NovelToon NovelToon
Misteri 112

Misteri 112

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Mafia / Penyelamat
Popularitas:10.2k
Nilai: 5
Nama Author: Osmond Silalahi



Kejahatan paling menyakitkan bukan diciptakan dari niat jahat, tapi tumbuh dari niat baik yang dibelokkan.
Robert menciptakan formula MR-112 untuk menyembuhkan sel abnormal, berharap tak ada lagi ibu yang mati seperti ibunya karena kanker. Namun, niat mulia itu direnggut ketika MR-112 dibajak oleh organisasi gelap internasional di bawah sistem EVA (Elisabeth-Virtual-Authority). Keluarga, teman bahkan kekasihnya ikut terseret dalam pusaran konspirasi dan pengkhianatan. Saat Profesor Carlos disekap, Robert harus keluar dari bayang-bayang laboratorium dan menggandeng ayahnya, Mark, seorang pengacara, untuk melawan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya. Misteri ini bukan sekadar soal formula. Ini tentang siapa yang bisa dipercaya saat kebenaran disamarkan oleh niat baik.





Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Silalahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Enam Brankas dan Satu Petunjuk

..."Tak ada yang benar-benar hilang—kadang, hanya disembunyikan di tempat yang tak pernah kita kira akan jadi kunci segalanya."...

Kabut tipis menyelimuti kota Jakarta saat sore itu, menciptakan suasana misterius yang selaras dengan misi yang akan mereka jalani. Gedung penyimpanan Capital North menjulang tinggi, siluetnya yang gagah terlihat seperti benteng baja di tengah kabut yang menari-nari. Mobil Land Cruiser hitam Pak Mark berhenti di halaman depan gedung yang megah namun dingin itu. Pak Mark, seorang pengacara kenamaan dengan reputasi yang tak terbantahkan, turun lebih dulu, membukakan pintu untuk Misel. Sejak perjalanan tadi, Misel tak henti-hentinya menatap catatan Robert, matanya seolah ingin membaca lebih dalam makna di balik setiap kata.

Misel menatap gedung itu dalam diam, matanya menangkap setiap detail arsitektur yang kokoh dan penuh teka-teki. “Gedung ini… aku pernah lihat sekilas waktu Robert mengajak jalan-jalan waktu kami kencan pertama. Tapi tak menyangka Robert menyimpan sesuatu di sini,” gumamnya, suaranya bercampur dengan rasa takjub dan sedikit ketakutan.

Pak Mark mengangguk pelan, tangannya menggenggam erat kemudi, merasakan beban tanggung jawab yang begitu besar. “Aku juga tak pernah dengar ia punya akses ke tempat ini. Tapi dari semua kode dan petunjuk yang ia tinggalkan dan kamu uraikan… hanya gedung ini yang masuk akal. Semoga ini benar,” jawabnya, suaranya sedikit bergetar, mengungkapkan kecemasan yang terpendam.

Mereka melangkah masuk, melewati pintu putar yang besar dan kokoh, memasuki lobi yang luas dan sunyi. Aroma lembap dan sedikit berdebu memenuhi udara, menciptakan suasana yang menegangkan. Mereka berjalan menyusuri lorong sempit yang panjang, melewati beberapa ruangan arsip yang gelap dan sunyi, dinding-dindingnya dipenuhi dengan rak-rak besi yang penuh dengan berkas-berkas usang. Suara langkah kaki mereka bergema pelan, menciptakan gema yang semakin memperkuat rasa misterius yang menyelimuti tempat ini.

Akhirnya, mereka tiba di lorong bawah tanah tempat penyimpanan brankas digital. Lampu-lampu neon tua menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya dingin dan redup, seolah menambah kesan menyeramkan. Udara terasa lebih dingin dan lembap di sini, meninggalkan jejak dingin di kulit mereka.

“112…” gumam Misel, berhenti di depan sebuah dinding besi yang besar dan kokoh, bertuliskan LOKER 112 dengan cat yang sudah mulai terkelupas. Angka itu seakan berbisik, menggemakan petunjuk yang telah mereka pecahkan.

Namun, yang mereka temukan membuat keduanya terdiam. Di bawah tulisan itu, tidak ada satu, melainkan enam brankas, masing-masing bertuliskan: 112A, 112B, 112C, 112D, 112E, dan 112F. Enam brankas yang berdiri berdampingan, seakan memperlihatkan teka-teki baru yang lebih rumit.

“Apa ini… maksudnya?” tanya Pak Mark pelan, nafasnya mendesah panjang. “Kita hanya tahu angka 112. Tapi ternyata… masih ada lagi kelanjutannya. Kode-kode ini buat otak tua ini tambah pusing.” Kerutan di wajahnya semakin dalam, mencerminkan kebingungan yang dirasakannya.

