NovelToon NovelToon
Cinta Terlarang Dengan Abang Tiri

Cinta Terlarang Dengan Abang Tiri

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Cinta Terlarang / Cintapertama
Popularitas:39.1k
Nilai: 5
Nama Author: mama reni

“Jika mencintaimu adalah dosa, biarkan aku berdosa selamanya.”

Sejak ayahnya menikah lagi, hidup Davina terikat aturan. Ia hanya boleh ke mana pun ditemani Kevin, abang tiri yang dingin, keras, dan nyaris tak tersentuh.

Delapan belas tahun bersama seharusnya membuat mereka terbiasa. Namun siapa sangka, diam-diam Davina justru jatuh pada cinta yang terlarang … cinta pada lelaki yang seharusnya ia panggil 'abang'.

Cinta itu ditolak keluarganya, dianggap aib, dan bahkan disangkal Kevin sendiri. Hingga satu demi satu rahasia terbongkar, memperlihatkan sisi Kevin yang selama ini tersembunyi.

Berani jatuh cinta meski semua orang menentang? Atau menyerah demi keluarga yang bisa menghancurkan mereka?
Sebuah kisah terlarang, penuh luka, godaan, dan cinta yang tak bisa dipadamkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Delapan

"Hallo ... siapa ini?" tanya wanita di seberang sana.

Davina menarik napas dalam. Dia yakin itu bukan suara Tia. Berarti abangnya Kevin sedang bersama wanita lain. Dia memang sering mendengar tentang pria itu yang selalu dikelilingi wanita, tapi tetap saja rasa sayangnya pada sang abang tak pernah bisa dihilangkan.

"Aku Davina, adiknya Bang Kevin. Dimana abangku?" tanya Davina dengan suara yang cukup keras.

Davina bukannya tak sadar jika banyak wanita yang mau mendekati Kevin. Itulah alasan kenapa dia tak berani berterus terang mengenai rasa cintanya. Selain takut ditolak, dia juga tahu kalau perasaan itu tak boleh ada antara dirinya dan sang abang. Akan ada banyak yang menentang, karena semua tahu antara mereka ada ikatan persaudaraan walaupun bukan sedarah.

"Kevin lagi ke kamar mandi, ada perlu apa?" tanya wanita itu lagi. "Nanti aku sampaikan!"

Suara musik terdengar cukup keras, membuat jawaban di seberang sana kurang jelas. Davina harus mengeluarkan suara cukup tinggi untuk mengimbangi musik. Dia yakin abangnya sedang berada di klub malam.

"Tak ada, aku hanya ingin memastikan kalau Abang Kevin baik-baik saja," jawab Davina dengan sedikit berteriak.

"Oh, begitu. Kevin baik-baik aja. Dia sedang bersenang-senang denganku ...."

"Baiklah, terima kasih," ucap Davina. Dia lalu mematikan sambungan telepon.

Suara dentuman musik dari klub malam “Eclipse” masih menggema bahkan ketika Kevin sudah beranjak dari meja. Lampu-lampu berwarna ungu dan merah muda berputar cepat di langit-langit, membuat bayangan di wajah orang-orang yang menari tampak berganti-ganti. Asap tipis dari rokok bercampur dengan aroma parfum mahal, menciptakan udara yang sesak tapi justru menjadi candu bagi mereka yang datang mencari pelarian.

Kevin berdiri kaku di antara kerumunan itu. Matanya menatap wanita di depannya, Chika, perempuan bergaun hitam ketat yang baru saja menerima teleponnya tanpa izin. Ia masih duduk dengan wajah memelas, seolah belum paham betapa marahnya Kevin.

“Siapa yang mengizinkan kau menyentuh ponselku?” suaranya dingin dan dalam, hampir tak terdengar karena musik begitu keras. Tapi Chika tahu nada itu bukan main-main.

“Aku cuma khawatir, Kev. Ponselmu berdering terus. Aku takut itu urusan penting,” jawab Chika dengan nada manja, mencoba tersenyum.

Kevin mengembuskan napas panjang, menahan diri agar tidak membentak lagi. Namun dadanya terasa sesak. Ia benci ketika orang lain menyentuh barang-barangnya tanpa izin. Apalagi ponselnya, tempat ia menyimpan banyak hal yang tidak semua orang perlu tahu.

"Lain kali jangan pernah menyentuh milikku!" seru Kevin dengan suara datar.

Ia meraih ponselnya dengan cepat. Layar masih menyala, memperlihatkan nama yang membuat langkahnya terhenti.

“Davina.”

Seketika amarahnya luruh. Dada yang tadi panas berubah menjadi dingin.

“Aku … marah pada orang yang salah,” gumamnya lirih, tapi Chika tak mendengar.

