🏆 Novel Lomba Anak Genius 2023 🏆
Kisah seorang anak genius bernama Aaron Lee yang piatu sejak bayinya.
Dia dibesarkan dalam keluarga kaya yang memiliki tambang minyak, ayahnya yang bernama Lee Ryder adalah pria tertampan yang termasuk dari sembilan pria terkaya didunia.
Aaron Lee besar bersama seorang pengasuh yang masih muda bernama Margot Evans, gadis yatim-piatu yang diambil oleh keluarga Lee Ryder dari panti asuhan saat dia masih anak-anak.
Margot Evans menjadi bagian keluarga Lee Ryder yang diberi tugas kepercayaan untuk menemani Aaron Lee.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Bab 9
Kecelakaan kecil di hari itu mengharuskan keduanya terpaksa mencari penginapan karena hari menjelang malam sedangkan mereka jauh dari pusat kota.
Keduanya terpaksa meninggalkan mobil milik Lee Ryder di pinggir jalan karena mobil itu tidak dapat melaju lagi.
"Kita akan kemana ?", tanya Margot Evans.
"Mencari penginapan, mungkin...", sahut Lee Ryder.
"Dimana ?", lanjut Margot.
"Kita cari di area lokasi dekat sini saja tapi daerah ini cukup sepi, aku tidak tahu apa kita dapat menemukan penginapan di sini", sahut Lee Ryder.
"Hari hampir malam... Bagaimana kalau kita tidak menemukan penginapan di sini ?", tanya Margot.
"Terpaksa kita berjalan terus sampai ke kota", kata Lee Ryder.
"Berjalan !?", kata Margot mulai malas.
"Iya, kamu ingin tidur di pinggir jalan ini dan dimakan serigala buas ?", sahut Lee Ryder.
"Tidak, aku tidak mau", kata Margot.
Margot Evans mempercepat langkah kakinya disisi Lee Ryder.
Lee Ryder hanya tersenyum melihat tingkah laku Margot yang berjalan mengiringi langkah kakinya.
Pria berambut perak itu melihat ke arah telepon selulernya.
"Tidak ada jawaban...", gumamnya.
TUT... TUT... TUT...
Terdengar suara dari dalam telepon yang menandakan panggilan telepon tidak ada yang menjawab.
"Fuih...", desah nafas Lee Ryder.
Tempat penderek mobil sudah tutup saat Lee Ryder menghubungi tempat itu.
Tidak ada jawaban dari tempat itu dan hanya panggilan pesan singkat untuk meninggalkan pesan suara.
Berulang kali Lee Ryder menelpon orang dari tempat penderek mobil tetapi tidak ada yang mengangkat telepon Lee Ryder.
"Tidak ada jawaban dari agen penderek mobil sepertinya mereka sudah tutup", kata Lee Ryder.
Sebuah telepon seluler berada tepat di telinga Lee Ryder ketika mereka berjalan menyusuri sepanjang jalan.
"Mobil mogok dan rusak parah ! Aku akan menjualnya setelah memperbaiki mobil baru itu", kata Lee Ryder.
"Kau akan menjualnya ? Bukankah itu masih mobil baru dan bisa diperbaiki ? Kenapa menjualnya ?", tanya Margot Evans.
"Aku tidak suka barang milikku rusak karena aku pasti akan langsung membuangnya meski barang itu masih terbilang baru dan baru dibeli", sahut Lee Ryder.
"Kamu membuang-buang uang, Lee Ryder", kata Margot Evans.
"Tidak masalah selama aku menginginkan itu maka aku akan melakukannya tanpa harus memikirkannya seribu kali", ucap Lee Ryder.
"Mobil itu untukku saja...", kata Margot berpendapat.
"Tidak ! Mobil itu sudah rusak parah akan berbahaya buatmu jika kamu mengendarainya", sahut Lee Ryder.
"Kenapa ?", tanya Margot. "Aku sudah bisa menyetir mobil sendiri, pasti aku akan berhati-hati", sambungnya.
"Tetap tidak ! Berbahaya buatmu !", kata Lee Ryder.
Margot Evans terdiam dan terpaku menatap ke arah Lee Ryder.
"Apa ? Kamu masih ingin memiliki mobil itu ?", tanya Lee Ryder.
"Emmm..., tidak..., tidak jadi...", sahut Margot Evans.
"MMM... Aku akan membelikan mobil yang baru untukmu karena itu akan aman jika kamu menyetir sendiri", kata Lee Ryder.
Margot Evans terdiam sambil terus berjalan menyusuri jalan.
Tampak suasana di daerah itu sangatlah sepi sekali, tidak ada satupun rumah-rumah penduduk di pinggir jalan.
Hanya ada deretan tebing tinggi yang menjulang.
Lee Ryder terus menerus menelpon dari telepon selulernya sepanjang perjalanan menuju ke kota.
Dia benar-benar tampak sibuk dengan telepon selulernya.
Margot Evans menghela nafas kecil.
Sesekali dia mengalihkan pandangannya ke sekeliling jalan yang langgeng.
"Coba aku tidak latihan, mungkin tidak akan terjadi hal ini", gumam Margot Evans.
"Bagaimana tidak latihan !? Hmmm...", sahut Lee Ryder.
"Ehk !?", Margot langsung memutar kepalanya ke arah Lee Ryder yang sedang menelpon.
"Latihan tetap latihan ! Tidak ada pengecualian untuk itu, kamu paham ?", kata Lee Ryder.
