Sehari sebelum Dipta meninggal, ia meminta Liam untuk menikahi Vana, tunangannya.
Liam Mahendra adalah seorang dokter yang memutuskan hubungan bersama kekasih hampir empat tahun mengisi hatinya, ia memilih menepati janji yang ia buat di rumah sakit untuk menikahi Vana, calon istri sahabat baiknya Dipta.
Liam memang tak mencintai Vana, namun setelah menikah akankah bisa merubah perasaannya? Dan benarkah pilihan yang ia ambil memang ditentukan takdir?
Cinta, kecewa dan amarah mengisi penuh cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achakajayes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Musuh Baru
"Ohh jadi ini ya... Istri nya bang Liam?"
Tiga manusia yang pulang dari acara liburan sekolah tampak menginterogasi Vana. Tak tahukah perempuan itu sampai keringat dingin di tatap intens oleh anak muda seperti mereka.
"Jangan ganggu istrinya Liam kalian", mama mertua datang di saat yang tepat.
Ma... Tolongin Vana...
Grep!
Bukan hanya satu melainkan ketiganya sekaligus loh!
Kalau sampai Vana kehilangan nafas siapa yang patut di salahkan?
Jihan sepupu paling tua, Diva sepupu tengah atau si kecil tengil Neo?
Yah, mereka merupakan sepupu nakal dari keluarga besar Liam. Kalau ditanya seberapa nakalnya, sudahlah Liam akan angkat tangan saja. Tapi perlu diketahui ketiga nya tak mudah dekat dengan orang asing..
Mangkanya Liam mengerutkan alis, gimana bisa langsung mau akrab sama istrinya... Akh! Tapi hal bagus kan? Lihatlah wajah pasrah Vana, sangat menggemaskan.
Mau menepis jauh-jauh rasanya sulit kalau gini, muji istri dalam pikiran seperti menjalani kebiasaan rutin. Pagi, siang, sore, malam tanpa Vana tahu Liam suka memuji.
"Istri kamu emang gak bisa bikin orang lain benci, wajahnya saja terlalu lugu begitu", Hamka lagi-lagi menggoda Liam yang tengah memperhatikan istrinya dari kejauhan.
" Liam, jaga istri mu baik-baik. Mungkin kamu belum terlalu mencintai dia, tapi hormati dia ya?"
Pertanyaan yang sampai kini belum mendapatkan jawaban dalam jiwa dan raga Liam.
Apa aku sudah jatuh cinta kepada kamu Vana?
Rumit.
Liam masih merasa bahwa ia hanya melakukan kewajiban dan juga menepati janji kepada Dipta. Meski sudah diijinkan Dipta untuk menaruh rasa, tak semudah itu Liam akan berkhianat. Bagaimana kalau Vana malahan tersinggung dengan rasa yang dimiliki pria itu?
Justru menyakitinya adalah hal yang harus dihindari..
"Tau gak kak? Kita bertiga gak suka banget sama pacar bang Liam", Diva dengan jiwa bicara nyerocos tampak tak menghiraukan kediaman Vana.
Pacar?
" Ss-siapa pacar Liam?", tanya Vana begitu saja keluar dari mulutnya.
Neo menjitak kepala Diva yang tak peka akan situasi, gini amat sepupu gua... Bego maksimal.
Neo memang paling mudah, satu-satunya cowok yang terhimpit oleh Jihan dan Diva. Tapi dia itu bisa menengahi bijak maksimal, maklum bibit unggul.
Mereka mah bibit hama..
"Sekarang udah jadi mantannya bang Liam kok kak", sahut Jihan seraya mengangkat dua jempol. Random sekali bung..
" Dulu itu bang Liam memang punya pacar namanya Wilona, tapi kami gak setuju eh... Bukan gak setuju tapi gak suka banget lah intinya. Dia itu suka semena-mena, kasar ke kita dan suka cari muka depan bang Liam"
"Duh kalau inget lagi jadi geram banget"
Tepukan di bahu Vana menghentikan aksi lamunannya yang berkelana entah kemana.
"Tapi tenang aja kak! Bang Liam sekarang punya kakak"
"Kalau semisal nanti kakak ketemu Wilona, jambak aja kak kami ikhlas kok. Hahahah!"
Seperti apa ya Wilona?
...----------------...
Setelah mengunjungi rumah kediaman Liam, Vana mengikuti suaminya sampai rumah sakit. Yah, pria itu sendiri bilang kalau lebih baik Vana ikut saja.
"Yuk masuk!"
"Mas... Memang gak masalah nanti ada aku?"
Liam tersenyum sangat manis, duh mleyot kalau begini nih..
Dia pun mengangguk-angguk, "tentu gak apa-apa, dulu saja aku ngajak–", sebelum Liam kelepasan menyebutkan nama orang lain ia pun berpikir untuk tak membicarakan Wilona. Bagaimana aku bisa kasih contoh nya pakai nama Wilona.. Astaga! Jangan membuat Vana bertanya-tanya.
