NovelToon NovelToon
DENDAM KESUMAT

DENDAM KESUMAT

Status: tamat
Genre:Horor / Misteri / Balas Dendam / Iblis / Identitas Tersembunyi / Dendam Kesumat / Tamat
Popularitas:565.4k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

“Aku mohon! Tolong lepaskan!”
Seorang wanita muda tengah berbadan dua, memohon kepada para preman yang sedang menyiksa serta melecehkannya.

Dia begitu menyesal melewati jalanan sepi demi mengabari kehamilannya kepada sang suami.

Setelah puas menikmati hingga korban pingsan dengan kondisi mengenaskan, para pria biadab itu pergi meninggalkannya.

Beberapa jam kemudian, betapa terkejutnya mereka ketika kembali ke lokasi dan ingin melanjutkan lagi menikmati tubuh si korban, wanita itu hilang bak ditelan bumi.

Kemana perginya dia?
Benarkah ada yang menolong, lalu siapa sosoknya?
Sebenarnya siapa dan apa motif para preman tersebut...?

***

Instagram Author: Li_Cublik

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dendam : 26

Bak bola api di kegelapan malam, sorot mata ketiga balita terlihat membara mengawasi Farida yang tengah terlelap.

Salah satu dari mereka melompat turun, dua lainnya masih berguling-guling di kelambu tempat tidur.

Baru saja balita berjenis kelamin laki-laki itu mau mencakar lengan sang ibu, tubuhnya terpental hingga terjatuh dari ranjang. "Hiks hiks hiks ... Ibu jahat, tak mau dekat-dekat!"

Kunti, sedari tadi diam mengawasi, duduk di tiang melintang penyangga kayu atap, berseru memberikan solusi. "Ambil tombak untuk menangkap ikan di dapur. Tombak saja perutnya sampai ususnya terburai!”

“Tak mau, nanti ibu mati,” jawab balita yang wajahnya terdapat garis halilintar berwarna hitam.

Perkataannya tak selaras dengan tindakan, dia melompat turun, kuku pendeknya mulai memanjang dan runcing. Menyibak baju kaos Farida, sampai dimana terlihat benang tujuh warna yang dijalin menjadi satu dan mengikat sesuatu, jimat buatan ki Jaya.

Balita itu menggeram, gigi bagian atas menembus rahang bawah, darah hitam bercucuran. Mata semerah darah dan menyala itu menatap sekeliling, dengan sekali kedipan, gunting diatas meja rias berpindah ke tangannya.

Dia memotong benang, sosoknya kebal dari jimat ki Jaya, dikarenakan hari kematiannya pada malam Jumat Kliwon, bertepatan dengan malam ini.

“Hore ….” Kedua saudaranya bertepuk tangan, ikut bergabung dengan si sakti.

Kunti melompat turun, jari telunjuknya menunjuk jendela, masuklah ratusan Kunang-kunang mengelilingi Farida.

Wanita itu terduduk dengan mata tertutup, lalu bangkit, berjalan keluar kamar.

Ketiga balita tadi tertawa menggetarkan bulu kuduk, berjalan paling depan memimpin jalan, satu diantara mereka membuka pintu, dua lainnya menembus dinding.

Farida melangkah dengan mata tertutup, kedua tangan berada di sisi tubuh, dia tidak mengenakan alas kaki. Rasa nyeri dikarenakan menginjak batu kerikil kecil, tak terasa sama sekali.

Bu Mina dan Lastri, membuka sedikit jendela samping rumah, tersenyum puas melihat orang tidur berjalan.

Bagi mata orang awam, Farida mengalami tidur berjalan, tetapi Lastri melihat dengan jelas, kedua tangan tetangganya itu dituntun oleh dua sosok bayi Bajang, satunya lagi bergelantungan di paha ibunya.

“Aku pergi dulu, Mak.” Ia menutup lagi daun jendela, berpamitan kepada sang ibu. Dikarenakan dirinya pun ingin membalas seseorang yang sudah menyiksanya seharian.

Bu Mina mengangguk, mengikuti sang putri yang membuka pintu dapur.

Tanpa membawa obor, senter, ataupun lampu teplok, Lastri menembus kegelapan, bermodalkan cahaya bulan purnama, dan jutaan bintang, wilayah transmigrasi terlihat terang dimalam hari.

Sosoknya tidak kesulitan melewati jalan sempit berliku diapit pepohonan. Sangat hati-hati kala melintas di belakang rumah warga, sebisa mungkin tak menimbulkan suara.

Sawitri yang sekarang telah berganti nama menjadi Lastri, adalah sosok yang tak mengenal rasa takut, trauma. Dia telah mati rasa, hidup hanya untuk menuntaskan dendam kesumat nya.

