NovelToon NovelToon
Terjebak dalam Ikatan Cintamu

Terjebak dalam Ikatan Cintamu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / LGBTQ / GXG
Popularitas:43
Nilai: 5
Nama Author: Raylla Mary

"Briana Anderson, seorang miliarder berusia 30 tahun, bagaikan menggenggam dunia di tangannya. Dingin, penuh perhitungan, dan pemilik perusahaan multijutaan dolar, ia dikenal sebagai wanita yang selalu mendapatkan segala yang diinginkannya... hingga ia bertemu Molly Welstton.
Molly, yang baru berusia 18 tahun, adalah kebalikan sempurna dari Briana. Polos, pemalu, dan penuh dengan impian, ia berfokus pada studinya di jurusan manajemen bisnis. Namun, hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat ketika jalan hidupnya bersilangan dengan CEO paling berkuasa dan posesif di New York.
Apa yang awalnya adalah ketertarikan sederhana, berubah menjadi sebuah obsesi yang membara. Briana bertekad untuk memiliki Molly dalam hidupnya dan akan melakukan segalanya untuk melindungi gadis itu dari ancaman apa pun — nyata atau hanya dalam bayangannya.
Akankah cinta Briana yang posesif dan menguasai cukup kuat untuk meluluhkan kepolosan Molly? Atau justru gairah cemburu si miliarder akan membuat Molly terasa terkurung? Sebuah kisah tentang kekuasaan, kontrol, dan cinta yang menantang semua aturan."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raylla Mary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 11

Hati Molly masih berdebar kencang setelah malam itu ketika Briana membuatnya kehilangan kata-kata. Godaan, tatapan penuh hasrat, dan ketegangan yang meningkat di antara mereka berdua menghantuinya bahkan dalam mimpi. Seolah-olah kehadiran Briana telah menjadi bayangan di benaknya, mustahil untuk diabaikan.

Di kampus, Molly mencoba mengalihkan perhatiannya dengan belajar, tetapi setiap pesan yang diterimanya di ponsel, tubuhnya bereaksi seolah-olah akan meledak. Itu bukan hanya kata-kata. Itu adalah godaan terselubung, janji diam-diam, permainan kekuasaan yang Briana sukai.

"Apa kau sedang memikirkanku sekarang, Molly?"

Pesan itu berkedip di layar, dan dia menggigit bibirnya, gugup. Jari-jarinya ragu sebelum menjawab:

"Ya... tapi seharusnya tidak."

Ponsel bergetar lagi, beberapa detik kemudian.

"Tapi kau memikirkannya. Dan aku senang mengetahuinya."

Molly menutup matanya, menempelkan ponsel ke dadanya. Bagaimana seseorang bisa begitu langsung, begitu memikat? Dia merasa terbagi antara ketakutan dan penyerahan.

Malam itu, Briana muncul di depan pintu asrama. Mobil hitamnya yang mewah menarik perhatian, tetapi tidak ada yang mengalahkan wanita yang turun darinya. Dia mengenakan gaun merah, yang menonjolkan setiap lekuk tubuhnya, dan tatapan tegas yang membuat napas Molly tercekat.

"Kau tidak mengangkat teleponku sepanjang sore," kata Briana dengan nada rendah, tetapi penuh tuntutan. "Apa kau mencoba menghindariku?"

"Aku... aku sedang belajar..." jawab Molly, tergagap, wajahnya memerah.

Briana tersenyum sinis, senyum yang mencampurkan bahaya dan keinginan. Dia mendekat, begitu dekat sehingga Molly bisa mencium parfum memabukkan yang dia gunakan, campuran kekuatan dan misteri.

"Kau bisa mencoba bersembunyi dariku, Molly. Tapi kau tidak akan pernah bisa lari dari kita."

Molly merasa kakinya lemas. Dia ingin berdebat, mengatakan bahwa tidak ada "kita", bahwa semua ini gila. Tetapi, ketika dia mengangkat matanya dan bertemu dengan intensitas tatapan Briana, pertahanan apa pun runtuh.

"Briana..." bisiknya, seperti permintaan dan penyerahan pada saat yang sama.

Saat itulah Briana dengan lembut memegang dagunya, memaksanya untuk menatap matanya. Dunia seolah menghilang pada saat itu. Kebisingan jalanan, mobil yang lewat, orang-orang di sekitar... tidak ada yang penting. Hanya ada mereka berdua.

"Aku tidak biasanya meminta," kata Briana, suaranya tegas, tetapi dengan kelembutan yang langka. "Tapi denganmu, semuanya berbeda."

Dan, sebelum Molly bisa menjawab, bibir Briana menyentuh bibirnya.

Ciuman itu lambat pada awalnya, seolah-olah Briana sedang menikmati setiap detik, menjelajahi rasa manis dan keraguan gadis muda itu. Molly membeku sesaat, tetapi segera membiarkan dirinya terbawa. Matanya terpejam, dan gelombang panas mengalir ke seluruh tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, napasnya tersengal, dan yang tersisa hanyalah rasa Briana, intens dan membuat ketagihan.

Ketika ciuman itu berakhir, Molly membuka matanya perlahan, masih gemetar. Briana menjaga wajahnya tetap dekat, bibirnya hampir bersentuhan lagi.

"Sudah kubilang..." bisiknya, dengan senyum penuh kemenangan dan keinginan. "Sekali aku menyentuhmu, tidak ada jalan untuk kembali."

