NovelToon NovelToon
Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Pedang Dari Masa Depan Jatuh Melalui Sebuah Meteorit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Mengubah Takdir
Popularitas:45.9k
Nilai: 5
Nama Author: Wafi_Shizukesa

Peristiwa meteorit jatuh yang anehnya hanya bisa dirasakan oleh Yamasaki Zen, seorang pelajar SMA berusia 15 tahun selepas aktivitas belajarnya di sebuah Akademi Matsumoto. Kejanggalan itu membuatnya terkejut dan bingung setelah suara dentuman keras berhasil membuat telinganya kesakitan. Namun anehnya, kedua orang tuanya sama sekali tidak merasakan dampak apa pun.

Di suatu tanah lapang di bukit rendah, dirinya melihat kilau meteorit dari kejauhan. Setelah selesai memeriksa meteorit itu, suatu hal absurd, kini ia menemukan sebuah pedang di dalam meteorit yang sesaat sebelumnya lapisan luarnya telah hancur dengan sendirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wafi_Shizukesa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 004 _ Gadis Yang Ceroboh

Bagian 1

Setelah selesai menghabiskan dua potong roti makan siangnya, yang di mana kegiatan itu juga ditemani dengan selingan samar adu mulut sepasang kekasih.

Yang paling penting, badai sudah berlalu. Meski ketenangannya sempat terganggu, tetapi, Zen sendiri dapat memaklumi kejadian tersebut dengan lapang dada.

Mendapatkan pengampunan dari seseorang yang belum pernah merasakan berliku-liku masalah dalam “berpacaran”, bahkan realita memberitahu kalau pasangan saja Zen tidak memilikinya.

Sungguh realita yang menyedihkan lagi tidak dapat disangkal.

Ia merasa kalau takdir saat ini sedang menguji dirinya.

Lupakan soal sebelumnya.

Di Akademi Matsumoto terdapat tiga tingkatan pendidikan.

Sekolah dasar, sekolah menegah pertama, dan sekolah menegah atas.

Zen tidaklah melanjutkan tingkat pendidikan sebelumnya di akademi ini. Dengan kata lain, ini merupakan pengalaman pertamanya di sebuah akademi yang masih baru bagi dirinya.

Sedang berjalan menyusuri lorong kelas hendak menuju ke kelasnya, sesekali pandangannya ia palingkan ke arah samping tertuju ke luar jendela kaca yang memanjang sepanjang lorong yang dilewatinya.

Para murid-murid di sana masihlah beraktivitas sebagaimana mestinya di jam istirahat mereka.

Pandangannya tertuju kepada dua kelompok tim yang sedang bermain sepakbola di lapangan. Ia tanpa memperhatikan jalan di depannya, dengan santai berjalan perlahan menyusuri lorong menuju ruang kelasnya.

Sementara itu,

Dari arah yang berlawanan, muncul seorang murid yang tampaknya merupakan seorang siswi sedang membawa tumpukkan buku di kedua tangannya.

Buku itu sepenuhnya menghalangi penglihatannya, karena itu, sama sekali dirinya tidak menyadari kehadiran Zen di sana.

Perlahan langkah kaki mereka semakin mendekat. Seakan telah selesai dengan apa yang dilihatnya, setelahnya Zen pun menolehkan pandangannya kembali seperti semula.

“...!!”

Sensor refleks dalam dirinya masih berfungsi dengan sangat baik, menyadari ada seseorang di depannya, Zen segera menghentikan langkahnya.

*Bruukk…*

Pada akhirnya, siswi itulah yang harus menabrak Zen.

Beberapa buku yang dibawanya pun terjatuh ke atas lantai.

“Ma-maaf! Aku tidak melihatmu ada di sana.”

“Tidak apa, aku juga minta maaf telah menghalangi jalanmu.”

Tanpa pikir panjang, Zen pun jongkok dengan segera memunguti beberapa buku yang terjatuh di lantai. Ia pun melanjutkan perkataannya:

“Selain itu, bukankah dengan buku yang sebanyak itu, kamu jadi kesulitan untuk melihat?”

