Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 ( Surga Yang Terenggut )
Amira begitu terkejut saat melihat sosok orang yang tengah mencekal pergelangan tangan Ibu Mertuanya. Dia sama sekali tidak menyangka jika Regina akan membela dirinya.
Padahal sebelumnya Amira telah mengira jika Regina yang sudah meminta kepada Bu Meri supaya Amira pindah kamar, tapi ternyata Amira telah salah sangka terhadap madunya tersebut.
"Jangan seperti itu Ma. Aku tidak masalah menempati kamar mana pun, karena semua itu tidak akan merubah statusku sebagai Istri Mas Dirga," ucap Regina dengan melepaskan pegangan tangannya dari Bu Meri.
"Regina sayang, kamu kenapa sih? Padahal Mama sedang memperjuangkan hak kamu," ucap Bu Meri dengan lemah lembut, meski pun sebenarnya Bu Meri merasa kesal karena Menantu kesayangannya malah membela Amìra.
Hati Amira kembali berdenyut sakit melihat perbedaan sikap yang ditunjukan oleh Ibu mertuanya tersebut, tapi Amira sadar diri jika dia tidak bisa memaksa semua orang suka terhadap dirinya.
"Ma, apa bisa Mama dan Sinta tinggalkan Regina sama Mbak Amira berdua saja? Ada sesuatu yang ingin Regina bicarakan dengan Mbak Amira."
Bu Meri dan Sinta sebenarnya merasa keberatan, tapi mereka tidak mungkin menolak permintaan Regina.
"Kak Regina harus hati-hati dengan perempuan mandul ini. Dia itu bermuka dua, jadi Kakak tidak boleh tertipu oleh dia," ucap Sinta dengan menatap tidak suka terhadap Amira.
Sinta dan Bu Meri pada akhirnya meninggalkan Regina dan Amira berdua. Kini di depan kamar Amira hanya tersisa Regina dan Amira saja.
"Terimakasih," ucap Amira kepada Regina.
"Sama-sama Mbak. Apa boleh aku berbicara dengan Mbak Amira?" tanya Regina.
Amira tampak ragu apakah harus memberikan waktu kepada Regina atau menolaknya. Namun, pada akhirnya Amira menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Silahkan masuk," ucap Amira dengan membuka pintu kamarnya lebar-lebar.
Setelah berada di dalam kamar, Amira mempersilahkan Regina duduk di atas sofa.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Amira yang langsung pada intinya.
"Mbak, aku minta maaf karena telah menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Mbak Amira dan Mas Dirga," ucap Regina.
"Oh iya, aku lupa belum mengucapkan selamat atas pernikahanmu dengan Suamiku. Aku tidak tau apa yang membuat kamu rela menjadi Istri kedua," ujar Amira dengan nada penuh sindiran.
"Sebenarnya aku sudah mencintai Mas Dirga sejak kami masih kecil, tepatnya sejak Mas Dirga dulu pernah menjadi tetanggaku," ucap Regina mengatakan alasannya.
Amira bersikap setenang mungkin. Dia tidak ingin bertanya lebih lanjut terhadap madunya tersebut.
"Mbak, sekali lagi aku minta maaf karena aku telah merebut Suami Mbak Amira. Aku tidak bisa melewatkan kesempatan baik ketika Mama Meri memintaku menikah dengan Mas Dirga. Bahkan aku sudah tidak peduli jika hanya menjadi Istri kedua, karena aku sudah terlanjur mencintai Mas Dirga," jelas Regina dengan panjang lebar.
"Ralat, kamu bukan merebut, tapi sedang merendahkan harga diri kamu sebagai seorang perempuan karena sudah bersedia menikahi lelaki yang telah beristri," ucap Amira.
Wajah Regina seketika berubah menjadi merah padam. Dia merasa dipermalukan mendengar ucapan yang terlontar dari bibir madunya tersebut.
"Amira !!" pekik Dirga dari arah pintu sehingga membuat Amira terkejut bukan main, apalagi baru kali ini Amira mendengar Dirga membentak dirinya.
"Regina, tolong keluar dulu. Aku ingin berbicara berdua dengan Amira," ucap Dirga yang dijawab anggukan kepala oleh Istri keduanya tersebut.
"Tolong tutup pintunya," tambah Dirga, dan lagi-lagi Regina hanya bisa menuruti perkataan Dirga.