"Kamu tidak menelpon siapapun ?", sahut Margot.
"Aku menghubungi jasa derek lainnya tetapi tidak ada yang mengangkat telepon dariku", kata Lee Ryder.
"Oh !", sahut Margot.
"Aku juga menelpon rumah tetapi juga tidak ada yang menjawab telepon", ucap ayah dari Aaron Lee.
"Artinya kita akan bermalam di pinggir jalan ini !?", kata Margot merinding.
"Yah... Bagaimana lagi ? Kalau itu harus, kenapa tidak !?", sahut Lee Ryder.
Lee Ryder mengibaskan tangannya yang kesemutan akibat terus menerus menelpon.
Namun, tak seorangpun yang menerima panggilan telepon selulernya.
"Mudah-mudahan kita tidak bertemu serigala buas yang biasanya turun berkeliaran ke jalan raya", kata Lee Ryder.
"A--apa !? Bagaimana kamu bisa bicara se-enteng itu sedangkan kita dalam situasi genting seperti ini !?", tanya Margot Evans heran.
"Ya..., maaf !?", sahut Lee Ryder.
Lee Ryder menatap ke arah Margot Evans sambil mengangkat kedua alisnya ke atas.
"Yang membuat masalah dan mengakibatkan kecelakaan mobil separah itu sebenarnya siapa ? Aku ???", kata Lee Ryder.
"Kenapa kamu marah ?", sahut Margot membela diri.
"Astaga..., aku tidak marah padamu, nona besar tapi aku hanya bersedih karena memiliki murid selemah dirimu...", kata Lee Ryder.
"Aku tidak lemah seperti yang kamu katakan itu, aku sangat kuat dan berbakat di segala aspek kehidupan", ucap Margot.
"Ha... Ha... Baguslah ! Jadi aku tidak perlu repot-repot me memikirkan mu yang sangat berbakat itu", sahut Lee Ryder.
Margot Evans menatap Lee Ryder dengan merengut.
"Aku sangat serius !", sanggah Margot.
"Sama ! Aku juga sangat-sangat serius sekali sama seperti mu, nona besar !", bantah Lee Ryder.
Lee Ryder terus berjalan tanpa memperdulikan sikap Margot Evans lagi dan sesekali dia melirik ke arah telepon selulernya.
"Iiikh !? Dia keterlaluan ! Semua kesalahan dia limpahkan kepada ku, apa aku selalu berbuat keliru di matanya ?", gerutu Margot Evans.
Gadis muda itu menghentakkan kakinya kesal lalu menyusul langkah kaki Lee Ryder yang berjalan jauh darinya.
Langkah kaki Lee Ryder lebih panjang dari langkah kaki Margot sehingga gadis cantik itu harus bersusah payah mengimbanginya.
Meskipun dia sering tertinggal di belakang Lee Ryder.
"Cepatlah ! Keburu malam !", teriak Lee Ryder sambil melambaikan tangannya kepada Margot Evans.
Tampak Margot berjalan mulai sempoyongan karena kakinya terasa letih karena harus berjalan sangat jauh.
"Bagaimana kita tidak sampai-sampai jika kamu berjalan asal-asalan seperti domba ?", ucap Lee Ryder.
"Aku tidak peduli !", sahut Margot merengut.
"Ya Tuhan... Haruskah aku menuntun mu yang masih muda ini ?", ledek Lee Ryder.
"Masa bodoh...", ucap Margot yang kelelahan berjalan kaki.
"Kita hampir sampai ke pusat keramaian, tinggal beberapa meter lagi. Semangat Lah !!!", kata Lee Ryder.
Lee Ryder hanya tersenyum tipis melihat wajah kelelahan Margot Evans ketika dia berjalan kaki.
Keringat membasahi wajah cantiknya yang segar itu.
"Tap ! Tap ! Tap ! Ayo, semangat !", kata Lee Ryder sambil tertawa.
Margot Evans semakin merengut dengan sikap Lee Ryder yang meremehkan dirinya.
Dia lalu berlari melewati Lee Ryder seraya membalas ledekan Lee Ryder padanya.
"Coba kamu lari, pak tua !", ejek Margot Evans.
"Apa !? Pak tua... ???", gumam Lee Ryder.
Lee Ryder mendengus kesal seraya memandangi Margot Evans yang berlari di depannya.
"Apa dia sengaja membahayakan dirinya dengan mengatai ku "PAK TUA" !?", kata Lee Ryder bergumam sendiri.
Pria tampan itu tidak meladeni tantangan dari Margot Evans dan tetap berjalan santai menyusuri jalan yang berukuran besar itu.
Lee Ryder terus-menerus memperhatikan layar telepon selulernya.
Tidak ada sinyal di daerah ini karena jalan besar ini cukuplah jauh dari pusat kota bahkan terbilang hampir mendekati luar kota.
Lee Ryder mengalihkan perhatiannya kepada Margot Evans yang mulai berhenti berlari.
Tampaknya gadis muda itu sudah lelah dan kehabisan tenaga untuk lari, Lee Ryder tersenyum tipis saat melihat Margot yang berulangkali menyeka keringatnya.
Gadis itu terlihat sangat cantik dari biasanya dan sangat bersinar di bawah matahari yang beranjak tenggelam.
Berkali-kali Lee Ryder menyunggingkan senyumnya ke arah Margot Evans yang tidak memperhatikan dirinya.