NovelToon NovelToon
Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mafia / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Anayaputriiii

"Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen" Adalah Kisah seorang wanita yang dihina dan direndahkan oleh keluarganya dan orang lain. sehingga dengan hinaan tersebut dijadikan pelajaran untuk wanita tersebut menjadi orang yang sukses.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anayaputriiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 Sah!

"Pak..." Hanin menatap Pak Abdul dengan tatapan sendu.

la benar- benar tidak mengira bahwa hal ini akan terjadi padanya. Pak Abdul tersenyum. la bangkit dari duduknya dan menghampiri Hanin. Diusapnya kepala putrinya itu dengan lembut.

"Bapak percaya kalau kamu tidak berbuat mesum, Nak. Pak Rendra juga bilang begitu. Tapi ... warga dikampung ini sudah telanjur menganggap kamu dan Nak Raffa berbuat mesum. Jadi, tidak apa-apa kalau kalian menikah.

Bukankah menikah adalah hal yang baik?"

"Idih, mana ada menikah karena digrebek itu baik? Malu-maluin yang ada!" sahut Lisna dengan tatapan mengejek.

"Ehem!" Pak Rendra berdeham. Membuat Lisna seketika melengos. la sengaja izin kerja di puskesmas hari ini hanya untuk melihat Hanin dipermalukan. Tapi, endingnya malah tak sesuai dengan harapannya.

Hanin menunduk pasrah. Semua sudah terjadi, tidak ada pilihan lain selain menikah. Lagi pula, mungkin memang ini jalan yang ditakdirkan Allah untuknya mendapatkan jodoh. Meski melalui cara yang ekstrim. Tak pernah terbesit dalam pikirannya bahwa ia menikah karena dituduh zina.

"Nak Raffa, apa kamu benar-benar mau menikahi putriku?" tanya Pak Abdul, pada lelaki yang irit bicara itu.

"Iya. Bukankah saya memang berniat begitu sejak awal?" Raffa menjawab, tanpa ekspresi.

Pak Rendra saja bahkan tak bisa berlama-lama bertatapan dengan Raffa karena menurutnya, Raffa mempunyai karisma dan wibawa yang kuat. Ia bertanya-tanya, apa benar kalau Raffa cuma OB?

Pak Abdul menghela napas. "Baiklah, kalau begitu aku memberi kalian restu," ucapnya.

Hanin memejamkan mata sejenak. Lantas, mendongak menatap Bapaknya dengan mata berkaca- kaca.

"Nak Raffa bukan orang jahat,Nak. Bapak yakin kalau dia akan menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab untukmu," kata Pak Abdul dengan lembut, seolah paham apa yang dirasakan Hanin saat ini.

"Iya, Pak..." Hanin tersenyum.

Bu Daning dan Lisna saling pandang. Lantas, Bu Daning berucap, "Mau nikah kapan? Sekarang? Emang kamu punya mahar berapa buat Hanin?"

Raffa tersenyum. "Di dompet saya cuma ada uang seratus ribu. Bagaimana? Apa tidak masalah?"

Tawa Lisna seketika meledak."Hah? Seratus ribu? Murah amat harga dirimu, Nin?" ledeknya." Seratus ribu buat apaan? Buat makan aja kurang. Eh, tapi aku lupa kalau calon suamimu itu kere," imbuhnya seraya terkikik.

Hanin hanya menunduk mendengarnya.

"Lisna, hentikan!" tegur Pak Abdul.

Malu sekali ia mendengar hinaan yang dilontarkan Lisna di depan Pak Rendra. Raffa tersenyum tipis.

"Bukannya sebaik- baik perempuan yang dinikahi adalah yang paling murah maharnya?" tukasnya, sontak membuat Hanin menatapnya.

"Mahar yang aku berikan ini memang kecil nominalnya. Tapi, aku berjanji akan memberikan nafkah yang layak untuk Hanin nantinya," imbuhnya dengan sungguh- sungguh. Dan entah mengapa darah Hanin terasa berdesir mendengarnya. Hanin seolah merasakan ketulusan dan kesungguhan dari ucapan Raffa barusan.

