They Are Not Your Baby

Twins V sedang berbicara serius didalam ruangan Vino, dokter Ibnu mereka suruh menunggu diluar. Setelah kepergian ibu nya tadi Vina meminta dokter itu keluar karena dia mau bicara serius dengan Abang kembarnya.

Dia menceritakan yang terjadi di tempat kerja ibunya dan siapa yang datang menemui Syifa dia mengatakan jika lelaki yang sudah Om-om itu mirip dengan Vino.

"Mirip denganku.." tunjuknya pada dirinya.

"Iya.. Dia mirip Abang matanya cokelat mirip mata bang Vino terus rambutnya hitam pekat , intinya dia mirip banget bang Vino kalau bang Vino besar nanti_" anak kecil itu menceritakannya dengan penuh keyakinan.

"Mirip ya.." gumamnya.

"Ibnu kenapa kamu disini?" suara Fira dari luar ruangan menyapa Ibnu.

"Mereka memintaku keluar" dokter itu mengernyitkan bahunya dia tidak tahu apa yang dilakukan sikembar didalam ruangan sehingga memintanya keluar.

"Mungkin Nana bosan denganmu" Syifa tertawa

"Mana mungkin" sahutnya penuh percaya diri.

"Vino Vina ibu masuk ya" Fira mendorong pintunya.

Dia masuk diikuti Syifa dan Ibnu keduanya menyambut seakan tidak ada yang terjadi. Karena hari juga sudah larut malam Syifa datang kesitu cuma ingin berpamitan dengan dua keponakannya sedangkan Ibnu dia juga berpamitan pulang karena sudah waktunya dia pulang kerja.

Pagi harinya, Fira sudah bersiap dia meminta pengasuh Vina untuk datang kerumah sakit menjaga dua anaknya.

"Bubu mau kemana? " Vina menegurnya.

"Bubu harus kerja sayang nanti kamu di asuh Bu Arin ya" dia menciumi pipi gembul Vina.

"Vino ibu pergi dulu ya ingat jangan telat makan kalian berdua" dia juga melakukan hal yang sama pada anak lelakinya.

Matanya tertuju pada jam dinding kamar itu kemudian menatap lagi jam ditangannya. "Ibu sudah telat kalian berdua jangan main keluar rumah sakit jika tidak ada Bu Arin ya_" keduanya mengangguk.

Fira sudah memasuki mobilnya, dia langsung menginjak pedal gasnya menuju restaurant yang sudah di janjikan. Semalam Fira dan Ghama melakukan perjanjian untuk bertemu hari ini. Keduanya sudah memutuskan bertemu di restaurant yang dituju Fira.

Direstaurant itu Ghama dan tiga orang yang ikut bersamanya sudah menunggu kedatangan Fira. Lelaki itu tidak sabaran untuk bertemu Fira, dia jadi datang lebih awal dari waktu yang di janjikannya.

"Bos, kita datang terlalu pagi" Jihan tidak habis fikir dengan kelakuan bosnya.

Pagi-pagi sekali Ghama mengajak Rio dan Jihan untuk pergi bertemu Fira padahal jam yang ditentukan masih 1 jam lagi. Bisma juga baru bangun tidur tapi harus dipaksa mandi oleh Ghama.

Tap tap tap .. langkah kaki Fira sudah memasuki restaurant jantungnya sedikit berdebar. "Apa kalian sudah menunggu lama?" wanita itu langsung duduk didepan Ghama.

Deg, entah jantung Ghama ataupun jantung Fira keduanya sama-sama berdegup ketika kedua netra mereka bertemu.

"Tidak lama" Ghama kalang kabut mendengar suara Fira dia jadi teringat lenguhan wanita itu yang membuatnya bergairah dimalam itu.

"Apanya yang tidak lama kita sudah 1 jam menunggu disini" batin Rio. Dia sudah lelah menunggu jika saja Fira tidak datang mungkin mereka akan menunggu lebih lama lagi. Itu semua ulah Ghama.

