NovelToon NovelToon
Gadis Jalanan Pewaris Mahkota

Gadis Jalanan Pewaris Mahkota

Status: sedang berlangsung
Genre:Aliansi Pernikahan / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Kim Yuna

Setelah terusir dari rumah dan nyaris menjadi korban kebejatan ayah tirinya, Lisa terpaksa hidup di jalanan, berjuang mati-matian demi bertahan.

Ketika kehormatannya terancam, takdir mempertemukannya dengan Javier Maxim, CEO muda nan arogan, yang muncul sebagai penyelamat tak terduga.

Namun, kebaikan Javier tak datang cuma-cuma. "Tuan bisa menjadikan saya pelayan Anda," tawar Lisa putus asa.

Javier hanya menyeringai, "Pelayanku sudah banyak. Aku hanya memerlukan istri, tapi jangan berharap cinta dariku."

Dan begitulah, sebuah pernikahan kontrak pun dimulai. Sebuah ikatan tanpa cinta, yang hanya berfungsi sebagai kunci bagi Javier untuk mengklaim warisannya. Namun, seiring waktu, pesona dan kecantikan Lisa perlahan menyentuh hati sang CEO.

Seiring kebersamaan mereka, sebuah rahasia besar terkuak: Lisa bukanlah wanita sembarangan, melainkan pewaris tersembunyi dari keluarga yang tak kalah terpandang.

Mampukah cinta sejati bersemi di tengah perjanjian tanpa hati ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terjebak Jerat Javier Maxim

Javier merebahkan dirinya di ranjang, lelah tapi dengan senyum tipis di bibirnya. Aroma maskulin bercampur wangi parfum mahal masih melekat di kemejanya, sisa seharian penuh berhadapan dengan tumpukan dokumen dan, yang paling penting, tatapan terkejut ibu tirinya.

Sejak awal, Javier sudah menduga reaksi wanita itu. Wanita yang selama ini begitu yakin bahwa seluruh warisan ayahnya akan jatuh ke tangannya, kini harus menelan pil pahit.

"Jadi, kau sudah menikah?" Suara melengking itu masih terngiang di telinga Javier, penuh kejutan dan kemarahan yang tak tertahan.

Javier hanya membalasnya dengan senyum tipis, menikmati setiap detik ekspresi kekalahan di wajah wanita itu.

Akta pernikahan yang sah dan terdaftar menjadi bukti tak terbantahkan, memupus semua rencana licik ibu tirinya untuk menguasai harta peninggalan ayahnya.

"Javier, jawab! Kenapa kau menikah tapi Mama tidak diundang?" Suara Angelina melengking, berusaha terdengar lembut, tapi getaran amarah tak bisa disembunyikan. Matanya berkaca-kaca, seolah teraniaya. Drama Queen, batin Javier.

"Kenapa tidak bilang? Mama kan ingin sekali melihat momen bahagia putra Mama," lanjut Angelina, suaranya sedikit bergetar, seolah tersakiti.

Javier berbalik, tatapan matanya tajam. "Bahagia? Yakin ingin melihatku bahagia?" Ia melangkah mendekat, sedikit mengancam. "Lagian, pernikahan itu urusan pribadi, dan rasanya Mama tidak perlu tahu."

Ekspresi Angelina mengeras, topeng kesedihan runtuh.

"Apa maksudmu, Javier?"

Javier tersenyum sinis, senyum yang tak sampai ke matanya. "Sudahlah." Ia menghela napas, gestur tubuhnya menyiratkan lelah dan muak. "Yang jelas, warisan itu sudah jatuh ke tanganku, dan putra Anda sama sekali tidak berhak untuk ini."

Kalimat terakhir itu seperti palu godam. Angelina terdiam, tubuhnya kaku, rahangnya mengeras. Warna kulitnya memucat, sementara matanya membelalak tak percaya. Ia membuka mulutnya, mencoba berkata-kata, namun tak ada suara yang keluar.

Seluruh rencana yang telah ia susun rapi, impian menguasai seluruh harta mendiang suaminya, hancur berkeping-keping di hadapan matanya.

Javier tak menunggu reaksi lebih lanjut. Ia berbalik, melangkah keluar dari ruangan itu, meninggalkan Angelina sendirian dalam keheningan yang menyesakkan, ditemani oleh puing-puing keserakahannya.