“Sabar, Pak. Dari apa yang ditulis Robert, apa yang kita nanti temukan ini adalah sesuatu yang sangat penting. Bahkan tidak satu orang pun kecuali kita berdua yang diberi tahu dan diberi misi ini,” kata Misel, berusaha menenangkan Pak Mark. Suaranya lembut, namun tegas, mencerminkan kekuatan batinnya.

Pak Mark mengangguk pelan, “Iya sih. Padahal kalau mau perlindungan hukum, ada ayahnya yang seorang pengacara ini.” Ia mencoba sedikit bercanda, untuk mengurangi ketegangan yang menyelimuti mereka.

“Mungkin maksud Robert supaya tidak terlalu banyak yang terlibat dengan masalah ini, Pak,” Misel menjelaskan.

Pak Mark lalu bertanya kembali kepada Misel, “Ada banyak loker bernomor 112 ini. Bagaimana kita bisa tahu?”

“Ada enam,” lanjut Misel. Ia menatap satu per satu brankas itu, lalu kembali pada catatan ponselnya. “Kode dari Robert mengarah ke 112. Tapi dia tidak sebut huruf mana.” Ia memutar ponselnya di tangannya, seakan mencari jawaban yang tersembunyi di balik layar kecil itu.

Pak Mark melangkah lebih dekat ke brankas, menekan panel sentuhnya. “Semua pakai kode digital enam digit pula. Kira-kira apa ya kodenya? Ah… pusing.” Ia mengusap wajahnya yang mulai berkeringat, merasakan tekanan yang semakin kuat.

Namun sebelum mereka mencoba, Misel kembali mengingat pesan Robert: “Pilih dengan hati, bukan logika.”

Ia memejamkan mata sejenak, lalu berkata, “Kita tidak bisa asal tebak. Ini bukan soal angka. Ini soal… apa yang Robert ingin kita pahami.” Suaranya tenang, tetapi matanya berbinar dengan tekad.

Pak Mark memutar tubuh, memandangi kelima loker lainnya. “Kalau aku… aku akan memilih A. Karena itu awal, permulaan.” Ia berpikir secara logis, sesuai dengan kebiasaan berpikirnya sebagai seorang pengacara.

“Tapi Robert… dia bukan orang yang berpikir linear. Dia selalu pakai simbol. Emosi. Kenangan,” Misel melangkah pelan ke arah brankas 112F. Ia punya firasat yang kuat bahwa jawabannya tidak terletak pada logika sederhana.

Ia memejamkan mata sejenak, mengingat-ingat kenangannya bersama Robert. Saat membuka matanya, suaranya mantap. “Kita tidak bisa asal tebak. Ini bukan sekadar angka. Ini tentang… apa yang Robert ingin kita pahami.”

Ia kembali menatap ponselnya. Jari-jarinya mengetuk ringan layar, lalu berhenti pada sebuah catatan: 100524. Tanggal jadian mereka. 10 Mei 2024.

“Bagaimana kalau… kode ini?” Misel mengangkat ponselnya ke arah Pak Mark. “Tanggal jadian kami. 100524. Bisa jadi ini sandi yang ia pilih, karena hari itu… sangat berarti buat kami.” Suaranya penuh dengan harapan, sedikit getar di baliknya.

Pak Mark mengangguk pelan. Tapi pandangannya mengarah ke salah satu brankas—yang bertuliskan 112F. Wajahnya tampak mengenang sesuatu.

“Huruf F…” gumamnya. “Florence. Nama almarhumah ibunya Robert. Istriku. Ia sangat dekat dengan Robert waktu kecil. Kalau ia menyimpan sesuatu penting… bisa jadi di sini.” Kenangan akan istrinya yang telah meninggal muncul kembali, membangkitkan emosi yang dalam.

Misel tertegun. “Robert pernah bilang… sapu tangan kecil yang selalu dia bawa itu… huruf ‘F’ di pinggirnya dijahit ibunya sendiri.” Ia mengingat detail kecil yang pernah diceritakan Robert.

Pak Mark tersenyum kecil, sedikit getir. “Dia sangat menyayanginya.”

Mereka berpandangan sejenak, lalu sama-sama mengangguk. Misel menoleh ke brankas 112F. Tangannya bergerak pelan, seolah takut untuk mengganggu ketenangan yang telah lama tersimpan di balik pintu besi itu. Ia mengetuk layar digital, lalu dengan hati-hati memasukkan kode: 1 – 0 – 0 – 5 – 2 – 4

Sejenak hening. Bip. Brankas terbuka perlahan, dan udara dingin dari dalamnya menguar seperti lemari waktu yang baru saja dibuka. Di dalamnya, hanya ada satu benda: sebuah flashdisk berwarna hitam, dan di bawahnya, secarik kertas kecil yang berbunyi:

"Jangan tanya kenapa dulu. Simpan flashdisk ini baik-baik. Bukalah dengan laptop yang aman. Jangan biarkan siapa pun termasuk pemerintah menyalinnya. Ini bisa menyelamatkan banyak orang. Maafkan aku mempersulit kalian dengan masalah ini. Oh iya, Pah. Jaga diri baik-baik dan tolong jaga juga Misel kekasihku, Pah. Untuk Misel, aku selalu mencintaimu. Aku percaya kalian berdua. – Robert"

Misel menggenggam flashdisk itu erat, sementara Pak Mark berdiri kaku, masih terpaku oleh kenangan dan emosi yang bercampur aduk. Ada banyak pertanyaan di benak mereka, tapi satu hal jadi jelas: apa pun isi flashdisk itu, bukan hanya tentang Robert lagi—ini lebih besar dari yang mereka kira.