"Langsung pada inti permasalahannya kita mengajak kamu bertemu disini untuk membahas tentang anak kamu" titah Bisma

"Jadi? Siapa ayah kandung dari anak itu?" Ghama ikut menimpali perkataan abangnya.

"Kita disini membahas tentang kejadian lima tahun lalu kenapa jadi membahas anak saya" erangnya.

Fira memberi peringatan pada mereka jika semalam dia setuju bertemu karena membahas kejadian malam itu bukan tentang anak kembarnya.

"Malam itu salahku, jadi aku tidak akan meminta pertanggungjawaban keluarga anda kita tidak ada hubungan apapun saya harus pergi sekarang" langkahnya terhenti.

Tangan Ghama menahan lengan Fira yang ingin pergi. "Bisa kita bicara empat mata" ucap Ghama membuatnya mengangguk.

Bisma , Jihan dan Rio sudah pergi keluar restaurant. Tempat itu sepi karena sudah dibooking Ghama dari awal mereka datang kesitu.

"Duduk lah" Ghama menarikkan kursi untuknya.

"Langsung saja, kamu mau bicara apa" dia sudah duduk.

"Mereka anakku _" Ghama meminta Fira menatap matanya tapi wanita itu menghindarinya.

"Bukan , mereka bukan anakmu" sahutnya.

"Fira jangan mengelak lagi, aku sudah menyelidikinya kamu selama 5 tahun ini tidak pernah menikah sama sekali artinya anak itu anakku bukan"

"Hanya karena itu kamu mengatakan jika mereka anak kamu huh, jujur saja kamu bukan satu-satunya lelaki yang pernah dekat denganku" dia berdiri.

"Percakapan kita berakhir, jangan cari aku lagi ini peringatan terakhir mereka bukan anak kamu" sambungnya.

"Dokter Ibnu kamu dekat dengannya, apakah dia lelaki itu?" dia menatap lekat kedua netra Fira.

"Apa maksud kamu, jangan bawa-bawa dia"

"Fira aku akan bertanggungjawab atas kejadian itu, katakanlah kamu setuju menikah denganku maka aku akan menerima anak-anakmu" Ghama berusaha membuatnya setuju. Dia takut akan kehilangan Fira lagi seperti hari itu.

"Kamu mulai melantur, aku tidak akan menikah denganmu ataupun dengan Ibnu karena anak-anakku tidak menginginkan ayah" Fira menyudahi percakapan mereka.

Dia langsung pergi meninggalkan Ghama, Bisma Jihan dan Rio masuk menemui Ghama keadaan lelaki itu buruk sekali sepertinya ginjalnya mengalami kontraksi. Mereka langsung melarikan Ghama kerumah sakit milik keluarga Ibnu karena disana lah dia menjalani kontrol pasca operasi.

"Bagaimana kondisinya?" Bisma bertanya

"Tidak buruk tapi bukan berarti dia baik-baik saja, sementara biarkan dia dirawat disini untuk pemeriksaan lebih lanjut" dokter Ibnu menjelaskan keadaannya.

.

Mobil yang dikendarai Fira sudah berada di parkiran SDL Collection, air matanya menetes tanpa sadar. Dia teringat wajah Ghama, mata lelaki itu seperti putus asa ketika menatapnya.

"Kenapa aku menangis" dia mengelap air mata yang masih meninggalkan bekas.

"Fira kamu darimana saja" Syifa lekas menghampirinya ketika wanita itu memasuki loby kantor.

Keduanya berjalan menuju ruangannya sambil berbicara. Fira menceritakan segalanya entah itu semalam ketika Ghama menelfon nya ataupun pagi ini ketika mereka bertemu dia menceritakan semua tanpa ada yang terlewat.

"Aku tidak berani berpendapat tentang hubunganmu dengannya tapi sebagai temanmu aku selalu siap menjadi tempat untukmu bersandar" dia menghiburnya.

"Makasih Sisi kamu selalu menjadi tempat untukku mengeluh" Fira memeluknya.