Setelah selesai memungut beberapa buku yang terjatuh. Baru saja, siswi itu sempat kehilangan keseimbangannya walau sejenak, sesaat setelahnya ia pun kembali menyeimbangkannya.

Dalam posisi Zen saat itu, entah kenapa beberapa buku yang masih dibawa oleh siswi itu menjadi miring, mengingatkannya akan satu hal.

—Menara Pisa!

“Memang sih, tetapi... ini sudah menjadi tugasku sebagai ketua kelas!”

Zen berkata dalam hati, pikirnya berinisiatif untuk membantu siswi itu dengan membawakan sebagian buku yang dibawa olehnya.

Selagi pikirnya mengatakan demikian, perkataan oleh siswi itu—yang secara bersamaan sebelumnya, membuat beberapa kosa kata hanya masuk sebagian ke dalam otaknya.

Singkatnya, Zen tidak benar-benar memperhatikan apa yang dikatakan siswi itu.

Tanpa pikir panjang, apa yang diniatkan sebelumnya lantas benar-benar dirinya lakukan dengan segera.

Rambut panjangnya yang tergerai begitu saja melebihi pundaknya, berwarna hitam pudar sedikit kecoklatan, beberapa hal tersebut dapat terlihat jelas di mata Zen. Selain itu, gadis itu terlihat cukup imut? Atau cantik? Yah, kedua kata itu memiliki arti yang berbeda. Tergantung bagaimana perspektif seseorang menilainya.

Sepertinya, gadis itu memiliki apa yang setengah dari kedua kata sifat itu.

Zen sejenak terdiam setelah memperhatikan wajah dari siswi itu.

“Lah, bukankah kamu, Zen-kun?”

Selagi masih menatap wajah siswi itu, Zen kembali tersadar dengan siswi itu yang telah memanggil nama belakangnya.

Ada beberapa kemungkinan kenapa dirinya seakan begitu dikenal oleh murid selain di kelasnya.

“Ah, itu benar, tetapi, Zen itu nama belakangku, lo.”

Hanya ingin memberitahu saja, dirinya tidak mempermasalahkan jika seseorang memanggilnya dengan sebutan ‘Zen’ ataupun ‘Yamasaki’. Hanya saja, setelah dipikirkan kembali ini merupakan pertama kalinya seorang gadis yang seumuran dengannya, memanggil namanya ‘Zen’ dengan menggunakan nama belakang secara langsung.

“Ah, maaf-maaf! Aku tidak tahu kalau aku memanggilmu dengan nama belakangmu. Maaf! Maaf!”

Siswi itu merasa sangat bersalah sampai membuat dirinya meminta maaf dengan merendahkan bahu dan kepalanya berkali-kali.

“Tidak apa-apa, aku tidak permasalahkannya, kok! Jadi, buku ini mau di bawa ke mana?”

“Sebelumnya, terima kasih karena sudah membantu membawakannya, tetapi, aku tidak ingin membuatmu kerepotan lebih dari itu.”

Mendengar pernyataan dari siswi itu, seketika membuat Zen terdiam sejenak.

Ia memikirkan dua kemungkinan, di antara penawaran bantuannya ditolak mentah-mentah dan kemungkinan lainnya kalau siswi itu menahan diri untuk meminta bantuan kepada orang lain.

Zen melihat kalau perkataan tulusnya mengacu kepada pilihan kedua yang ia pikirkan.

“Jadi... kamu ingin aku meletakkan kembali buku-buku ini?”

“…”

Tidak ada balasan yang diberikan.

Dan hal itu semakin menguatkan asumsinya mengenai kemungkinan kedua yang dipikirkan.

“—Takahashi-san....!!”

Perbincangan mereka yang belum selesai tiba-tiba dipotong oleh sebuah seruan memanggil nama ‘Takahashi’, yang mungkin saja nama itu merupakan nama daripada siswi yang sedang membawa tumpukan buku di hadapannya.

Lalu, seorang siswi yang sebelumnya berseru memanggil nama ‘Takahashi’, dia memiliki ciri postur tubuh yang terlihat pendek, berbeda dengan rata-rata tinggi badan siswi di akademi menurut sepengetahuannya. Karena hal itu, memberikan kesan yang membuat dirinya mudah untuk diingat.