Kala telah mendekati kandang ternak milik juragan Bahri, Lastri mengambil buntalan yang diikat pada kain jarik tersampir di pundaknya. Ia meremas tanah kuburan, yang sudah dibacakan mantra oleh Ni Dasah, berguna untuk membuat orang tertidur (Sirep).

Tak perlu melemparkan ke atap rumah, cukup taburkan di tanah seraya menyebut nama yang mendiami hunian.

“Tidurlah pulas Bahri, Samini, Hardi, dan seluruh penghuni rumah. Jangan hiraukan suara apapun!” Tanah dalam genggamannya berjatuhan.

“Mengapa aku mengantuk sekali, ya? Padahal tadi sudah minum dua gelas kopi pahit.” salah satu penjaga rumah Bahri, menguap, mengusap mata agar tetap terjaga, tetapi gagal. Akhirnya jatuh tertidur dengan kepala terkulai di bahu, posisinya duduk di atas tanah, bersandar pada dinding tembok.

Ketiga rekannya pun sama, seketika jatuh bergelimpangan, tertidur pulas.

Lastri tak perlu khawatir soal Iblis bertanduk Kerbau, sosoknya terus tertidur sampai meminum darah perawan baru terbangun, ataupun mencium darah manis tulang wangi. Selama Lastri tidak terluka, dia akan aman dari kejaran si Iblis.

“Keluarlah! Pergi sejauh mungkin!” Lastri menarik bambu palang yang melintang di setiap pintu kandang.

Satu persatu, Lembu, dan Kambing keluar dari kandang. Berjalan berbaris, sama sekali tidak bersuara.

Udara sejuk berubah pengap, burung hantu terbang dan hinggap di atas kandang, kawanan Gagak berkowak, Gareng berbunyi melengking, ternyata mereka menyambut kedatangan Kunti.

Hantu berambut panjang sampai ujungnya menyapu tanah itu, mendongak menatap bangunan bercat merah darah. “Tinggal lima puluh hari lagi, kau harus bergerak cepat, Lastri! Habisi para antek-anteknya Bahri, sebelum malam satu suro itu tiba.”

Lastri mengangguk paham, kurang dari dua bulan, sudah memasuki bulan suro. Yang dipercaya sebagai waktu ‘wingit’ atau keramat, di mana batas antara dunia manusia dan dunia gaib terasa lebih tipis.

Para dukun sakti yang memiliki benda keramat, akan memandikan pusaka mereka dengan melakukan ritual tertentu.

Setelah memastikan tidak ada satupun hewan peliharaan Bahri yang tersisa, Lastri kembali berjalan menuju suatu tempat.

.

.

Sementara itu di tempat lain.

Ketiga balita anaknya Farida, berhenti melangkah, melepaskan genggaman mereka dari tangan sang ibu.

“Ibu … Ibu … bukalah matamu, lihat ke sini. Ke rumah kami yang kau buatkan!”

Seperti tersadar dari hipnotis, Farida membuka matanya. Pertama yang ia lihat langit berbintang dan bulan purnama, lalu menunduk, matanya menyipit, pikirannya masih belum fokus, ia sangka sedang bermimpi.

“Di mana ini?!” Farida mulai histeris, mata dan kepalanya bergerak liar memindai sekitar. “Ini_ini, kan ku_buran!”

Rasa takut menyergap, ritme jantungnya menyerupai orang dikejar setan. Farida bersiap berlari, tetapi kakinya terasa berat sekali. Dia menunduk ….

“Ibu ….” Kedua balita yang diaborsi oleh Mak Indun, menyeringai. Rahang menganga, mata memerah.

Akh!

Kali ini Farida dalam keadaan sepenuhnya sadar, dia menjerit sekuat-kuatnya. Sayang, tak ada yang mendengar, selain batu nisan dan jangkrik mengerik.

Argghh!

Layaknya orang kesurupan, Farida berteriak, mengibaskan tangan, mencoba menggerakkan kaki yang dipeluk kuat.

“Ibu … ayo masuk kesini! Tidur dengan kami!”

“Tidak! Jangan!” Kakinya bergerak sendiri mendekati lubang galian. Tangan Farida berhasil menggapai pohon Kamboja yang dilewatinya.

“Ibu, kami anakmu. Jangan takut, di dalam sini banyak makanannya, ada Cacing, Ulat, Lipan, cuma sedikit gelap. Ini cobain Bu, rasanya lezat!” Balita berwajah garis hitam retak, melayang ke arah ibunya, ada seekor cacing dalam jepitan jari.

“Aku tak punya anak Setan seperti kalian! Pergi!” Farida tetap memeluk pohon, mulutnya terkatup rapat, menggelengkan kepala ke kanan-kiri.

“Kaulah yang menjadikan kami Setan. Wanita Sundal sepertimu juga harus merasakan hukum sebab dan akibat atas perbuatan tak bermoral!” Desisan itu bukan lagi suara anak kecil melainkan orang dewasa.

