NovelToon NovelToon
GAZE

GAZE

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:731
Nilai: 5
Nama Author: Vanilla_Matcha23

“Setiap mata menyimpan kisah…
tapi matanya menyimpan jeritan yang tak pernah terdengar.”

Yang Xia memiliki anugerah sekaligus kutukan, ia bisa melihat masa lalu seseorang hanya dengan menatap mata mereka.

Namun kemampuan itu tak pernah memberinya kebahagiaan, hanya luka, ketakutan, dan rahasia yang tak bisa ia bagi pada siapa pun.

Hingga suatu hari, ia bertemu Yu Liang, aktor terkenal yang dicintai jutaan penggemar.
Namun di balik senyum hangat dan sorot matanya yang menenangkan, Yang Xia melihat dunia kelam yang berdarah. Dunia penuh pengkhianatan, pelecehan, dan permainan kotor yang dijaga ketat oleh para elite.

Tapi semakin ia mencoba menyembuhkan masa lalu Yu Liang, semakin banyak rahasia gelap yang bangkit dan mengancam mereka berdua.

Karena ada hal-hal yang seharusnya tidak pernah terlihat, dan Yang Xia baru menyadari, mata bisa menyelamatkan, tapi juga membunuh.

Karena terkadang mata bukan hanya jendela jiwa... tapi penjara dari rahasia yang tak boleh diketahui siapapun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilla_Matcha23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9 - LUKA YANG DISEMBUNYIKAN

Dua bulan berlalu sejak tanda tangan itu.

Nama Yu Liang mulai muncul di layar-layar raksasa kota Beijing dan Hangzhou. Iklan parfum, fashion brand, dan poster drama barunya yang akan tayang bulan depan.

Setiap orang menyebutnya “bintang baru yang sempurna.”

Namun di balik cahaya sorotan, ada sesuatu yang pelan-pelan padam di dalam dirinya.

Ruang latihan malam itu sunyi.

Semua kru sudah pulang, tapi Yu Liang masih berdiri di depan cermin, mengulang satu adegan berulang-ulang.

Ekspresi marah.

Ekspresi menangis.

Tersenyum dalam kesakitan.

Ia berhenti ketika bayangannya di cermin mulai terasa asing.

“Siapa sebenarnya aku sekarang?” bisiknya pelan.

Ponselnya bergetar, pesan dari Wen Chei

“Besok jadwal padat. Konferensi pers pagi, pemotretan siang, syuting malam. Jangan lupa tampilkan sisi yang lembut di depan media. Dunia suka kepalsuan yang tampak tulus.”

Yu Liang menatap layar lama-lama.

Satu sisi dirinya ingin membalas, menolak, atau sekadar berteriak bahwa ia lelah.

Namun jemarinya hanya mengetik satu kata:

Baik.

Keesokan harinya, di tengah syuting drama historikal, tubuhnya mulai goyah. Suara sutradara terdengar jauh, lampu terasa terlalu terang, dan semuanya mulai kabur.

Dalam sepersekian detik, dunia memudar.

Ketika ia membuka mata, aroma antiseptik menyambutnya.

Langit-langit putih, suara mesin monitor, dan langkah pelan seseorang mendekat.

Seorang wanita muda dengan jas dokter berwarna biru muda menghampiri.

Wajahnya tenang, matanya lembut, tapi sorotnya tajam, seolah bisa melihat lebih dalam dari sekadar gejala medis.

“Di mana aku?” suara Yu Liang serak.

Wanita itu tersenyum samar. “Yáng Tiansheng Hospital. Kau pingsan di lokasi syuting. Mereka bilang kau belum tidur dua hari.”

Ia memeriksa tekanan darahnya, lalu menulis sesuatu di lembaran catatan.

“Halo, Aku dokter Yang Xia, aku yang akan menangani pemulihanmu.”

Yu Liang memperhatikannya diam-diam. Gerakannya lembut tapi tegas.

Berbeda dari orang-orang yang biasa ia temui, tidak ada ambisi di matanya, tidak ada rasa ingin tahu berlebihan. Hanya ketenangan.

Wanita ini... wanita dengan prinsip dan keberanian yang tak mudah goyah. Demi kebaikan, ia berani menentang aturan yang bahkan orang lain tak berani sentuh.

Suara lirihnya kemudian memecah keheningan.

“Apakah aku… sakit parah?” tanyanya, nyaris seperti bisikan yang tersesat di udara.

“Tubuhmu sehat,” jawab Xia tenang. “Tapi matamu... tampak lelah. Seperti seseorang yang membawa terlalu banyak hal yang tidak ingin dia lihat.”

Yu Liang terdiam.

Kata-kata itu menusuk.

Ia menatap dokter itu lebih lama dan entah mengapa, ada sesuatu yang aneh terasa di dadanya.

Seolah, di balik ketenangan perempuan itu, tersembunyi sesuatu yang tak kalah gelap dari apa yang sedang ia hadapi.

setelah pemeriksaan selesai, Yang Xia berdiri di depan jendela ruang rawat.