Dia pun berlari menghampiri mereka berdua.

“Kojima-san, ada apa?”

“Duh, kenapa kamu membawa buku itu seorang diri? Bukankah sudah kubilang untuk menungguku?”

Dia yang dipanggil dengan nama ‘Kojima’ lantas berhenti tepat di samping Takahashi, lalu kemudian ia pun menjawab dengan sebuah pertanyaan.

“Maaf, aku hanya berpikir kalau itu akan merepotkanmu.”

“Anu...”

Gumam pelan Zen membuat mereka berdua tersadar bahwa dirinya masih ada di sana.

Terutama Kojima, tiba-tiba saja ia tersentak “..!!” refleks ia pun berpindah tempat tepat di hadapan Takahashi. Seketika itu ia membuat gerakan layaknya mode pelindung membentuk semacam barikade dengan cara membentangkan kedua tangannya ke samping.

“Kamu, apa yang ingin kamu lakukan kepada Takahashi-san?”

“Aku? Aku hanya ingin membantunya membawakan beberapa buku ini saja, kok. Sebagai permintaan maaf-ku karena tidak sengaja menabraknya.”

“Tidak, sebenarnya akulah yang telah menabrakmu!”

“Yah, itu memang benar, sih!”

“Kamu pasti berbohong, bukan?! Kamu hanya modus agar ingin mendapatkan Takahashi menjadi milikmu? Benar begitu, bukan?!”

“Tu-tunggu, Kojima-san?”

“Kenapa kamu malah berpikir seperti itu? Oi, ucapanmu itu sudah termasuk menuduhku, tahu!”

“Sudahlah, hentikan kalian berdua! Hai, Kojima-san, dengar... dia ini memang ingin membantuku membawakan beberapa buku ini saja, kok. Tidak ada yang lain.”

“Be-benarkah seperti itu?”

Kojima memalingkan wajahnya ke belakang melihat wajah Takahashi.

Ia pun bertanya singkat demikian.

“Benar! Lagian juga, aku ingin tahu kenapa kamu tiba-tiba mengatakan kalau tindakanku ini berdasarkan modus untuk mendekatinya?”

Zen ingin tahu sekaligus memastikannya.

Hanya ada satu kemungkinan dalam benaknya kalau alasan Kojima menuduh Zen berdasarkan ‘modus’ belaka yaitu, adalah karena sebuah gosip.

Gosip itu sendiri tentang si peringkat tiga kategori siswa yang terkenal di seluruh murid divisi SMA Akademi Matsumoto, yang jatuh pada Zen sendiri.

Peringkat itu sudah jelas ada yang aneh.

Peringkat itu hanyalah buatan oknum yang menilainya berdasarkan apa yang protagonis perbuat di SMA dan itu dapat menarik perhatian banyaknya murid.

Zen contohnya, sekiranya kurang dari delapan puluh murid divisi SMA Akademi Matsumoto menjadi korban ketertarikan atas apa yang telah dirinya perbuat di sekolah ini.

Dan karena alasan itulah mengapa namanya cukup dikenal bahkan selain murid di kelasnya sendiri. 

Di atasnya, si peringkat kedua, kamu pasti tidak akan percaya kalau Yuuki-lah yang menempati posisi itu. Lalu di lanjut, si peringkat pertama yang ditempati oleh Shimada Kazuhiko.

Singkatnya, kepopuleran si-‘peringkat satu’ ialah karena wajahnya yang tampan.

Yah, hal itu cukup dominan dalam mempengaruhi kepopulerannya.

Selain itu, kecerdasannya pun tidak bisa dianggap remeh, kabarnya ia masuk ke akademi ini melalui beasiswa pendidikannya. Meski dirinya tergolong ke dalam keluarga yang mampu. Namun, dirinya lebih memilih masuk menggunakan jalur beasiswa miliknya.

Karena hal itulah, membuat dirinya sangat populer khususnya dikalangan para gadis di keseluruhan divisi di akademi ini.

Benar, kepopulerannya bahkan sampai seluruh divisi Akademi Matsumoto.