Kedua balita yang tadi bergelayut dikaki Farida, merangkak naik. Membuka mulut ibu mereka, langsung saja Cacing hidup dijejalkan ke mulut wanita yang wajahnya sepucat kapas, keringat dingin memenuhi pelipisnya.

Hi hi hi

“Dasar pembunuh! Kau layak mati!”

Bugh!

Badan Farida terpental, dia tersungkur. Melepeh Cacing tanah.

Hueg

Farida mengesot menjauhi ketiga sosok balita berwajah retak, robek. Matanya terbelalak nyaris keluar dari rongga nya kala satu persatu dari wujud mengerikan itu menarik lepas tangan, kepala.

“Huwwa … Akh! Tolong!” Ia berusaha bangkit, berlari sempoyongan, lalu menabrak sesuatu keras, tubuhnya terpental.

“Hai … Farida, apa kabar? Terima kasih atas informasimu kala itu yang membuat diri ini bertemu dengan Gandi, Herman, dan Pendi.”

Tubuh gemetaran, air mata bercucuran, keringat membasahi sekujur badan, suara bergetar itu mencoba mendongak, matanya melotot melihat penampilan wanita mengenaskan, tapi dia masih dapat mengenali.

“Sa_witri ….”

.

.

Bersambung.

1
Nisa Nisa
sama aja, demi apapun kalau yg dipuja iblis ya sesat jg namanya.
Begitulah manusia ada yg diuji dgn harta atau penderitaan semua berpulang bgm manusia menjalani ujian itu, bersyukur atau takabur bersabar atau mengikuti nafsu
Nisa Nisa
sdh deh bakal diantar ke hutan larangan 🤣🤣
Nisa Nisa
ini perang sesama pemuja iblis. dan iblis pun tertawa krn makin banyak teman ke neraka 🤣🤣
Nisa Nisa
utk memotong motong manusia 🤬
Nisa Nisa
setan mana mau rugi, manusia aja gk ada yg gratis sekarang ini pertolongannya apalagi kunti. semua tumbal itu gk akan dimakan hanya jalan agar manusia makin jahat pada sesama manusia dan menumpuk dosa utk memastikan menemani mereka ke kerak neraka
Emi Widyawati
bagus sekali
Nisa Nisa
logika alur cerita ini bgm?
kejadian 15 th yg lalu.. td aku berasumsi masa umur Sawitiri baru 15 th udah kawin, eh keterangan selanjutnya saat kejadian umurnya 5 th oke jd umur Sawitri 20 th. kenapa kemudian dia mencari kakaknya, cerita ini lompat atau bgm kok aku bingung dibagian mana disebut ada kakaknya,
Cublik: Umur Sawitri saat kejadian Kakak dan orang tuanya, masih lima tahun.

Dan cerita ini dibuat saat umur Sawitri 20 tahun, baru beberapa bulan menikah dengan Hardi.

Ada kok semua ulasannya, Kak.
Terima kasih sudah membaca karya sederhana ini.
total 1 replies
Nisa Nisa
jebakan setan berhasil, satu lg manusia mau jd budaknya
Nisa Nisa
anak setan lah. Anak Nini mungkin korban entah juragan Bahri entah Hardi.
tp yg mati gk bisa balik ke dunia lagi, yg gentayangan ya setan.
emma mahriana
ceritanya ngeri2 sedap, ada rasa takut tp tetep penasaran & tetep lanjut baca
mksh thor
Ass Yfa
centenge Juragan yg rudapaksa Sawitri ternyata
Ass Yfa
mampir thor...baru bab pertama udah ngeri...ditunggu pembalasan Sawitri
ttp semangat othor
emma mahriana
bayanganku Gareng itu burung gagak , iya ngga thor, maaf kl slh
Cublik: Bukan Kak.

Ada di bab berapa gitu, aku sertakan fotonya 😊
total 1 replies
emma mahriana
/Sob//Sob//Sob/ othooor /Sob//Sob//Sob/
Nisa Nisa
sehinga hina kematian adalah bunuh diri, Allah murka dan tak bakal mencium bau surga. Sesakit apapun jgn terlintas keinginan bunuh diri.
Nisa Nisa
benar juga ejekan preman di depan Sawitri suami lembeknya bisa apa, sarjana gk berguna ujung-ujungnya di ketiak orang tua jg
Nisa Nisa
anak sendiri disiksa.. dasar berhati iblis
Nisa Nisa
kok sdh tahu mereka mertua Hardi?
apa Hardi barusan bicara atau diam-diam mereka sdh tahu dan menyuruh preman kampung itu biar menggugurkan kandungan Sawitri dgn cara keji begitu.
Nisa Nisa
ternyata tukang sabung ayam juga... 😰
emma mahriana
astagfirullah ya Allah kejam banget si jurigan edan ni
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!