Mata Amira sudah berkaca-kaca karena menahan tangis. Dia tidak pernah menyangka jika akan ada hari dimana dia dibentak oleh Sang Suami.
Baru juga satu hari Regina menjadi Istrimu, tapi kamu sudah berani membentakku di hadapan Istri keduamu Mas, ucap Amira dalam hati dengan menahan sesak dalam dadanya.
Dirga menghela napas secara kasar ketika menghampiri Amira. Sedangkan Amira memalingkan wajahnya supaya tidak terlihat oleh Dirga jika dirinya tengah menangis.
"Mas tidak tau kenapa sekarang kamu menjadi berubah seperti ini. Bukannya dari awal kamu sudah setuju?" tanya Dirga dengan berbicara selembut mungkin supaya Istri pertamanya tersebut tidak merasa tersinggung.
"Aku memang setuju, tapi aku tidak pernah mengatakan kalau aku rela," ucap Amira dengan terus memalingkan wajahnya.
Dirga berjongkok di depan tubuh Amira yang tengah duduk di atas sofa, kemudian menggenggam erat tangan Istri pertamanya tersebut.
"Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Bukannya kita sudah sepakat?" tanya Dirga dengan berbicara semakin halus lagi supaya tidak melukai hati Istrinya.
Amira hanya diam mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Suaminya tersebut. Hatinya masih terasa sakit karena Dirga telah membentaknya.
"Sayang, kenapa kamu terus memalingkan wajah? Apa kamu marah sama Mas? Maaf karena Mas sudah membentak kamu," ucap Dirga dengan memeluk erat tubuh Amira.
Pada akhirnya Amira menumpahkan tangisannya dalam pelukan Dirga. Beberapa hari ini terasa sangat berat untuk dirinya, bahkan Amira merasa beban pada pundaknya sudah tidak dapat dia pikul lagi.
"Aku tidak yakin jika aku sanggup, Mas." racau Amira dengan memukuli dada bidang Dirga.
Dirga hanya bisa pasrah membiarkan Amira memukuli dadanya secara bertubi-tubi. Dia merasa bersalah karena secara tidak langsung sudah membuat mental Amira terguncang. Beruntung Amira adalah perempuan yang rajin ibadah, jadi dia memiliki pegangan ketika keputusasaan menimpa hidupnya.
Dirga sama sekali tidak bisa membayangkan jika Amira memiliki iman yang lemah. Bisa saja tepat di hari pernikahan Dirga dan Regina, Amira melakukan sesuatu yang tidak diinginkan.
"Mas, bagaimana jika aku tidak sanggup?" tanya Amira ketika melihat Sang Suami termenung.
Tatapan mata Amira dan Dirga bertemu dengan jarak yang begitu dekat. Keduanya melihat luka yang tersirat jelas pada mata dan wajah masing-masing.
"Percayalah, Mas juga sama terlukanya ketika terpaksa harus menuruti permintaan Mama. Langkah kaki Mas terasa berat karena beban yang menumpuk di bahu, apalagi tanggung jawab Mas di Dunia dan Akhirat akan semakin bertambah," ucap Dirga dengan terus menatap lekat wajah perempuan yang sangat dicintainya tersebut.
Selain memiliki paras yang cantik, Amira juga merupakan perempuan yang pandai menjaga diri serta paham akan Agama, makanya sampai detik ini cinta Dirga terhadap Amira semakin bertambah, bahkan dirinya selalu merasa takut kehilangan Amira setelah pernikahan keduanya dengan Regina. Dirga tidak sanggup membayangkan jika suatu saat nanti Amira akan pergi meninggalkan dirinya.
"Apa yang harus Mas lakukan agar beban yang kamu tumpu menjadi lebih ringan?" tanya Dirga dengan menangkup kedua pipi Amira.
Amira terlihat berpikir. Dia ingin sekali bekerja, apalagi sebelum menikah dengan Dirga, banyak tawaran dari perusahaan besar yang ingin merekrut Amira, karena Amira merupakan Mahasiswi berprestasi dari salah satu Universitas ternama. Meski pun Amira menyelesaikan kuliah dengan jalur beasiswa, karena dia tidak mau membebani Orang tuanya.
"Mas, apa boleh aku bekerja?" tanya Amira yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Dirga.
*
*
Bersambung