Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 12
Yahya Salim menatap putrinya.
"Hasan sepertinya masih sibuk," ucapnya setelah meneguk teh hangatnya.
"Dia masih belum memberi kabar," sambung uminya Laila, Sri Maimun.
Laila belum menjawab. Dia menatap sarapannya yang masih tersisa separuh. Hubungannya dengan Hasan masih belum ada peningkatan apa pun. Mereka masih bersama karena terikat perjodohan yang Laila harapkan bermuara di pernikahan.
Tapi yang melegakannya karena Hasan tidak berhubungan dengan perempuan mana pun sampai sekarang. Termasuk Luna.
Hatinya berdesir, akhir akhir ini dia malah mengingat Luna, gadis hedon yang sempat diperhatikan Hasan. Tapi sepertinya mereka sudah tidak pernah bertemu lagi. Dia juga tidak tau keberadaan Luna dan kerjaannya apa sekarang. Dia terlalu sibuk mengajar agar tidak terlalu memikirkan Hasan dan sikapnya.
"Laila....., kakek serta nenekmu dan Hasan memang menginginkan perjodohan ini. Tapi kalau kalian tidak menginginkannya---."
"Maaf, Abi. Aku tetap menginginkan perjodohan ini," potong Laila sambil menatap tegas mata abinya. Kecintaannya terhadap Hasan sudah sangat besar, hingga membuatnya tidak bisa melihat laki laki lain yang ada di sekitarnya.
Yahya Salim menghela nafas berat. Istrinya juga terdiam.
"Abi hanya merasa hubungan kalian berat sebelah."
Laila tersedak, dia buru buru minum. Setelah merasa baik baik saja Laila akhirnya mengutarakan ganjalannya yang sudah dia simpan selama bertahun tahun.
"Seandainya Abi tidak melarangku menerima pekerjaan sebagai dosen di Amerika, kami pasti masih sedekat dulu."
Tidak ada jarak saat mereka bersama di Kairo. Tapi sejak dia tidak mengikuti Hasan di Amerika, jaraknya terlihat sangat jelas.
Sri Maimun-uminya menghela nafas panjang. Dia tau maksud suaminya agar putri mereka bisa mencari kebahagiaan tanpa.Hasan.
"Abi ingin melihat usaha Hasan mendekatimu dari hatinya. Bukan karena intimidasi keluarganya. Memang Hasan tidak punya kekasih, tapi dia tidak memberi kepastian pada perjodohan ini," jelas abinya berusaha sabar.dan membuka pikiran putrinya pada kenyataan akan hubungannya dengan Hasan.
Laila menunduk. Dia belum pernah cerita pada abi dan uminya, kalo Hasan sudah menolaknya dulu. Tapi dia beruntung karena kakek dan nenek mereka terus mensupport perjodohan ini.
"Yang penting Hasan menurut dengan kakek neneknya, kan. Lagi pula, kita sudah sangat mengenal Hasan. Dia laki laki yang baik dan santun. Aku percaya dengan cinta yang akan datang setelah pernikahan," tutur Sri Maimun lembut, mencoba membela putrinya.
Seperti kita, ya, batin istrinya. Dia dan suaminya dulu juga dijodohkan.
Laila sangat berterimakasih dengan kata kata uminya yang tidak memojokkannya.
"Tapi....." Yahya Salim menggantungkan ucapannya. Matanya menangkap isyarat istrinya agar dirinya berhenti melanjutkan ucapannya.
"Bi, perjodohan ini permintaan orang tuamu dan orang tua abinya Hasan. Hasan tidak akan mungkin berani menolak. Lagi pula Hasan juga sibuk dengan pekerjaannya. Bukan dengan perempuan lain." Sri Maimun membantah ucapan suaminya. Sekaligus mengingatkan.
Hati Laila menghangat mendengar ucapan uminya.
Yahya Salim tersenyum lembut.
"Abi hanya ingin putri abi satu satunya ini bahagia."
Laila menatap abinya lembut
"Aku bahagia, bi, ..... sama Hasan."
Yahya Salim menganggukkan kepalanya. Istrinya menggenggam tangan suaminya seakan ingin mengatakan tidak perlu mengkhawatirkan Laila.
