Seorang CEO yang tak sengaja mendapatkan amanah dari korban kecelakaan yang ditolongnya, untuk menyerahkan cincin pada calon pengantin wanita.
Namun Ia malah diminta Guru dari kedua mempelai tersebut untuk menikah dengan mempelai wanita, yang ditinggal meninggal Dunia oleh calon mempelai pria. Akankah sang CEO menikah dengan mempelai wanita itu? Akankah sang mempelai wanita setuju Menikah dengan sang CEO?
Dan sebuah masalalu yang mempelai wanita itu miliki selalu mengganggu pikirannya. Kekhawatiran yang ia rasakan selalu menghantui pikirannya. Apakah masalalu yang menghantui pikiran mempelai wanita itu?
Cerita ini hanya khayalan Author, jika ada kesamaan tokoh, kejadian itu hanya kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sebutir Debu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9 Di balik Kerudung mu
Nyonya Lukis sedang duduk santai diatas kursi pedicure spa nya dengan seorang wanita yang sedang memijat betisnya. Nyonya Lukis yang matanya tertutup oleh mentimun serta tubuh yang berbalut bathrobe, mendengar pintu kamarnya dibuka. Hingga ia menyingkirkan kedua mentimun yang berada di kedua matanya.
Satu tangan nya yang mengibas kearah perempuan berbaju khas pelayan itu menandakan bahwa sang pelayan untuk pergi meninggalkan ruangan tersebut. Perempuan itu lalu pergi meninggalkan kamar Ibu Lukis.
Dahi pak Erlangga terlihat berkerut. Lelaki yang memiliki perusahaan pengolahan sawit terbesar di Kalimantan itu duduk diatas Sofa yang terbuat dari bulu-bulu halus.
Nyonya Lukis mendekat lalu duduk disebelah sang suami. Ia sandarkan kepalanya di pundak sang suami. Tangan kanan nya ia letakkan di dada lelaki yang telah memberikan benihnya, sehingga wanita asli Kalimantan itu melahirkan 3 orang putra yang tampan-tampan.
"Kalian berdebat lagi?"
"Hem."
"Tentang Ayra?"
"Bukan."
Nyonya Lukis bergeser dan mendongakkan kepala menghadap wajah suaminya itu. Terlihat rambut halus dan tipis di wajah suaminya itu. Ia belai lembut hingga sang suami tersenyum.
"Ia meminta ku mengadakan pesta pernikahan yang sama untuk Bambang dan wanita itu."
"Lalu?"
"Aku tidak akan pernah menjilat ludah ku kembali Ma."
"Sampai kapan Papa akan memisahkan seorang ibu dengan anaknya. Kakak dengan adiknya?"
Air mata Nyonya Lukis telah menghiasi wajahnya yang terlihat lebih segar, karena baru mendapatkan perawatan dari pelayan nya.
"Jangan kau teteskan air mata ini Ma. Aku tidak sanggup melihat mu menangis."
Ujung jari Pak Erlangga menghapus air mata yang membasahi pipi istrinya yang hampir 60 tahun menemani hidupnya.
"Pa. Bambang tidak bersalah, Rani pun tidak tahu apa-apa. Merekah hanya jatuh cinta. Mama mendukung Bram."
Sang istri kini telah menghadap ke arah lain dan menyembunyikan air matanya dari suami yang asli kelahiran tanah Jawa.
"Termasuk jika ia memperlakukan Ayra dengan kasar? Dia menyamakan Ayra dengan Wanita itu Ma."
"Namanya Rani. Rani pa! Apa yang salah dengan janda beranak satu pa? Apa yang salah jika anak mu mencintai wanita yang menjadi korban. Mereka saling mencintai pa. Bahkan saat ini papa tidak tahu bukan keadaan putra kedua ku itu?!"
Suara Nyonya Lukis terdengar sangat keras. Tangis yang ia tahan dari tadi, membuat air mata selama satu tahun ini jatuh ke tts pipinya. Air mata yang ia sembunyikan dari sang suami. Kini ia pertontonkan dengan jelas. Bahkan suara nya yang terdengar sangat penuh emosi membuat pak Erlangga mematung, namun tangannya kembali menyapu air mata di kedua pipi istrinya.
Pak Erlangga mengecup kedua mata sang istri.
"Cup."
"Cup."
"Maaf untuk air mata yang keluar hari ini."
"Hhhhh..."