.

Lisa melangkah ringan menuju dapur, teko kosong di tangannya siap diisi. Pikirannya sudah melayang kembali ke kamarnya, membayangkan teh hangat yang menenangkan. Namun, baru saja ia memutar tumit, sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Nona, boleh saya minta tolong?" Bastian, dengan senyum ramah, berdiri di ambang pintu dapur.

Lisa membalas senyum itu. "Oh, iya, Pak Bastian, tentu saja."

Bastian mengulurkan sebuah nampan kecil berisi secangkir teh dan sepiring biskuit. "Tolong antarkan ini pada Tuan Javier di kamarnya yang paling pojok, ya."

Lisa menelan ludah. Kamar Tuan Javier? Itu berarti melewati deretan kamar tamu yang sepi, dan entah mengapa, suasana di sekitar kamar Tuan Javier selalu terasa sedikit... kaku. Ia ingin menolak, sungguh, tapi rasa tidak enak hati lebih mendominasi.

"Hhmm, apa Bapak tidak bisa mengantarkan ini sendiri?" tanyanya, mencoba mencari alasan yang paling halus.

"Saya harus keluar, Nona. Ada yang harus saya kerjakan secepatnya," jawab Bastian, raut wajahnya menunjukkan kesibukan.

Lisa mengangguk paham. Ia mengambil nampan, lalu Bastian menyerahkan sebuah ponsel. "Oh, ini juga, Nona. Ponsel Tuan Javier tertinggal di mobil."

Sebelum menuju kamar Javier, Lisa mampir ke kamarnya sebentar, meletakkan air minum yang tadi ia ambil dari dapur.

Setelah itu, dengan langkah pelan dan perasaan tidak karuan, ia menyusuri koridor menuju kamar paling pojok.

Setiap langkah terasa berat, jantungnya berdebar entah mengapa.

Lisa menarik napasnya dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya mengetuk pintu itu.

Tok, tok, tok.

Lisa menunggu sejenak, namun tak ada sahutan dari dalam. Ia mengangkat tangannya, siap mengetuk pintu sekali lagi, ketika tiba-tiba, pintu itu bergerak terbuka perlahan.

Di ambang pintu, berdiri Javier. Telanjang dada, hanya mengenakan boxer hitam, rambutnya sedikit acak-acakan seolah baru bangun tidur, dan uap tipis mengepul dari kulitnya yang bersih, menunjukkan ia baru saja mandi.

Lisa reflek memalingkan wajahnya, bukan karena risih, melainkan karena terkejut. Pemandangan itu begitu mendadak, membuat jantungnya berdesir aneh. Ia berusaha keras menjaga ekspresinya tetap datar, fokus pada nampan di tangannya dan ponsel yang ia genggam.

"Maaf, Tuan," ucapnya pelan, suaranya sedikit tercekat.

"Pak Bastian meminta saya mengantarkan ini." Ia mengulurkan nampan dengan sedikit canggung, menghindari tatapan Javier.

Lisa mengangkat pandangan sekilas, melihat jemari Javier yang menunjuk laci di sisi ranjang.

"Taruh di situ!" perintah Javier, suaranya dingin, tanpa intonasi. Tidak ada sedikit pun kehangatan atau senyum di wajahnya.

Lisa ragu sejenak. Suasana di kamar itu tiba-tiba terasa berat, diiringi keheningan yang menyesakkan. Namun, tak ada pilihan lain.

Dengan langkah pelan, ia memasuki kamar, mendekati laci yang ditunjuk Javier. Setiap langkahnya terasa panjang, jantungnya berdebar kencang tanpa alasan jelas.

Tepat saat ia hendak meletakkan nampan dan ponsel di atas laci, terdengar suara "klik" yang memekakkan telinga. Pintu kamar tertutup rapat. Terkunci.

Lisa terlonjak kaget, tubuhnya berbalik secepat kilat. Hanya beberapa langkah di belakangnya, Javier sudah berdiri, begitu dekat hingga Lisa bisa merasakan hawa dingin dari kulitnya. Mata mereka bertemu.

Sepasang mata tajam Javier menatap lekat, sementara Lisa menatapnya dengan raut panik.

