Dominic, sang maestro kejahatan, telah menawarinya surga dunia untuk menutup mata atas bukti-bukti yang akan menghancurkan kerajaannya.
Yumi, jaksa muda bercadar itu, telah menolak. Keputusan yang kini berbuah petaka. Rumahnya, hancur lebur. Keluarga kecilnya—ibu, Kenzi, dan Kenzo, anak kembarnya—telah menjadi korban dalam kebakaran yang disengaja, sebuah rencana jahat Dominic.
Yumi menatap foto keluarga kecilnya yang hangus terbakar, air mata membasahi cadarnya. Keadilan? Apakah keadilan masih ada artinya ketika nyawa ibu dan anak-anaknya telah direnggut paksa? Dominic telah meremehkan Yumi. Dia mengira uang dapat membeli segalanya. Dia salah.
Yumi bukan sekadar jaksa; dia seorang ibu, seorang putri, seorang pejuang keadilan yang tak kenal takut, yang kini didorong oleh api dendam yang membara.
Apakah Yumi akan memenjarakan Dominic hingga membusuk di penjara? Atau, nyawa dibayar nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kehilangan
Benar saja, beberapa hari telah berlalu setelah Pak Yoga memutuskan untuk menghentikan penyelidikan kasus Dominic. Namun, Yumi—dengan tekad yang kuat—tidak mengindahkan perintah atasannya. Ia tetap menyelidiki kasus Dominic, meskipun belum ada perkembangan berarti. Kegigihannya patut diacungi jempol.
Yumi memutuskan untuk mendatangi rumah Miranda, sahabat baiknya, untuk mengambil bukti-bukti yang telah dikumpulkan dan sengaja disimpan di sana, sebelum akhirnya ingin membawa kasus Dominic ke pengadilan. Namun semuanya berubah saat sehari sebelum Dominic tertangkap, musibah mengerikan menimpa rumahnya yang melenyapkan nyawa-nyawa tersayang.
"Dari beberapa hari yang lalu, katanya mau datang kemari, ambil yang kamu mau. Kok sekarang baru nongol?" Miranda menyambut Yumi dengan canda, menunjukkan kedekatan dan kehangatan persahabatan mereka.
"Soalnya aku sibuk banget akhir-akhir ini," jawab Yumi, suaranya sedikit lelah. "Kamu tahu sendiri, kan, kalau saat ini aku sedang sibuk menyelidiki kasus..." Ia seperti tak sanggup melanjutkan ucapannya. Karena setiap kali membahas tentang kejadian mengerikan itu, tanpa disadari, air mata Yumi kembali menetes, menunjukkan kesedihan yang mendalam dan beban yang ia pikul. Kegigihan Yumi dalam mencari keadilan terhadap kejadian yang menimpa keluarganya tampak jelas dari perkataan dan perbuatannya.
"Ssttt... udah, ayo masuk. Jangan terlalu dipikirkan, nanti kamu bisa sakit. Kalau kamu sakit, bagaimana mau bekerja untuk mencari keadilan?" Miranda, yang sangat pengertian, mengelus pundak Yumi dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sentuhan lembut Miranda memberikan kekuatan dan penghiburan bagi Yumi yang sedang merasa terbebani.
"Bentar ya, aku masuk ke kamar dulu untuk mengambil yang kamu mau," kata Miranda, lalu masuk ke kamar untuk mengambil bukti-bukti tentang Dominic.
Namun, tiba-tiba terdengar suara pendek, terkejut dari Miranda dari dalam kamar. Yumi segera menyusul masuk ke dalam untuk memastikan apa yang telah terjadi.
"Ada apa, Miranda?" Yumi panik melihat wajah Miranda yang pucat pasi, mata Miranda melihat ke sekeliling kamar seperti sedang mencari sesuatu.
"Yumi... aku... aku nggak tahu di mana semua bukti-buktinya!" Suara Miranda bergetar, hampir tak terdengar. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin membasahi dahinya. Ia menatap Yumi dengan mata yang berkaca-kaca, dipenuhi penyesalan dan kepanikan yang amat sangat. "Aku menyimpannya di bawah kasur, di dalam kotak kayu kecil yang sudah kukunci rapat. Beberapa hari lalu, saat kau menghubungiku, aku masih mengeceknya. Semuanya masih ada di sana!"
Miranda mengusap wajahnya dengan telapak tangan yang gemetar. Ia berjalan mondar-mandir di depan Yumi, seperti singa yang terkurung dalam sangkar. "Aku sudah mencari ke mana-mana, Yumi! Di bawah kasur, di dalam lemari, bahkan di balik tumpukan buku-buku lama. Tapi... semuanya sudah hilang! Hilang tanpa jejak!"
Napas Miranda tersengal-sengal. Ia mencengkeram lengan Yumi, memegangnya dengan erat seolah-olah takut kehilangannya. "Aku... aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, Yumi. Aku sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjaga amanahmu. Aku... aku sangat menyesal. Aku telah mengecewakanmu." Tangis Miranda pecah, air matanya mengalir deras membasahi pipinya. Kecemasan dan penyesalannya begitu nyata, menunjukkan betapa besar beban yang ia tanggung atas hilangnya bukti-bukti penting tersebut. Kegagalannya menjaga amanah sahabatnya telah membuatnya merasa bersalah dan putus asa.
Yumi terdiam. Bukan karena menyalahkan Miranda, melainkan karena rasa kehilangan dan keputusasaan yang mendalam. Ia tak mampu berkata-kata, hanya mampu menatap sahabatnya dengan tatapan kosong, mencoba mencerna kenyataan pahit yang baru saja ia terima. Keheningan di antara mereka dipenuhi oleh beban berat yang sama-sama mereka rasakan.
Ia terdiam, berpikir keras bagaimana caranya untuk menegakkan keadilan jika semua bukti telah hilang. Sebelumnya, ia bersyukur karena menyimpan bukti-bukti itu di rumah Miranda, sehingga terhindar dari kebakaran yang melanda rumahnya. Namun, ironisnya, semua bukti itu justru hilang di tempat yang dianggap paling aman.
Artinya, ia harus memulai semuanya dari awal lagi, sebuah perjuangan yang berat dan melelahkan. Kehilangan bukti-bukti tersebut merupakan pukulan telak bagi Yumi.
Dan salam kenal para reader ☺️☺️😘😘