Lisna mencebik. "Halah, berapa sih, nafkah yang layak bagi OB? Palingan cuma lima puluh sehari," gumamnya. Tapi, dapat didengar Raffa dan Hanin.

Sementara Pak Abdul mengangguk. "Iya, kamu benar, Nak. Kalau begitu apa kamu siap menikah sekarang?"

Raffa mengangguk. "Saya siap, Pak. Nanti soal surat- surat pernikahan biar saya yang mengurusnya. Untuk saat ini yang penting sah dulu," jawabnya.

"Baiklah!"

Pak Rendra mempersilakan Pak Abdul duduk di sampingnya."Silakan, Anda langsung menikahkan mereka berdua. Kami semua di sini yang akan jadi saksi. Nanti, soal surat biar saya bantu," katanya.

"Terima kasih, Pak Rendra." Pak Abdul mengangguk sungkan.

Suasana mendadak tegang.Hanin terus saja meremas jari jemarinya untuk mengurangi rasa gugupnya. Sementara Raffa sendiri beberapa kali tampak menghela napas, sebab ia sama sekali tak mengira bahwa akan menikah dadakan seperti ini.

Pak Abdul menjabat tangan Raffa, lantas mengucapkan. "Saya nikahkan dan kawinkan Engkau, Raffa Aditya dengan putri kandung saya, Hanin Nurul Azizah binti Abdul Manaf dengan mas kawin uang senilai seratus ribu, tunai!"

Raffa memejamkan mata sejenak, lalu dengan lantang menjawab, "Saya terima nikah dan kawinnya Hanin Nurul Azizah dengan mas kawin tersebut, tunai !"

"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya Pak Rendra.

"SAAAAH!"

Doa- doa dipanjatkan oleh Pak Abdul usai akad selesai. Suasana mendadak dipenuhi rasa haru.Mereka yang datang tak lagi mempersoalkan perihal Hanin yang dituduh mesum.

Air mata Hanin merembes perlahan. Ia kini sudah resmi menjadi seorang istri meski melalui jalan yang tak diduga. la menatap Raffa dan mengulurkan tangan hendak salim. Raffa menyambut dan membiarkan punggung tangannya dikecup oleh Hanin. Usai pernikahan dadakan itu selesai, Pak Abdul mengajak semua keluarganya pulang usai mengucap maaf dan terima kasih pada semua orang yang hadir.

"Nak, apa orang tuamu sudah tahu masalah ini?" Pak Abdul melempar tanya pada Raffa usai mereka sampai di rumah.

"Mereka tidak tahu. Tapi, mereka membebaskan saya melakukan apa pun. Dan tadi, yang menjadi saksi dari keluarga saya adalah Pak Wirya. Dia paman saya."

Pak Abdul mengangguk paham. "Tapi, bagaimanapun juga kamu harus memberitahu orang tuamu, Nak. Pernikahan bukan hanya soal kamu dan Hanin saja. Tapi, juga soal dua keluarga," pintanya.

"Baik, Pak. Saya akan memberitahu orang tua saya nanti lewat telepon. Karena mereka tidak berada di kota yang sama dengan saya."

"Oh, jadi kamu tinggal sendiri?" tanya Pak Abdul.

"Begitulah ..."

Hanin menatap pria yang kini menjadi suaminya dengan iba. Pria itu mungkinkah selalu merasa kesepian?

"Saya berniat untuk memboyong Hanin tinggal bersama saya, Pak. Itu pun kalau Anda mengizinkan," kata Raffa.

Pak Abdul tersenyum. "Tentu saja, Nak. Boleh saja kalau kamu mau mengajak Hanin tinggal sama kamu karena kalian sudah sah menjadi suami istri. Tapi, sebaiknya tunggu surat nikah dan surat lainnya selesai. Jadi, untuk sementara kamu tinggal saja di sini,ya," jawabnya.

Pak Abdul sebenarnya masih enggan berpisah dengan putrinya. Jika boleh, ia ingin agar Hanin dan Raffa tinggal bersamanya saja.Akan tetapi, tetap saja Raffa yangkini lebih berhak atas Hanin

"Baiklah, Pak. Tapi, saya izin untuk mengambil beberapa pakaian saya di rumah."