Mereka menuju ke mobil Land Cruiser hitam Pak Mark dan meluncur perlahan keluar dari halaman gedung Capital North. Tak terasa kabut semakin menyelimuti, seolah menutup jejak kedua penumpangnya di jalan sepi. Di kursi penumpang, Misel masih menahan degup jantungnya.

“Sudah lega ya?” tanya Pak Mark dari balik kemudi, suaranya berat tapi lembut, mencoba memberikan sedikit ketenangan.

Misel mengangguk, menatap rel kereta api sempat terlihat dari kejauhan. “Iya… tapi masih banyak teka-teki yang harus dipecahkan.”

Pak Mark memberikan senyum tipis. “Kalau begitu, kita pulang ke rumahku. Di sana, kita bisa buka flashdisk itu dengan tenang.”

Mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Pak Mark, tanpa banyak bicara. Di dalam mobil yang sunyi, hanya terdengar suara mesin dan detak jantung mereka yang berdebar-debar, mengiringi perjalanan menuju babak baru dalam misi yang menegangkan ini.

1
NaelaDw_i
Mau jadi misel...
Osmond Silalahi: silahkan
total 1 replies
penyair sufi
kena banget kata-kata disini. semangat thor
Osmond Silalahi: hehehe ... makasih
total 1 replies
penyair sufi
setuju banget om
Osmond Silalahi: makasih banget
total 1 replies
lelaki senja
iya banget nih kata
Osmond Silalahi: hehehe ... iya
total 1 replies
lelaki senja
kata-kata yg menyedihkan
Osmond Silalahi: sebegitu nya ya?
total 1 replies
diksiblowing
dslam banget kata om Mark. pantas ia jadi pengacara
Osmond Silalahi: betul banget
total 1 replies
NaelaDw_i
keren sampulnya udah di ganti, jadi makin bagus... SEMANGAT🔥
Osmond Silalahi: untuk membuat clue tambahan tentang cerita ini. sekalian aq revisi sinopsisnya
total 1 replies
Ambarrela
Kerennn semangat terus ya kak aku tunggu lanjutan ceritanya
Zessyca
Robert hilang kan gpp, dia bukan anak TK lagi
Osmond Silalahi: tapi dia punya formula yg dicari mereka
total 1 replies
Iwang
rasanya pasti rupa2
Osmond Silalahi: yup ... thanks kawan
Iwang: bener
total 3 replies
Iwang
bikin tegang..🥺🥺
Iwang
knp gue yg deg2an
Osmond Silalahi: iya juga sih ... wkwk
Iwang: karena masih punya jantung 😂😂
total 3 replies
Miu Nih.
like it juga,, cinta anak ke ibu yg tulus begete
Miu Nih.: Yup. Ibu adalah madrasah pertama. Ibu yg baik akan menciptakan keluarga yg bahagia, begitupula sebaliknya...
Osmond Silalahi: karena ibu lah yang beri pendidikan dan moral sejak kecil
total 2 replies
Miu Nih.
like it
Osmond Silalahi: yes ... thanks
total 1 replies
Miu Nih.
jangan lansia, tapi sepuh 👍
Miu Nih.: sekarang sepuh itu bukan tentang fisik dan usia ya /Facepalm//Facepalm/,, tapi lebih ke senior dari senior
Osmond Silalahi: sepuh tapi tidak ngukur ky apa kondisi tubuh sekarang
total 2 replies
Miu Nih.
biasalah, kopi kan biasa buat tongkrongan,, pada ngecipris sana sini,, biar agak aestetik gitu 'kopi dan kata' 😅
Osmond Silalahi: iya sih. tapi kan dari semua kata, kenapa harus milih ini? wkwk
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
top banget 🥰
Osmond Silalahi: terima kasih, kawan
total 1 replies
Elisabeth Ratna Susanti
covernya keren 🥰
Osmond Silalahi: wah ... makasih
total 1 replies
Miu Nih.
sahabat se surga
Osmond Silalahi: setuju ini
total 1 replies
Miu Nih.
lalu, untuk apa formula itu ya kira2 🤔
,, biasany org2 yg menciptakan formula/ obat itu untuk menyembuhkan seseorg yg dia sayang
Osmond Silalahi: tujuan yg jahat dari orang-orang jahat
Miu Nih.: ih ngeri kalo jadi mutan 😱
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!