Kevin melangkah menjauh, keluar dari kerumunan dan menuju lorong dekat toilet, tempat yang sedikit lebih sepi. Ia menatap layar ponsel itu lama, seolah sedang menimbang apakah harus menelpon balik atau tidak.

Akhirnya, jempolnya bergerak menekan ikon panggilan. Nada sambung terdengar tiga kali sebelum suara lembut dari seberang menjawab.

“Hallo, Bang .…” Suara Davina terdengar pelan, tapi jelas lelah dan khawatir.

Kevin menelan ludah, mencoba terdengar tenang. “Kenapa belum tidur? Ini udah jam dua, Vina.”

“Aku cuma … ingin tahu Abang di mana. Aku khawatir,” jawab Davina jujur. “Tadi yang angkat telepon bukan Abang.”

Kevin menarik napas panjang. Ia bisa merasakan nada kecewa di balik suara adiknya itu. “Abang di luar, Vin. Lagi di klub sama teman-teman. Nggak usah khawatir, abang baik-baik aja.”

“Jam dua pagi masih di klub?”

Nada Davina meninggi sedikit, tapi bukan karena marah, lebih karena cemas. “Abang nggak takut sakit? Udah minum banyak?”

Kevin tersenyum tipis, meski sebenarnya kepalanya mulai terasa berat. “Sedikit aja. Udah biasa, Vin. Abang tau batasnya.”

“Tapi ....”

“Udah ya. Tidur. Besok pagi abang pulang, kita sarapan bareng. Abang janji,” potong Kevin pelan, berusaha menenangkan.

Hening sejenak. Hanya suara napas di antara keduanya.

“Oke, Bang … tapi jangan nyetir kalau Abang nggak kuat,” kata Davina akhirnya. “Aku takut terjadi sesuatu."

Ucapan itu menancap seperti paku di dada Kevin. Suaranya begitu lembut, begitu tulus, sampai membuat dada Kevin sesak. Ia hanya bisa membalas dengan satu kata, pelan sekali, hampir tak terdengar.

“Abang janji.” Sambungan terputus.

Kevin menatap layar ponselnya beberapa detik sebelum akhirnya memasukkannya ke saku. Ia kembali ke meja, tempat teman-temannya masih tertawa dan bersorak. Beberapa gelas kosong berserakan, lampu strobo masih berputar cepat, membuat segalanya tampak seperti mimpi.

“Kev! Ke mana aja lo?” teriak salah satu temannya, Rian, sambil menepuk punggungnya. “Ayo, satu ronde lagi sebelum tutup!”

Kevin hanya tersenyum tipis dan duduk. Ia meneguk minuman di depannya tanpa berpikir panjang. Cairan itu dingin, tapi rasanya aneh malam ini, lebih pahit dari biasanya.

Tak butuh waktu lama sebelum kepalanya terasa berat. Pandangannya berkunang, suara di sekitarnya seperti menjauh. Ia sempat menatap gelas itu lagi, mencoba memastikan apa minuman itu memang hanya minuman biasa.

Chika yang duduk di sampingnya mendekat. “Kamu pucat, Kev. Mau aku temani ke belakang?” tanyanya dengan suara manja.

Kevin menggeleng. “Nggak usah. Aku cuma … pusing sedikit.”

Tapi Chika tak menyerah. Ia mendekat lagi, menyentuh bahu Kevin, bibirnya nyaris menyentuh telinga pria itu. “Atau mau aku bantu biar segar lagi?”

Kevin spontan menepis tangan itu. Gerakannya cepat dan agak kasar. “Jangan sentuh aku,” ucap Kevin dengan tegas.

Chika terdiam, kaget. Tapi Kevin tak peduli. Ia berdiri, kursinya bergeser keras menimbulkan bunyi berdecit. Ia butuh udara.

Langkahnya agak goyah saat meninggalkan meja. Teman-temannya menatap aneh, tapi Kevin tak menoleh. Ia hanya ingin pergi.

Keluar dari ruangan yang penuh cahaya dan suara itu, menuju udara malam yang lembap dan dingin.

Begitu sampai di luar, aroma bensin dan udara kota langsung menyambutnya. Ia menghela napas panjang, mencoba fokus. Kepalanya berat, matanya panas. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Tanpa berpikir panjang, ia menuju parkiran, masuk ke mobil, dan menyalakan mesin.

“Pulang,” gumamnya lirih. “Aku harus pulang.”

Mobil melaju menembus jalanan malam Jakarta yang mulai sepi. Lampu jalan memantul di kaca depan, membuat pandangan Kevin terasa kabur. Tapi entah kenapa, di tengah rasa pusing itu, wajah Davina terus muncul di benaknya.

Matanya, suaranya, cara ia memanggil “Bang” … semua berputar seperti rekaman di kepalanya.

“Davina …,” bisiknya tanpa sadar.