Pak Abdul mengangguk. "Apa Hanin kamu ajak sekalian, Nak? Untuk melihat rumahmu?"

Raffa menatap Hanin yang juga menatapnya. "Tidak, Pak. Nanti saja. Ada waktunya sendiri Hanin ikut saya,' sahutnya.

"Baiklah kalau begitu. Sebelum pergi, makanlah dulu, Nak. Kamu pasti lapar, kan? Tadi sebelum kebalai desa, Hanin masak banyak.

Kamu coba deh masakan istrimu. Pasti ketagihan, Raffa tersenyum.

"Nanti sepulangnya saja, Pak. Saya harus mengejar waktu."

"Baiklah, kalau itu sudah keputusanmu, Nak." Pak Abdul tersenyum ramah. "Hanin, antar suamimu ke luar. Nanti bersihkan juga kamarmu. Agar suamimu betah," titahnya pada Hanin.

"Iya, Pak."

Hanin mengantar Raffa kedepan. "Mas? Terima kasih, " ucapnya.

"Hem." Hanin mencebik. "Gak ada kata lain apa selain hem?"gumamnya.

"Ada."

"Ah, sudahlah! Percuma saja." Raffa berbalik, menatap Hanin.

"Aku pulang dulu sebentar. Jaga dirimu, kuatkan hatimu, dan bertahanlah...

Hanin terperangah, ketika diminta jawaban panjang jawaban Raffa hanya satu kata saja. Tapi, kalau ia menyerah Raffa justru memberikan jawaban panjang.Namun, ia hanya mengangguk sebagai tanggapan.

Arya menemui Pak Herman diruang kerjanya. Pria paruh baya yang sedang berkutat dengan laptopnya itu mendongak kaget saat melihat putranya masuk tanpa mengetuk pintu. Memang, ia akui bahwa putranya itu minim sopan santun.

"Ada apa, Arya? Seharusnya kamu ketuk pintu dulu saat mau masuk," tutur Pak Herman.

"Kelamaan, Pa. Lagian kan ketemu ortu sendiri." Arya menjawab tanpa beban. Lantas duduk di hadapan Pak Herman.

"Pa, apa bener kalau Papa yang merekomendasikan Raffa untuk menjadi calon suami Hanin?" tanyanya.

"Hanin kakaknya Lisna?" Pak Herman memastikan.

"Iya, Pa. Hanin siapa lagi?"

"Iya. Papa yang merekomendasikan Raffa."

"Kenapa harus pria itu, Pa? Apa gak ada lelaki lain?"

Pak Herman menatap putranya dengan tatapan heran. "Kenapa kamu protes? Lagi pula apa urusannya Hanin sama kamu, Ar?"

"Masalahnya bukan itu, Pa. Papa nyari calon buat Hanin itu terlalu ganteng. Gak cocok sama Hanin, Pa. Anehnya lagi, pria itu ngakunya gak tahu kalau tujuannya datang ke rumah Hanin buat melamar Hanin."

Pak Herman berdecak. "Sejak kapan mulutmu seperti wanita, Ar? Bisa- bisanya merendahkan oranglain dengan segamblang itu.Memangnya apa salah Hanin sama kamu?"

"Gak ada. Aku cuma kesel aja lihatnya. Mereka kayak gak cocok."

Pak Herman menghela napas panjang. Lelaki paruh baya itu melepaskan kacamatanya dan meletakkan di meja. "Urus saja urusanmu sama Lisna. Masalah Raffa sama Hanin itu biarkan jadi urusan mereka."

"Soal pengakuan Raffa mungkin dia hanya bercanda. Orang papa bilang kalau mau jodohin dia sama Hanin. Eh, dianya mau gitu saja saat papa lihatin foto Hanin. Dan menurut papa, Raffa sama Hanin itu cocok. Mereka sama- sama pekerja keras," imbuh Pak Herman.

Arya berdecih. "Iya. Sama-sama pekerja keras soalnya pekerjaannya sama- sama rendah.Yang cewek penjaga toko, yang cowoknya tukang sapu," kekehnya.