*
*
*
"Hari ini kamu masih pulang larut malam lagi, Hasan?" tanya Ali Wahab ketika mereka sekeluarga sedang sarapan.
Faris melirik abangnya yang nampak kurang sehat.
"Sepertinya begitu, bi. Pekerjaan di kementrian sedang banyak banyaknya." Setelah kunjungan mendadak presiden kemarin, sampai beberaapa hari ke depan, pekerjaan mereka jadi bertambah banyak.
"Oooh...."
"Nanti siang, Bang Hasan ikut meeting, kan?" tanya Faris.
"Iya." Hasan menahan batuknya, dia kemudian meneguk minumannya.
"Radangmu belum sembuh. San?" tanya Siti Azizah khawatir.
"Sudah sedikit berkurang, umi." Padahal yang dia rasakan radangnya bertambah sedikit lebih parah. Untung uminya membuatkannya bubur. Hasan jad teringat bubur di tempat rumah sakit Luna.
Pesannya sudah dibaca, tapi tidak dibalas. Saat bangun tidur, dia memeriksa ponselnya tadi. Walau begitu, hatinya sudah merasa sangat senang.
Faris menatap abangnya dan menu sarapannya.
Pantasan makan bubur, batinnya. Ngga nyangka abangnya bisa sakit juga, batinnya.
"Kakek dan nenek akan datang sebentar lagi," ucap Ali Wahab pelan. Membuka percakapan yang sensitif karena sekarang dirinya sudah tau kalo putranya mempunya gadis pilihannya.
Jantung Faris berdebar karena ngga menyangka topik ini akan dibahas pagi ini.
Siti Azizah menahan nafas. Dia melirik Hasan yang tetap tampak tenang.
"Kalo memang kamu serius ingin membatalkan perjodohanmu dengan Laila, kamu harus pastikan gadis itu mau menerima kamu sebelum kakek dan nenek datang."
Siti Azizah mengambil gelas yang masih berisi penuh minumannya dan langsung menghabiskannya. Perasaannya sudah bisa ditenangkan.
Faris sampai menjatuhkan sendoknya. Dalam hati dia memaki, kenapa dia jadi lemah kalo menyangkut topik begini.
Tapi ini serius? Faris tambah penasaran dengan gadis pilihan abangnya.
Apa yang abangnya lihat dari gadis itu? Lebih alim dari Kak Laila? batinnya ngga sabar ingin tau.
"Iya, bi."
Nanti kalo kesibukannya sudah berkurang, Hasan akan menyatakan keseriusannya pada Luna saat menemuinya.
Bertahun tahun lamanya dia menahan diri untuk tidak mencari kabar gadis itu. Dia mengira perasaannya hanya sementara saja. Tapi sekarang dia tau kalo hatinya memang selalu ke Luna.
Ali Wahab menarik nafas dalam dalam. Dia masih tidak yakin kalo orang tuanya dan orang tua Ai Wahab akan bisa menerima gadis pilihan putranya.
*
*
*
"Bang Hasan," panggil Faris sambil berlari lari kecil mendekati abangnya yang sudah berada di dekat mobilnya.
Hasan tidak jadi membuka pintu mobil.
"Ada apa?" tanyanya setelah adiknya berada di depannyà.
"Siapa, bang, gadis yang bisa membuat abi langsung menyerah gitu?" tanyanya dengan nafas yang masih tidak teratur.
"Nanti aku kenalkan." Hasan tersenyum. Dia mengira adiknya akan bertanya soal perusahaan.
"Kasih tau namanya, bang, sama kerjaannya apa?" kejar Faris mendesak.
"Namanya nanti saja, ya. Dia dokter. Sudah, ya, abang nanti telat," sahut Hasan sambil membuka pintu mobilnya.
Dokter? batinnya. Pas banget kamu lagi sakit, bang.
"Oke. Hati hati, bang. Ohya, sekalian periksa sakitnya, bang, sama bu dokter," candanya
Ternyata abangnya lebih suka dokter dari pada dosen, ya.
Hasan hanya menanggapi dengan senyum.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