"Aku tahu, dia sedang berjuang menghidupi istrinya dengan menjadi menjual Frozen food di pinggir jalan. Aku tahu ia mengontrak di sebuah kontrakan yang cukup kecil dan tidak layak bagi anak dari seorang keturunan Pradipta. Aku tahu ia bisa hidup tanpa nama keluarga Pradipta. Aku tahu mereka hidup bahagia. Bahkan aku tahu dia bahkan sangat membenci... "
Jari telunjuk nyonya Lukis menutup bibir sang suami. Netra mereka bertemu. Mata lelaki yang tidak terlihat muda lagi itu mengeluarkan tetes demi tetes air mata.
"Mereka menyayangi mu Pa...."
"Tetapi rasa sakit hati ku akan perbuatan keluarga Kuncoro dalam hidup ku, tak mampu membuat ku mampu melihat bahkan menerima wanita itu Ma....."
"Lantas akankan ketiga kalinya aku harus melihat anak kita menikah tetapi tidak bahagia?"
Pak Erlangga menatap lekat wajah istrinya. Wajah yang selalu tersenyum. Seorang istri yang tak pernah mengeluh, seorang istri yang selalu patuh namun selalu mampu membuatnya bimbang ketika sang istri menganggap jalan yang ditempuh suami salah. Sebuah perdebatan yang akan berakhir dengan mengalah nya sang istri.
"Kali ini saja Pa. Berikan aku kado pernikahan kita yang ke 35 tahun ini sebuah kebahagiaan karena Bram mau menikah dengan Ayra. Dan Bambang Kembali kerumah ini bersama istri nya."
"Aku tidak bisa melakukan itu Ma. Maafkan aku."
"Cup."
Sebuah kecupan mendarat di kening nyonya Lukis. lalu Pak Erlangga pergi ke arah kamar mandi karena ia merasakan begitu penat. Satu hari dengan kejutan dan menyaksikan acara pernikahan mendadak Bram, belum istirahat tubuhnya ia kembali harus berdebat dengan Bram. Hal yang telah lama tidak pernah terjadi di rumah ini.
Dan kali ini sang istri pun meminta ia melakukan hal yang tak mungkin membuat luka lamanya terbuka kembali. Luka yang begitu banyak sayatan. Luka yang bila dibuka terasa seperti di sirami air garam.
Nyonya Lukis menatap punggung suami nya yang menghilang dibalik pintu.
"Sesakit itu kah masalalu mu Pa. Hingga untuk tidak menyeret nya bersama masa depan Bambang pun kamu tak mampu.... Apa dosa ku hingga harus menahan kesedihan di balik megahnya kehidupan ku."
Nyonya Lukis mendongakkan kepalanya diatas sofa bulu itu dan memejamkan kedua matanya yang telah meneteskan kembali air mata.
Hal yang sama pun terjadi di kamar Bram. Dimana Seorang suami harus membuat seorang istri meneteskan air matanya. Air mata pertama yang ia hasilkan dari rasa sedih karena ucapan sang suami yang berhati dingin dan mulut yang berduri.
"Stop!"
Baru saja jilbab Ayra akan ia turunkan setelah ia melepaskan jarum pentul dari bawah dagunya.
"Jika tadi pagi ada seorang wanita yang begitu angkuh, Hingga dia tidak mau menatap wajahku. Maka simpan lah semua yang kamu jaga itu Sampai aku menerima pernikahan ini."
"Braaakk!"
Pintu kamar mandi ditutup dengan kasar oleh Bram.
"Hiks.Hiks.Hiks."
Ayra memandang cermin yang ada dihadapannya. Cermin besar yang berbentuk oval itu membuat pantulan diri Ayra jelas terlihat. Air mata menghiasi wajah putih Ayra. Wanita yang biasanya menangis diatas sajadahnya. Ia yang biasanya menangis dalam doanya kali ini pertama kali ia menangis karena merasa sakit hati akan ucapan seseorang.
"Kamu harus berjuang keras Ayra. Kamu harus berjuang untuk meluluhkan hati angkuh suami mu. Menghangatkan hati dinginnya. Melembutkan tutur katanya dengan doa mu sebelum 4 bulan. Kamu harus berjuang jika kamu ingin hanya satu kali menikah dalam hidup mu dan tidak menjanda. Aku berharap jika cinta untuk suami ku tak berakhir seperti kisah Salman Al Farisi. Ayo Ayra kamu harus kuat. Kamu harus semangat. Semai benih-benih cinta dalam pernikahan mu agar berakhir sakinah mawadah warahmah."
Ayra menghapus air matanya dan tersenyum pada pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.
soalnya saya banyak kenal orang dari berbagai daerah meskipun pernah mondok, tp tidak sedetail itu tau tentang najis
mau komen keseeell.. ternyata udah ada yg mewakili😆