakku itu memiliki selera wanita anggun yang akan duduk dengan rapi di kursi, tapi sepertinya dugaanku salah,” ujar Duna kemudian dia terkekeh sambil membalikkan tubuhnya untuk berjalan menuju parkiran, sementara temannya yang tadi diajak untuk menemui Andini hanya bisa bengong mendengar perkataan Duna yang tidak jelas.
“Duna tunggu. Kenapa lu ninggalin gua, kirain gua lu mau bantuin gua comblangi gue sama Andini,” ujar temannya itu sambil berjalan menyamai langkahnya dengan Duna.
“Lo bukan seleranya,” ujar Duna Sambil tertawa lalu ia masuk ke dalam mobil meninggalkan temannya yang hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
***
“Kita jadi kencan malam ini,” sebuah pesan masuk ke ponsel Andini ketika ia sudah tiba di rumah.
“Memangnya kamu sudah di Indonesia?” tanya Andini yang berpikir kalau Levin baru sampai Indonesia besok.
“Aku sudah di Singapura, pesawatnya sedang transit. Sebentar lagi kami akan naik pesawat tujuan Indonesia, jadi aku punya waktu untuk pergi berkencan denganmu hari ini,” ujar Levin menjelaskan posisinya dia berada.
“Tapi aku sangat lelah.Aku benar-benar mengantuk, minggu kemarin itu sangat berat untukku. Bisakah kita bertemu besok saja, kau kan juga baru pulang,” ujar Andini yang benar-benar ingin tidur.
“Tidak,aku tidak mau. Aku maunya sekarang Baby, kalau tidak aku akan datang ke rumahmu untuk menjemputmu,”ujar Levin yang tahu jika dia mengatakan ini Andini pasti akan lebih memilih untuk pergi dengannya, daripada dia harus dijemput di rumahnya.
“Benar benar pemaksa, untung ganteng,” ujar Andini kesal lalu dia melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur.
“Lebih Baik aku mandi, setelah itu tidur. Tapi sepertinya aku harus menyalakan alarm agar sebelum magrib Aku sudah terbangun,” ujar Andini, kemudian dia masuk ke dalam kamar mandi namun baru saja hendak menutup pintu kamar mandi ponselnya berdering, terpaksa dia keluar kembali untuk mengambil ponselnya.
“Jadi bagaimana? Apakah kau pilih aku jemput atau datang sendiri? kalau kau mengantuk kau bisa tidur di apartemenku, kita berkencan di apartemenku saja,” ujar Levin yang membuat mata Andini terbelalak, dia tidak mungkin berkencan di apartemen Levin.
“Bagaimana kalau dia melakukan hal yang tidak-tidak padaku, lebih baik aku mengalah saja,” ujar Andini akhirnya.
“Dasar pemaksa! Baiklah Tuan besar, kita bertemu di Cafe tempat biasa,” ujar ini menjawab permintaan dari Levin, dan ia tersenyum dengan jawaban Andini.
“Nah gitu dong Baby, nurut jangan bantah terus, lagian emang kenapa kalau kencan di apartemen aku juga gak bakal ngapa-ngapain kamu, kamu rata, tipis gak ada yang bisa dipegang,” ledeknya Levin sambil tertawa puas lalu mematikan teleponnya.
“Bresekkkkk,” dengan kesal Andini meneriaki teleponnya, enak aja bilang aku rata. Andini yang susah mandi mematut dirinya didepan kaca, lalu memandang tubuhnya yang baru menggunakan pakaian dalam, buah dada dan pinggulnya terlihat menonjol lengannya juga tidak kurus hanya kakinya yang jenjang dan perutnya yang rata, sementara bokongnya juga berisi, tidak tepos.
“Seksi gini dibilang tepos, apa perlu aku telanjang bulat,” ucapnya sambil terus memandangi tubuhnya yang memang nyaris sempurna untuk perempuan.
“Mungkin karena aku gak pernah pake baju pas badan kalau ketemu dia kali ya, baiklah tuan pemaksa aku akan memakai pakaian yang membuatmu tidak berhenti menatapku,” ujar Andini berjalan ke arah walk in closet dimana puluhan baju Andini tersimpan dimana, namun hanya baju oversize dan jeans gombrong yang sering ia pakai.
“Ini saja,” ujar Andini mengambil blouse terusan diatas lutut yang pas di badan namun bentuk bawahnya memayung berwarna biru laut dengan kerah sabrina.
Kemudian dia memadupadankan dengan kets biru tanpa tali dan tas hitam yang biasa dia pakai.
“Kalau ganti tas nanti dia curiga, kalau pakaian dia tidak akan tau ini keluaran mana, sebaiknya tasnya yang kemarin aku pakai saja, okey siap untuk kencan,” ujar Andini yang tidak jadi tidur karena jam sudah menunjukan jam Setengah enam sore.
“Aku otw cafe,” pesan Levin karena dia akan mengirim foto kencan dirinya dengan Andini pada grup keluarganya.
“Ia aku sedang menunggu taxi online,” ujar Andini berbohong, karena di diantar Pak Maman namun nanti dia minta diturunkan di Mall yang tidak terlalu jauh dari kafe tersebut berada.
“Saya tunggu atau bagaimana Non?” Tanya Pak Maman ketika dia sudah berada dijalan.
“Masa pacaran ditemenin Pak, nanti saya kabarin ya pak,” ujar Andini, lalu akhirnya dia sampai dan turun dari mobil, setelah memastikan mobil yang dibawa pak Maman pergi, dia berjalan ke kafe dimana ia berjanji bertemu Levin.