Molly tidak menjawab. Dia tahu dia tersesat, dia tahu bahwa garis tipis antara kepolosan dan penyerahan telah dilanggar. Dan, jauh di lubuk hatinya, sebagian dari dirinya tidak ingin kembali.

Molly berjalan di samping Briana di sepanjang koridor marmer panjang di mansion. Lampu-lampu hangat terpantul di dinding yang terang, memberikan suasana yang hampir mengintimidasi. Jantung gadis muda itu berdetak tidak teratur — bukan hanya kemegahan tempat itu, tetapi kehadiran wanita itulah yang membuatnya merasa tersesat dan diinginkan pada saat yang sama.

Briana, dengan langkah tegas dan postur tubuh yang sempurna, tampak membawa aura magnetis. Mata birunya berbinar setiap kali mendarat pada Molly, dan pengusaha itu senang mengamati cara pemalu gadis itu, seolah-olah setiap tatapan mampu menelanjanginya dari dalam.

"Kau tampak gugup," komentar Briana, dengan setengah tersenyum, berhenti di depan pintu kantor.

Molly menelan ludah, jari-jarinya terjalin di ujung blusnya. "Sedikit... semuanya sangat baru bagiku."

Briana mendekat, napasnya menyentuh kulit sensitif di leher Molly. "Aku suka melihatmu seperti ini... gugup. Itu berarti kau merasakan."

Gadis muda itu mengalihkan pandangannya, tetapi tidak bisa menyembunyikan rona merah yang naik di pipinya. Ada intensitas dalam gerak tubuh Briana yang membuatnya bingung: sebagian dari dirinya ingin melarikan diri, tetapi sebagian lain merindukan untuk menyerah.

"Ikut denganku," kata Briana, membuka pintu kantor.

Suasananya mewah, dengan rak-rak yang penuh dengan buku, perapian yang menyala, dan kursi kulit. Di atas meja kayu ek, beberapa kertas dan segelas anggur tergeletak. Briana duduk di kursi dan memberi isyarat agar Molly mendekat.

"Duduk di sini," perintahnya, mengetuk ringan tepi meja, tepat di depannya.

Molly ragu-ragu, tetapi menurut. Dia duduk dengan malu-malu, menjaga matanya tetap tertuju pada lantai. Briana mencondongkan tubuh ke depan, meletakkan sikunya di lututnya, tatapannya terpaku pada gadis muda itu.

"Kau tahu kau milikku, bukan?" suaranya rendah, dalam, sarat dengan otoritas yang membuat tubuh Molly merinding.

"M... milik?" ulangnya, tidak tahu apakah dia siap untuk mendengar itu.

"Ya." Briana mengangkat tangannya dan memegang dagu Molly, memaksanya untuk menatapnya. "Sejak saat kau melintasi jalanku, aku tahu. Kau milikku, Molly. Dan aku tidak berbagi apa yang menjadi milikku."

Kata-kata itu bergema di benak gadis itu seperti janji dan ancaman pada saat yang sama. Kecemburuan Briana meluap, tetapi ada juga hasrat yang begitu kuat sehingga Molly tidak bisa menolak.

"Aku... aku tidak tahu harus berkata apa," akunya, menggigit bibir bawahnya.

Briana tersenyum sinis. "Kau tidak perlu mengatakan apa-apa. Rasakan saja."

Dia berdiri perlahan, seperti predator, mengitari meja hingga berada di belakang Molly. Jari-jarinya meluncur di bahu gadis muda itu, perlahan turun ke lengan, dengan sentuhan yang lembut sekaligus mendominasi.

Molly memejamkan mata sejenak, merasakan kehangatan tubuh Briana begitu dekat. Napasnya semakin cepat, dan jantungnya berdetak seolah-olah akan keluar dari dadanya.

"Apa kau takut padaku?" tanya Briana, suaranya dekat dengan telinganya.

"Sedikit..." akunya, hampir berbisik.

"Bagus." Briana tersenyum, menekan bibirnya ke kulit halus di leher Molly. "Ketakutan bisa jadi mengasyikkan, tahu?"

Gadis itu merasakan getaran merambat di tulang punggungnya. Ada sesuatu yang berbahaya dalam cara Briana melingkupinya, tetapi, pada saat yang sama, mustahil untuk menyangkal ketertarikan yang tumbuh setiap detik.

Briana dengan lembut memutar pinggangnya, membuatnya menghadapnya. Mata mereka bertemu lagi, dan Molly membeku. Intensitas tatapan itu tampak menelanjangi setiap lapisan kepolosannya.

"Aku akan menguji batasanmu, Molly." Pengusaha itu dengan ringan membelai rambutnya, berbeda dengan nada posesif suaranya. "Tapi aku tidak akan pernah membiarkan orang lain menyentuhmu. Mengerti?"

Molly hanya mengangguk, merasa tersesat antara kerentanan dan keinginan.

Briana mencondongkan tubuh, mengusap bibirnya dekat dengan bibirnya, tanpa menciumnya segera. Permainan rayuan menjadi hampir tak tertahankan.

"Katakan bahwa kau milikku..." bisik Briana. "Aku perlu mendengarnya darimu."

Molly menarik napas dalam-dalam, bibirnya yang gemetar bergumam:

"Aku... milikmu."

Senyum kemenangan muncul di wajah Briana sebelum dia akhirnya mengambil bibir Molly dalam ciuman yang membara, dalam, sarat dengan semua yang telah ditahan begitu lama.

Setiap detik, ketegangan di antara mereka tumbuh seperti api yang mustahil dipadamkan.

Dan, jauh di lubuk hatinya, Molly tahu: tidak ada jalan untuk kembali.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!