Liam menelan ludah nya sendiri, " dulu waktu mama ikut datang kesini saja enggak masalah kok", ia tak sepenuhnya berbohong. Toh mama Amy pernah datang waktu papa Hamka sibuk mengurus kantor.
"Ayo... "
...----------------...
Menemani Liam yang bekerja memeriksa pasien sungguh membuat Vana takjub bukan main. Suaminya handal dan bijak memberi resep satu persatu pasien.
"Dok... Itu yang duduk di sofa siapa?", merasa jadi pusat perhatian pasien Vana tersenyum kikuk.
Jiwa introvert nya ingin sekali bersembunyi atau menutupi tubuh sampai tak tampak.
"Dia istri saya bu"
Sang pasien terbelalak kaget, "eh? Dokter nikah? Wah bagus dong, tapi kok... Wajahnya beda sama yang–"
Deg.
Vana bisa mendengar bahkan langsung paham kemana arah pembicaraan si pasien. Tentu Liam tak mau sampai istrinya mengetahui fakta tersebut.
Yah meskipun nanti akan dijelaskan Liam, Vana tak sebaiknya tahun dari mulut orang lain terlebih dahulu..
"Ah maaf mbak, saya lagi bercanda kok"
Sebisa mungkin Vana akan bersikap biasa..
...----------------...
Dita yang baru kembali setelah mengambil beberapa stok obat tampak sigap menutupi bagian depan pintu ruangan dokter Liam.
"Eh! Eh! Kamu ngapain kesini lagi?"
Wilona tersinggung di bagian 'NGAPAIN KESINI LAGI?'
Hellow!! Nih perawat siapa sih sampek berani ngelawan Wilona.
"Gue mau temuin pacar gue Liam, minggir deh sus!", lihatlah siapa yang berbangga diri.
Ngeselin banget nih mbak-mbak cabe..
" Nggak bisa mbak, dokter Liam gak mau mbak ketemu dia lagi disini"
"Lagian mbak udah bukan pacar dokter Liam lagi sekarang, jangan ganggu dokter saya kerja dong!"
Dita lebih memilih bicara nyolot daripada nanti Liam diganggu terlebih ada Vana di dalam, kan kasihan istrinya kalau ketemu cewek gak tahu aturan.
"Apa lo bilang? Berani banget lo ya! Minggir gak?!!!", Wilona sedikit meninggikan nada bicara.
Merasa gusar dia mulai menarik Dita untuk menyingkir, beberapa pasien yang lewat ikut dibuat heran.
" Minggir gak lo!"
"Ehh mbak gak usah narik-narik. SAYA GAK AKAN MINGGIR"
Wilona di ambang amarah menarik kerah baju Dita sampai terjatuh ke lantai, jangan lupakan obat-obatan ikut berhamburan.
"Wah nantang banget ini mbak songong!"
SREGKK!
"Awshhh! Heyy! Perawat gadungan lepasin rambut gue"
Aksi tarik menarik sampai jambak menjambak membuat para pasien menyaksikan dengan perasaan amat senang. Kan kalau gini gak jadi sepi suasananya..
"Wihh suster Dita ayo jambak yang keras!"
"Mbak mbak sexy ayo bisa mbak!"
Keributan di luar bahkan sampai mengisi ruangan Liam, pria itu mengernyit bingung begitu juga Vana.
"Seperti nya ada yang ribut di luar. Saya periksa dulu ya Vana?"
Liam berjalan ke arah pintu, begitu terbuka ia melongo menyadari siapa yang sedang ribut. Astaga apa yang mereka lakukan disini...
"Dita! Wilo! Apa-apaan kalian?", pria itu melerai dua kucing yang sedang ribut.
Rambut yang terikat rapi sudah rusak tak beraturan, wajah mereka juga merah akibat saling tampar menampar. Betina ngeri kalau ribut..
" Maaf semua, acara ributnya sudah selesai", sebisa mungkin Liam bersikap ramah.
Setelah melerai perkelahian, Liam memijat pelipisnya. Agak sedikit pusing kalau sampai dokter lain tahu, terutama Dita. Harusnya dia bisa menjaga sikap nya.
"Wilo... Apa yang kamu lakukan disini?"
Wilona meneteskan air mata, sengaja agar Liam tidak memarahi.
Grep!
Tanpa permisi perempuan itu memeluk Liam erat, meluapkan segala perasaan sedih, malu yang ada.
"Hiks... Liam... Aku cuman mau kamu, aku mohon jangan jauhin aku lagi... "
Liam membeku, saat melirik ke arah lain kesadaran memenuhi isi pikiran yang sempat buntuh. Dengan gerakan memaksa Liam melepaskan lengan Wilona yang ada di pinggangnya, naas sekali apa yang dia lakukan gagal..
Vana dengan mata kepalanya menyaksikan segala yang terjadi, ia menatap nanar Wilona.
Ada rasa bersalah karena menyakiti hati wanita lain, dan orang itu adalah pemenang hati Liam Mahendra yang sesungguhnya..
Aku merasa sakit, tapi aku masih sadar diri...
Bersambung.
ralat 60thn