Pak Herman geleng- geleng kepala. Arya adalah putra keduanya, dan sifatnya menuruni sifat ibunya yang selalu merasa tinggi dan orang di sekitarnya rendah.

"Jangan suka merendahkan orang lain, Ar. Itu bisa menjadi bumerang untukmu kelak," tegur Pak Herman.

"Tidak akan, Pa.. Lagian mana bisa pria seperti Raffa akan memutar balikkan keadaan?"

"Sudah selesai? Papa mau lanjut kerja. Perusahaan tempat Papa kerja sedang ada perubahan besar-besaran," kata Pak Herman.

"Perubahan apa, Pa?" Arya penasaran. Tak biasanya, papanya sesibuk ini.

"Papa dengar, pewaris perusahaan yang sebenarnya akan segera muncul. Ah... papa jadi bingung sendiri. Selama bekerja lebih dari dua puluh tahun, papa tidak tahu kalau sebenarnya pimpinan yang selama ini papa kira adalah pemiliknya ternyata bukan."

Arya memicingkan mata. Pernyataan Papanya kali ini berhasil membuat rasa penasarannya menggelegak.

"Bagaimana bisa?"

Pak Herman menggeleng. "Kita mana bisa mengerti urusan sultan atau konglomerat, Ar. Mereka penuh kejutan," sahutnya.

"Sekarang keluar lah! Papa harus menyelesaikan tugas ini," perintahnya.

"Iya, Pa ..." Arya bangkit dan berjalan keluar ruangan.

...****************...

Hanin menghela napas lega usai melihat kamarnya bersih dan rapi. la baru saja mengganti seprai dan mengelap semua sudut kamar.Itu semua ia lakukan agar Raffa betah tidur di kamarnya.

"Allah... aku masih nggak nyangka kalau udah nikah."

Hanin duduk di tepi tempat tidur. la menatap pantulan dirinya di kaca yang terpasang di dinding tepat di hadapannya kini.

"Apa aku ini emang gak cantik,ya? Tapi, gak cantik bukan berarti Jelek, kan? Kenapa gak ada priayang mau dekat denganku? Kalau Mas Rafa ... dia mau nikah sama aku pasti karena terpaksa. Lelaki itu terlalu dingin dan sulit ditebak." Hanin bicara pada bayangannya sendiri.

Sesaat kemudian, ia keluar kamar untuk

mandi. Namun, di dapur Bu Daning ternyata menunggunya sambil berkacak pinggang.

"Hanin, jangan mentang-mentang kamu udah nikah lupa sama kerjaan rumah!"

"Iya, Bu. Lagian aku baru selesai merapikan kamar," kata Hanin, pelan.

Bu Daning mencebik. "Ngapain harus dirapiin? Mau berharap malam pertama? Bukannya punyamu udah dipakai sama Raffa, Nin? Gak perlulah susah- susah menyiapkan hal yang sudah terjadi tapi seolah- olah belum terjadi."

"Ibu ini kenapa, sih? Aku ini anak Ibu loh! Di mana- mana kalau anak ada masalah, seorang Ibu akan menjadi perisai anaknya.Tapi, Ibu tidak. Ibu malah semakin mendorongku dan merendahkan aku."

"Lagipula kalau pun aku mau melakukan zina, aku bakalan pilih tempat. Sama seperti Lisna dan Arya yang memilih ke hotel. Tapi, sayangnya, aku bukan Lisna," sambungnya.

"HANIN! Belum puas kamu memfitnah Lisna?!"

Hanin tersenyum kecut. "Apa yang aku katakan bukan fitnah. Aku yakin, tak lama lagi apa yangaku katakan akan membuat Ibu percaya," katanya. Ia meninggalkan Bu Daning yang masih terlihat menahan marah.

1
Nurae
Ini cerita nya sedih... ☹️
viddd
Greget bangett sama kelakuan lisna dan ibunya,, cepet rilis episode selanjutnya dong
viddd
Good ceritanya
viddd
Kasian lisna, baru episode 1 aja sedih ceritanya 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!