"Ke-kenapa di kunci, Tuan?" tanya Lisa, suaranya sedikit bergetar, mencerminkan kegelisahan yang tiba-tiba melandanya.

Lisa ketakutan dan berjalan mundur menjauh dari Javier, melewati laci ke arah sisi. Namun Javier terus mendekat.

Lisa melangkah mundur, kengerian merayapi setiap inci tubuhnya seiring dengan langkah Javier yang semakin mendekat.

Matanya liar mencari celah, jalan keluar dari situasi yang tiba-tiba mencekik ini. Jantungnya berpacu, memukul-mukul rusuknya seolah ingin melarikan diri.

"Jangan mendekat!" seru Lisa, suaranya kini lebih dari sekadar peringatan, lebih menyerupai jeritan ketakutan yang tertahan.

Namun, peringatan itu seolah tak berarti bagi Javier. Langkah kakinya justru semakin lebar, memangkas jarak di antara mereka dengan cepat.

Lisa terus mundur, hingga punggungnya menabrak dinding dingin. Tak ada lagi ruang untuk menghindar. Ia terperangkap.

Panik merayap naik, mencengkeramnya. Ia menatap Javier, matanya memancarkan ketakutan yang nyata, memohon penjelasan, memohon penghentian. Namun, tatapan tajam Javier tak menunjukkan sedikit pun belas kasihan.

Sebaliknya, ada sesuatu yang tak terbaca, gelap, dan mengancam di sorot matanya. Ia hanya terus mendekat, bayangan tubuh atletisnya menjulang, mengungkung Lisa dalam ketakutan yang tak terhingga.

Javier mendekatkan wajahnya ke arah Lisa dengan cepat Lisa menutup mata sambil menggigit bibirnya.

Javier tertawa terbahak-bahak saat melihat reaksi ketakutan Lisa.

"Hei apa yang kau pikirkan?" tanya Javier sambil melipat kedua tangannya di dada.

Lisa membuka matanya, kini ia melihat Javier sudah berdiri lumayan jauh darinya.

"Seperti yang aku katakan kemarin malam. Pernikahan kita hanya pernikahan pura-pura, jadi jangan pernah berpikir kalau aku menyukaimu. Jadi kau tidak perlu mengharapkan ku." Javier berbalik dan mengambil kaos nya yang di letakkan di atas tempat tidur.

"Dan satu hal lagi, pernikahan kita tidak boleh tersebar keluar. Kau paham!"

"Iyah aku sangat paham." Lisa ingin keluar dari kamar Javier namun lagi-lagi Javier menarik tangannya.

"Ada apa lagi?" tanya Lisa dengan sedikit emosi.

"Jangan membentakku! ingat kau hanya gadis jalanan yang terlantar dan aku pungut. Jadi jangan coba-coba membentakku." tatapan Javier sungguh mengerikan.

"Aku bisa saja melemparmu ke jalanan dan membiarkanmu di ganggu pemabuk di sana kalau kau tidak sopan."

Lisa bergidik ngeri.

Lisa menunduk, gemetar, mencerna setiap kata yang Javier lontarkan dengan brutal. Harga dirinya hancur berkeping-keping diinjak-injak, namun ia tahu tak ada yang bisa ia lakukan. Ia memang tak punya apa-apa, sebatang kara, dan Javier... Javier adalah satu-satunya "penyelamat" yang kini justru menjelma menjadi mimpi buruknya.

"Aku... aku minta maaf," bisik Lisa, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menarik tangannya dari genggaman Javier, kali ini tanpa perlawanan. Matanya berkaca-kaca, namun ia berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh. Ia tak ingin Javier melihatnya lemah, tak ingin memberinya kepuasan.

Javier hanya mendengus, tatapannya masih dingin dan menghakimi. "Bagus. Ingat posisimu, Lisa. Dan jangan pernah melupakannya."

Lisa mengangguk dan berjalan keluar kamar kembali ke kamarnya dengan perasaan gusar. Bisa-bisanya ia menikah dengan laki-laki tidak berperasaan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
Reaz
/CoolGuy//CoolGuy//CoolGuy/
yuniati sri
saya sangat mengapresiasi tulisan anda sangat berkesan
yuniati sri: lanjut thor, semangat 45
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!