Di luar, lampu kota Hangzhou berkilauan.

Ia menatap refleksi dirinya di kaca, samar-samar menatap bayangan pasien yang tertidur di ranjang.

“Yu Liang…” bisiknya pelan.

Nama itu terdengar aneh, seperti pernah ia dengar jauh sebelum malam ini.

Dan tanpa ia sadari, sesuatu di dalam pikirannya mulai terbuka, sebuah kenangan yang bukan miliknya, tapi seakan hidup kembali setiap kali ia melihat pria itu.

..

Malam itu rumah sakit hampir sepi.

Koridor panjang Yáng Tiansheng Hospital diterangi lampu lembut yang memantul di lantai putih. Hanya suara langkah para perawat yang terdengar dari kejauhan.

Yang Xia duduk di ruang observasi, menatap layar monitor detak jantung pasien yang masih stabil.

Pasien itu, Yu Liang. Baru saja tidur setelah diberi obat penenang ringan.

Namun sesuatu terasa aneh malam itu.

Udara di ruang rawat seolah lebih dingin dari biasanya.

Monitor berkedip pelan… bip… bip…

Lalu berhenti sepersekian detik, seolah ikut menahan napas.

Xia berdiri, berjalan pelan mendekat. Ia memeriksa mesin, tapi semuanya tampak normal.

Hanya saja, ppandangannya tertarik pada sesuatu di cermin besar di dinding ruangan.

Pantulan dirinya… tidak bergerak.

Jantungnya berdegup.

Ia menatap lagi, tubuhnya di cermin masih berdiri, tapi pantulan itu menatap arah lain. Ke arah ranjang Yu Liang.

Dalam pantulan itu, ia melihat sesuatu bayangan samar seorang pria muda, wajahnya pucat, sedang duduk di lantai dengan kamera di tangan, di sekelilingnya cahaya blitz yang berkedip cepat.

Dan suara sayup, seperti gema masa lalu.

“Arahkan senyumnya ke kamera, Liang. Dunia tidak butuh air matamu, hanya wajah yang bisa dijual.”

Gema itu menggema, lalu menghilang.

Xia tersentak, napasnya tercekat. Ia menatap Yu Liang yang masih tertidur lelap. Tangannya tanpa sadar menggenggam erat stetoskop di dada.

“Hal apa barusan…?” bisiknya pelan.

Lampu redup ruangan kembali stabil. Namun di dada Xia, rasa dingin itu tak pergi.

..

Keesokan paginya,

Saat ia menuliskan laporan medis, pikirannya terus mengulang bayangan itu. Ia bahkan sempat memeriksa rekaman CCTV ruang rawat, tapi tidak ada yang aneh.

Hanya dirinya yang berdiri memeriksa pasien. Tidak ada pantulan, tidak ada bayangan.

Sampai suara pelan memecah pikirannya.

“Dokter Yang?” Yu Liang sudah sadar.

Wajahnya masih pucat, tapi senyumnya sopan. “Aku… membuatmu khawatir, ya?”

Xia menatapnya beberapa detik.

Ada sesuatu di balik senyum itu, bukan sekadar lelah. Tapi seperti seseorang yang sudah terlalu sering berpura-pura bahagia.

Sama persis seperti bayangan yang ia lihat semalam.

“Tidak apa-apa,” jawabnya pelan. “Aku hanya ingin memastikan kau benar-benar baik.”

Yu Liang menatapnya balik, lalu tersenyum kecil.

“Kadang aku juga bertanya hal yang sama pada diriku sendiri, Dokter. Apa aku benar-benar baik?”

Matanya sedikit menunduk. “Mungkin tidak.”

Senyap.

Kalimat itu menggema di kepala Xia seperti gema ruangan kosong. Ia ingin menjawab, tapi kata-katanya tertahan di tenggorokan. Sesuatu dalam diri Xia tahu, malam itu bukan sekadar halusinasi.

Ada sesuatu yang menghubungkan mereka, sesuatu yang lebih dari sekadar pasien dan dokter. Dan mungkin, Yu Liang sendiri tidak menyadari bahwa rahasianya mulai terbuka… melalui mata seseorang yang tidak seharusnya melihat.

..

Malam berikutnya,

Xia menatap catatan medisnya. Namun di sudut pandang matanya, refleksi cermin kecil di meja memperlihatkan sesuatu bayangan kamera, kilatan cahaya, dan suara langkah seseorang yang menjauh.

“Chen Wei…”

Nama itu muncul begitu saja di kepalanya.

Padahal ia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya.

..

Pagi di Hangzhou terasa dingin dan lembab.

Kabut tipis menggantung di halaman belakang rumah sakit Yáng Tiansheng, memantulkan cahaya matahari yang malu-malu muncul di antara pepohonan pinus.