Rumah keluarga mereka tampak sunyi saat Kevin sampai. Jam di dashboard menunjukkan pukul 2.45 dini hari. Ia mematikan mesin dan duduk beberapa detik, menenangkan diri sebelum keluar.

Udara malam begitu dingin. Tapi tubuh Kevin justru terasa panas. Panas yang aneh, seperti berasal dari dalam. Keringat mulai membasahi pelipisnya meski angin cukup kencang.

Ia berjalan pelan ke arah pintu depan, berusaha tidak menimbulkan suara. Rumah itu gelap, hanya diterangi lampu kecil dari ruang tamu.

Tangannya menggenggam gagang pintu dengan hati-hati. Ia tahu semua orang sudah tidur. Tapi langkahnya tak berhenti. Ia bahkan tak tahu apa yang mendorongnya naik ke lantai dua.

Langkah demi langkah, napasnya makin berat. Kepalanya berdenyut. Dalam pikirannya hanya ada satu nama. Davina.

Bayangan wajah adiknya itu seperti memanggil, samar tapi nyata. Ia tak tahu kenapa ia menuju kamar itu. Mungkin karena suara lembut Davina di telepon tadi masih terngiang. Atau mungkin karena rasa bersalah yang tak sempat ia ucapkan.

Koridor lantai dua gelap. Hanya cahaya redup dari jendela di ujung lorong yang memberi sedikit penerangan. Kevin berhenti sejenak, memandang pintu kamar Davina yang tertutup rapat. Tangannya terangkat pelan.

Mengetuk? Tidak. Ia tak ingin membangunkan Davina. Tapi rasa aneh di tubuhnya makin kuat, antara pusing, hangat, dan sesak.

“Davina…” bisiknya lagi. Ia memutar gagang pintu perlahan. Suara engsel berderit kecil.

Udara dari dalam kamar terasa lebih dingin, namun entah kenapa membuat dada Kevin semakin panas. Langkahnya terhenti di ambang pintu.

Cahaya lampu malam kecil di meja samping ranjang memantulkan siluet tubuh Davina yang tengah tidur pulas, selimut menutupi sebagian wajahnya.

Kevin berdiri diam. Cukup lama. Wajahnya menegang, matanya redup, napasnya tak teratur. Dalam benaknya berkecamuk antara akal sehat dan sesuatu yang lain.

Ia ingin berbalik, tapi kakinya seperti tertanam di lantai.

1
Ida Nur Hidayati
tanda tanda kamu hamil Davina...
tega niat ibunya Kevin, Davina suruh nanggung sendiri akibatnya
Sri Gunarti
di gangung 🤦‍♀️
Sri Gunarti: gantung
total 1 replies
Teh Euis Tea
hebat kevin wlupun jauh dia databg untuk tangung jawab, masalah hrs di tanggung ber2, jgn takut kevin davina apapun resikonya kalian jgn menyerah
shenina
pinisirinn... lanjut mam..
Ervina Ardianto
Apa ini novel alurnya mau dipercepat ya?
🌷Vnyjkb🌷
👍👍gitu dong, mslah d hadapi brsma, jgn ada drama davi pergi, atau ortu yg campur tangan berlebihan, malah bikin kusut mslah
semangatttt kev dg penuh tggjawab, abaikan sementara mamamu itu, yg egois🤭 aslinya ibu tiri sdh Nampak
Nar Sih
seperti nya bnr kmu hamil vina,dan mungkin ini awal dri penderitaan mu juga jauh dri kevin ,moga aja dia tau klau kmu hamil dan mau tanggung jwb
Mutia
Davina apa bodoh, gak tau resiko bakal hamil...
anju hernawati
tetaplah tegar davina dengan apa yang sudah terjadi padamu ......
olyv
woww menyalah mama tiri 🔥🫢👊
sunshine wings
Testpack dulu Davina dan kasi tau keputusannya pada bang Kevin kemudian pikirkan solusinya sama² ya sayang.. ❤️❤️❤️❤️❤️
sunshine wings
Pasti bang Kevin akan tanggungjawab..
sunshine wings
Apa Davina hamil ya? ❤️❤️❤️❤️❤️
sunshine wings
jangan sampe menyesal papa..
sunshine wings
Kok gitu sih pa.. Dengan mengorbankan perasaan dan kebahagiaan anak².. Fahamilah biar sedikit daripada papa kehilangan dua²nya sekaligus..
sunshine wings
Nikahkan aja pa..
sunshine wings
bikin iri aja bang 😍😍😍😍😍
sunshine wings
❤️❤️❤️❤️❤️
sunshine wings
Pagi bang.. Melting salting Davinanya.. 🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
Udah tau itu salah Davina ya betulkan jalannya.. Jangan hanya ikutkan hawa nafsu semata.. Sabar ya bang Kevin dan Davina pasti dimudahkan urusannya kalo ikut jalan yg betul.. 💪💪💪💪💪❤️❤️❤️❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!