Kembali ke topik.

“Itu karena gosip tentang dirimu yang tersebar sebagai siswa terkenal peringkat ketiga di seluruh murid SMA!”

Zen sudah menduga kalau hal itu yang menjadi penyebabnya. Jadi, dirinya tidaklah terlalu terkejut setelah mendengarnya.

—Sudah kuduga kalau gosip itu yang dimaksud.

Gosip itu pertama kali muncul, di saat sebelum upacara penerimaan siswa-siswi baru.

Tanpa mengharap ini akan terjadi, singkatnya, Zen telah berhasil “melindungi” salah seorang siswi tahun pertama yang berusaha digoda oleh para senior.

Dan pada akhirnya, gosip itu pun meluas hingga ‘peringkat’ itu kemudian dibuat dan menetapkan Zen ke dalam peringkat ketiga sebagai siswa terkenal diseluruh murid SMA, Akademi Matsumoto.

Yah sebenarnya, kejadian itu hanya salah satu dari beberapa kejadian yang telah membuat dirinya menjadi populer.

Bahkan dengar-dengar juga ada rumor yang mengatakan kalau “laki-laki” itu bisa saja seorang “playboy”, dan tentu saja, setelah rumor itu tersebar dan terdengar sampai ketelinganya.

Bagi Zen, itu merupakan suatu penghinaan yang mana realitanya tidaklah seperti itu.

Sampai saat ini pun, dirinya masih berharap kalau peringkat itu dihilangkan, atau setidaknya ada pergantian posisi dirinya dengan nama murid yang lain.

“Sepertinya aku juga pernah mendengar gosip itu. Ah! Apa mungkin kamu orangnya...?!”

Takahashi seakan baru memahami topik pembicaraan yang dimaksud, ia langsung melontarkan rasa penasarannya saat itu juga.

“Kamu terlambat menyadarinya, Takahashi-san.”

“Ha-habisnya, wajah dan namanya tidak asing menurutku. Maka dari itu, di saat aku memanggil namanya, aku tidak tau kalau aku secara langsung memanggilnya dengan nama belakangnya.”

“Sudahlah, Takahashi-san! Kamu tidak perlu malu seperti itu. Setelah dilihat kembali, aku ragu kalau lelaki ini cukup berani seperti yang dibicarakan.”

Sebuah perkataan yang memiliki arti di dalamnya.

Tentu saja, Zen menyadari maksud dari perkataannnya. Hanya saja, dirinya tidak ingin memperpanjang kembali masalah ini.

“Terserah kamu ingin berkata apapun mengenai diriku. Selain itu, buku ini mau di bawa ke mana?”

“Ru—”

“—Ruang guru, meja Nakamura-sensei!”

Kojima menyela memotong perkataan Takahashi, dengan tegas ia mengatakannya kepada Zen.

Kemudian, tanpa sepatah kata pun dilontarkan, Zen lantas berbalik membawakan buku itu dan meninggalkan mereka berdua.

Tindakannya membuat Kojima seketika itu kesal, mungkin dia berpikir kalau ucapannya yang tegas sebelumnya akan membuat Zen menyerah dan memberikan sebagian buku itu kepada dirinya.

Sayangnya itu tidak terjadi.

Lalu, dengan inisiatifnya dia pun bilang secara langsung kepadanya. Akan tetapi, pilihan Zen adalah menolaknya.

Kojima melakukan hal yang serupa berulang kali. Namun, pada akhirnya dia lebih memilih membawakan seluruh buku yang sebagiannya lagi di tangan Takahashi, lalu dengan jengkel ia mengikuti Zen di belakangnya.

1
Wafi_Shizukesa
syapp!
Not Found
semangat kak 😊❤️
Ananda
sangat keren dan menginspirasi
Hibr 'Azraq
11, 12 sama si Taewoon wkwkwk.
Hibr 'Azraq
Fufufu, Tidak baik menolak rezeki Zen...
Hibr 'Azraq
Anak pintar....
Wafi_Shizukesa
lah, kamu mampir dong 😅
Hibr 'Azraq
gila novelnya keren..! semangat Thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!