Yang Xia berjalan pelan melewati koridor panjang menuju ruang arsip medis. Ia meninjau ulang catatan pasien pasca stres berat. alasan yang terdengar masuk akal bagi siapa pun, kecuali jika seseorang tahu bahwa nama yang ia cari bukan sembarang pasien.

Tangannya berhenti di laci berlabel Y-1207.

Ia membuka pelan.

Lembar data medis muncul di bawah cahaya lampu putih: Yu Liang, usia 36 tahun, diagnosis awal, kehilangan kesadaran akibat kelelahan ekstrem, gejala depresi tahap awal, tekanan kerja tinggi.

Namun yang membuat Xia terdiam bukan diagnosisnya.

Melainkan hasil tambahan: “Respon psikis tidak stabil. Reaksi terhadap suara keras atau cahaya berlebih menunjukkan tanda trauma masa lalu.”

Ia menatap tulisan tangan dokter yang menanganinya sebelum dia dan tahu pasti, itu bukan trauma biasa.

“Trauma yang tidak diingat…” bisiknya pelan.

Suara langkah seseorang terdengar dari arah pintu.

Asisten pribadinya, Geng Xuan, muncul sambil membawa tablet.

“Bos, aku sudah mengumpulkan data tambahan. Ada hal aneh tentang pria ini.”

Xia mengangkat kepalanya, nada suaranya tetap tenang. “Aneh bagaimana?”

Feng Xuan menyerahkan tablet itu. Di layar, muncul sederet dokumen lama, foto, dan potongan berita.

“Sebelum masuk dunia hiburan, Yu Liang pernah menjadi relawan medis di daerah pascagempa, berdampingan dengan tim dari salah satu yayasan yang Anda dirikan, Tiansheng Care Foundation.”

Xia menatap layar itu lama.

Hatinya terasa bergetar aneh, seolah waktu memutar balik, memperlihatkan wajah seorang pria muda berseragam relawan, dengan senyum tulus yang pernah ia lihat sekilas di lapangan bantuan bertahun-tahun lalu.

“Aku mengenalnya…” suaranya nyaris berbisik.

Feng Xuan menatapnya bingung. “Mengenalnya?”

Namun Xia tidak menjawab. Ia menatap layar itu lebih lama, dan tiba-tiba sesuatu bergetar samar di udara, suara, samar tapi jelas:

“Jangan biarkan mereka tahu siapa aku…” Suaranya lembut, tapi menyayat.

Dan Xia tahu, itu bukan suara dari pikirannya. Itu gema batin Yu Liang.

Ia memejamkan mata.

Dalam gelap, wajah Yu Liang muncul lagi, kali ini dengan luka di pelipis, tubuh gemetar di balik cahaya lampu sorot, dikerumuni orang-orang yang berteriak memintanya tampil sempurna.

Ketika ia membuka mata, napasnya memburu.

“Dia tidak hanya trauma… dia disembunyikan.”

Feng Xuan menatapnya khawatir. “Bos?”

Xia berbalik, suaranya kini lebih dingin dari sebelumnya.

“Cari tahu siapa yang ada di balik kontraknya. Siapa yang memegang kendali hidupnya.”

“Seperti yang Anda inginkan, Bos.”

Saat Feng Xuan keluar, Xia berdiri lama di depan jendela ruang arsip. Di luar, kabut mulai menipis, tapi hatinya justru semakin gelap.

Ia menatap pantulan dirinya di kaca dan untuk sesaat, refleksi itu kembali berubah. Kali ini ia melihat Yu Liang, duduk sendirian di ruang ganti, wajahnya penuh luka emosi yang tak terlihat siapa pun.

Xia mengulurkan tangan, nyaris menyentuh bayangan itu. Dan dalam keheningan yang hanya dimengerti keduanya, seolah batas antara dunia mereka mulai menipis.

“Aku ...,” gumam Xia pelan.

“Aku akan tahu siapa yang membuatmu seperti itu.”

1
Om Ganteng
Lanjut thorrr💪
Om Ganteng
Yang Xia
Om Ganteng
Chen Wei
Om Ganteng
Yang Xia/Determined/
Om Ganteng
Yu Liang/Sob/
Om Ganteng
Thor... apa ini Yu Menglong?
Zerine Leryy
Thor, Yu Liang... seperti Yu Menglong/Sob//Sob/
Zerine Leryy
Guang Yi keren...
Zerine Leryy
Bagus, lanjutkan Thor... Semoga ceritanya bagus sampai akhir/Good//Ok/
Zerine Leryy
Yang Xia dibalik Yang Grup, Guang Yi dan Feng Xuan 👍 perpaduan keragaman yang keren
Zerine Leryy
Ceritanya bagus, Sangat jarang ada Ceo wanita yang tangguh seperti Yang Xia.
☘☘☘yudingtis2me🍂🍋
Jelek nggak banget!
Yue Sid
Aduh, cliffhanger-nya bikin saya gak tahan nunggu, ayo lanjutkan thor!
Gladys
Asik banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!